Mencari Kebenaran (Part 5)

272 21 0
                                    

Di Mall Pondok Indah, Miki bersama kedua saudaranya sedang menikmati minuman berisi capuccino yang diblender dilengkapi dengan bubble. Mereka menunggu kedatangan Luna untuk bergabung. 

"Luna, enggak bilang mau ke mana lagi setelah dari kantor Paman Agung?" tanya Karin. 

Miki menggelengkan kepalanya, "Enggak. Dia malah ngatain gua, kepo." jawabnya dengan nada agak ketus mengingat bagaimana pertanyaan seriusnya malah dijawab seperti itu oleh Luna. 

Reynata dan Karin terkekeh. "Kalau jawabannya enggak begitu, bukan Luna namanya." kata Karin. 

"Dia, kan emang senang bikin lu kesel, Ki." susul Reynata. Dia menyesap minumannya. 

"Eh, tapi kira-kira dia masih lama enggak, ya? Kita rencana mau nonton, kan?" kata Karin. "Enggak enak, ah kalau sampe kesorean." Hari ini, Karin berbaik hati untuk mentraktir ketiga saudaranya untuk makan dan nonton film. Karena, dia yakin setelah hari ini akan sulit bagi mereka untuk jalan bersama. 

Miki mengangkat dua bahunya, "Dia manusia yang enggak bisa diprediksi." 

"Tapi, Luna tipe yang nepatin janji, kan." kata Reynata. 

"Iya, tapi kita masih enggak tahu dia bakal sampe jam berapa." kata Karin. "Kalau bisa, kita pulang sebelum jam 7. Reynata juga malam ini harus balik ke asrama." 

"Bikin batasan waktu aja, Rin... Seandainya sampe jam 1, Luna enggak sampe juga kita nonton duluan. Terus jam 5 kita harus udah balik, gitu. Gua sih tinggal cus, aja.. Tas dan barang-barang, kan udah gua bawa." kata Reynata memberi solusi. 

Miki mengangguk setuju, "As simple as that." 

Karin menghela nafas pelan, "Sekitar 30 menit lagi, lu hubungi Luna, Ki. Tanyain posisinya. Kalau dia masih belum jalan, bilang kalau kita nonton duluan." katanya pada Miki. 

"Oke." 

***

Di tempat lain, Luna masih berada di kos-an Arga. Menemani kekasihnya menonton film ber-genre romantis yang diputer dari DVD, yang kata Arga, baru dibeli kemarin sore. 

"Tuh, perhatiin, Lun. Kamu contoh sikap si perempuan ke kekasihnya. Selalu tersenyum, jarang marah-marah, terus suka menghibur kekasihnya kalau lagi ada masalah. Udah gitu, kalau ada waktu kosong, dia juga rela bikinin bekal makan siang buat kekasihnya yang mau kerja." kata Arga. Luna hanya diam memperhatikan adegan yang sedang ditampilkan dari film Jepang didepannya. 

Setelah mengajari Luna agar terbiasa menggunakan kata 'aku' dan 'kamu, kini Arga bergerak memutarkan film romantis agar perempuan itu juga bisa mempelajari sesuatu dari sana. Beberapa kali, Luna menghela nafas karena banyaknya tindakan yang harus dilakukan, yang menurut Arga romantis, dan rasanya dia akan kesulitan untuk melakukan itu semua. 

"Disitu, pacarnya kayak robot. Selalu tersenyum. Kekasihnya mabuk-mabukan karena presentasinya ditolak, tetap senyum. Itu kan, aneh. Harusnya, dimarahin terus dinasehatin. Udah tahu presentasinya ditolak bukannya dikasih masukan supaya diperbaiki, malah bilang 'enggak apa-apa, semuanya baik-baik aja'," kata Luna mulai mengomentari. "Udah gitu, masa' iya ada perempuan yang selalu nahan masalahnya sendiri demi kekasihnya supaya merasa terhibur dan enggak mengkhawatirkan dia. Kalau di dunia nyata, perempuan kayak gitu pasti udah masuk rumah sakit jiwa." lanjutnya. 

"Ssst, komentarnya nanti aja. Yang penting sekarang, kamu perhatiin gimana tuh ceweknya bikin kekasihnya ngerasa nyaman dan berpikir enggak akan pernah mau ninggalin dia." 

Luna berdecak sebal, "Ga, itu film. Didunia nyata mana ada yang kayak gitu, kalau gua sih--," Luna berhenti bicara saat Arga menoleh kearahnya dengan memberikan tatapan tajam, "sorry... kalau aku sih enggak akan tahan. Hubungan kayak gitu, malah nyiksa karena terus-terusan membahagiakan orang lain tapi malah enggak mikirin diri sendiri."

My Lovely Sisters 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang