Perjalanan kepulangan menuju rumah memakan waktu satu jam. Luna dan Reynata turun dari mobil disusul dengan tiga orang pria berbadan kekar dan besar serta dengan mimik wajah yang tak ramah dibelakang mereka.
"Kalian ikut masuk?" tanya Luna dengan tatapan tak suka pada ketiga pria itu saat mereka sudah berdiri dekat pintu.
"Kami harus masuk untuk memastikan kalian benar-benar membawa master rekamannya, dan enggak membuat salinan lain." jawab salah satu pria berambut keriting diikat ke belakang. Ia memiliki jenggot yang cukup tebal namun tanpa kumis. Lalu tanpa ijin dari Luna dan Reynata, ketiganya menyerbu masuk.
Tak ada yang dapat dilakukan oleh Luna dan Reynata selain menahan diri untuk tidak berdebat dengan orang-orang itu. Mereka melangkah menuju kamar Reynata untuk mengambil laptop dengan pengawasan yang mengikuti mereka dari belakang.
"Itu laptopnya." Reynata melangkah menuju laptopnya yang terletak diatas meja belajarnya. Luna berdiri diam dekat pintu sedangkan dua pria dibelakangnya ikut masuk menghampiri Reynata sedangkan seorang lagi berada didekat Luna, khawatir perempuan itu akan bertindak diluar kendali mereka. "Apa aku harus bawa ini? Apa enggak bisa dipindahkan aja lewat flashdisk?" tanya Reynata lagi.
Pria setengah botak dengan tahi lalat khas pada ujung mata sebelah kiri mengambil handphone didalam kantung celana jeansnya. Ia menghubungi seseorang, "Halo Nyonya, kami udah berada di dalam rumah target. . salah satu target bertanya apa harus sampai bawa laptopnya? apa diijinkan dipindahkan melalui flashdisk?" pria itu diam sejenak sebelum menjawab 'baik' beberapa kali sambil menganggukkan kepalanya pada si penerima telepon yang adalah Tante Talitha. Setelah selesai bicara, pria itu segera mengambil laptop Reynata begitu saja. "Laptop ini akan dibawa." katanya singkat sebelum berbalik melangkah keluar kamar. "Kita berangkat sekarang." perintahnya sambil menatap tajam kearah Luna dan Reynata.
"Tunggu dulu !" cegah Luna saat pria yang memiliki ciri khas berbibir hitam serta tebal menarik salah satu tangannya yang tidak terluka, untuk turun. "Sebelum pergi, aku mau ke kamarku dulu. Mau ambil uang buat persiapan sekalian ngisi dompet." ia beralasan.
Tiga pria itu saling memandang sebentar sebelum akhirnya mau memberikan ijin. Selagi Luna masuk ke dalam kamar dengan diikuti salah satu anak buah utusan Tante Talitha, Reynata justru sudah digiring masuk ke dalam mobil. Beberapa menit kemudian, Luna menyusul masuk ke dalam mobil.
"Kita ketemu sama Tante Talitha-nya dimana?" tanya Reynata pada pria yang duduk disampingnya.
"Kalian akan tahu nanti, jadi jangan banyak bertanya. Sementara itu, tolong serahkan gadget kalian." pinta pria bertahi lalat sambil menyodorkan tangan.
"Kenapa?" tanya Luna.
"Ini perintah NyonyaTalitha, kalau kalian membantah atau terlalu banyak tanya, dia mengancam akan sedikit menyakiti saudara kalian yang lagi pingsan di apartemen itu." jawabnya.
"Pingsan?" Reynata terkejut, kemudian memandang Luna yang menampilkan ekspresi serupa. Rupanya, ancaman Tante Talitha semalam bukanlah kebohongan. Dia benar-benar melakukan sesuatu terhadap keponakannya itu.
"Cepat serahkan Hp-Hp kalian !" perintah yang diikuti bentakan itu membuat Luna dan Reynata segera menyerahkan benda yang diminta. Setelah pria itu mendapatkan apa yang diinginkan, suasana dalam mobil kembali tenang. Saat akan keluar dari komplek, mereka semua berpura-pura memasang wajah ramah dan senyumserta sedikit sapaan pada Pak Amir dan Pak Budi yang sedang berjaga supaya tidak curiga. Setelah berhasil keluar dari komplek tanpa curiga, Reynata menggenggam tangan Luna karena merasa cemas. Luna tak bisa melakukan apapun untuk menenangkan Reynata selain membalas genggaman itu dan mengusap punggung tangannya.
____________________________________________________________
Siap-siap menuju ending story yang enggak lama lagi akan menghampiri (T-T).
Tunggu di part2 selanjutnya ~
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Sisters 2
General FictionPertemuan yang terjadi karena permintaan Paman Agung, membuat Karin, Luna, Reynata dan Miki harus menerima kenyataan kalau mereka adalah saudara dari satu Ayah yang sama. Hari demi hari mereka lalui dengan tenang dalam rumah yang diwariskan ole...