"Gimana hasil penyelidikan lu hari ini, Ki?" tanya Reynata sembari melingkari leher sang adik yang tengah duduk dibawah sofa dengan lengannya. "Banyak informasi baru yang lu dapat?"
"Enggak terlalu banyak dan enggak bisa dijadikan rujukan menuju bukti." jawab Miki. Ia kembali ke rumah sejak pukul 4 sore. Sambil menunggu kepulangan kedua saudaranya dari apartemen Karin, ia mempelajari materi hukum bekas perkuliahannya, sambil sesekali membalas pesan dari kekasihnya, Dani. "Keterangan dari Bibi gua sama seperti apa yang Luna ucapin kemarin tentang permusuhan mendiang nyokap Karin dengan nyokap gua. Nyokapnya Karin minta Nyokap gue bercerai dari Ayah. Selain itu ada konflik lainnya yang berkaitan dengan penerus warisan Ayah. Kakek pilih Luna tapi Mamanya Karin enggak setuju, dan baik kerabat nyokap Luna dan Karin saling ikut campur sehingga bikin suasana dalam keluarga semakin memanas."
Luna tak mengatakan apapun sampai sang adik selesai bicara. "Terus, kalian tadi ke apartemen Tante Talitha ngapain aja? Minta maaf doang." lanjut Miki.
"Sebenarnya kita mau mencari tahu apa aja yang diomongin Tante Talitha sampai mempengaruhi Karin buat kuliah di LN, tapi gagal karena Karin menolak cerita dan Tante Talitha keburu pulang. Setelah itu, Luna minta maaf secara langsung sama Tantenya."
"Jadi, masalah soal maaf-maafan itu udah selesai di depan mata Karin, kan?" tanya Miki lagi dengan nada tak tertarik.
Luna mengangguk. "Bagus, deh. Biar dia enggak nuntut ini itu lagi dari lu." kata Miki lagi. Ia meletakkan handphone-nya di atas lantai. Kemudian, menyandarkan kepalanya ke pinggir sofa di belakangnya.
"Ki, lu jangan kesal gitu. Seandainya, lu tahu kebenarannya. . . Karin itu cuma salah paham sama kita." kata Reynata, yang merelakan tangannya jadi bantalan kepala adik bungsunya.
Miki melirik ke arah Reynata dan memberi isyarat dengan tatapan, meminta penjelasan. "Maksud lu salah paham yang gimana, Rey?"
"Kasih tahu enggak, nih?" tanya Reynata pada Luna. Miki menatap kedua kakaknya secara bergantian.
"Kasih tahu ajalah, enggak ada gunanya lagi nyembunyiin apapun dari dia." Saran Luna. Reynata tersenyum mendengar persetujuan dari saudara keduanya itu.
"Ada apa'an sih?" Miki semakin penasaran.
"Gua ambil laptop dulu." Kemudian Reynata pergi ke kamarnya.
"Apa, sih Lun?" Miki merasa tak sabar meminta penjelasan.
"Tadi siang, gua dapet rekaman menarik, yang asalnya dari Tantenya Karin. Nanti lu dengerkan sendiri."
"Sebuah informasi? Merujuk ke kasus kematian orangtua kita, enggak?"
Luna menggelengkan kepalanya, "Enggak sejauh bayangan lu, tapi dari rekaman itu kita jadi tahu kepribadian Tante Talitha yang sebenarnya. Pluss, jadi pemecah masalah dari perubahan sikap Karin kemarin."
Miki terlihat berpikir. Berusaha mencerna informasi yang diberikan Luna, "Jangan-jangan. . . Tantenya Karin bermuka dua, ya? Didepan kita kayaknya ramah dan baik, tapi ternyata sebaliknya?"
"Betul."
Tak lama Reynata kembali turun dengan membawa laptop yang telah terbuka dan dinyalakan. Setelah duduk diantara Luna dan Miki, jarinya diletakkan pada permukaan datang khusus menggerakkan kursor dan bergerak menuju file rekaman yang sebelumnya sudah ia pindahkan dari handphone. "Siap?" tanya Reynata pada Miki yang langsung memberi anggukan semangat.
Ketika Reynata sudah menekan file, tiba-tiba telepon rumah mereka berdering. "Gua yang angkat, kalian dengarkan aja." kata Luna yang kemudian berlalu pergi dari ruangan.
Luna mengangkat gagang telepon tersebut setelah tiga kali berdering, "Halo?" sapanya.
"Halo, ini nona Luna, ya?" tanya penelepon tanpa basa basi menanyakan namanya.
Luna yang hafal suara tersebut pun tahu kalau si penelepon adalah Andreas. "Iya, Ndre? Ini Luna."
"Saya menelepon untuk mengabari kalau Tuan Agung sudah sadar dari komanya. Sebenarnya beliau sudah bangun sejak pagi, tapi saya baru sempat mengabari sekarang."
Ada perasaan lega ketika mendengan kabar baik tersebut, "Syukurlah. Aku senang mendengarnya. Lalu, bagaimana keadaannya sekarang? Apa sudah bisa diajak mengobrol?"
"Iya, pemulihan beliau sangat cepat setelah sadar dari koma. Bahkan, tadi sudah membahas kecelakaan yang menimpanya."
"Hmm, kalau begitu besok kami bisa menengoknya, kan? Mungkin aku dan saudara-saudaraku akan datang besok pagi."
"Iya, nona. . . enggak masalah, tapi besok saya enggak ada di rumah sakit karena ada pekerjaan yang harus dilakukan. Sebagai gantinya akan ada rekanku yang berjaga."
"Enggak masalah, oke makasih sudah mengabari."
"Sama-sama, Nona."
Setelah pembicaraan mereka selesai, Luna kembali ke dalam ruang keluarga dan melihat wajah Miki yang berubah syok. "Udah dengar seluruh isi rekamannya?" tanya Luna yang kembali duduk disamping Reynata.
"Dia syok banget." kata Reynata, yang merasa lucu melihat wajah adiknya.
"Gila ! Waah, kalian sadar enggak, sih udah nemu harta karun paling berharga. Kita bisa kasih rekaman ini ke Paman Agung sebagai bukti aksi kejahatan Tante Talitha dan orang yang diteleponnya." suara Miki kini terdengar antusias. Kemudian, menggeleng-gelengkan kepalanya, "Perempuan ular, licik banget ! Dia juga yang bikin Karin jadi marah sama kita."
"Iya, kita bisa kasih rekaman ini besok. Tadi, Andreas yang telepon dan ngasih kabar kalau Paman Agung udah sadar." kata Luna.
"Serius?" Reynata dan Miki bertanya berbarengan. Luna menjawab dengan anggukan sembari tersenyum puas.
Miki membuat kepalan dengan tangan kanan kemudian mengarahkannya pada telapak tangan kiri yang terbuka, "Kita bakal kasih pelajaran itu Tante-tante reseh." lalu, ia teringat sesuatu, "eh tapi, Karin juga perlu dikasih tahu, kan? Bahaya kalau dia tinggal bareng sama Tantenya yang penuh manipulatif kayak gitu."
"Tadi, sewaktu berkunjung ke apartemen, kita juga ngasih salinan rekaman ke dia. Terus, minta dia segera hubungi ketika setelah mendengarnya. . ." Reynata menatap jam digital yang terpampang pada sudut kiri bawah layar laptop. Menunjukkan pukul setengah sembilan malam, "tapi. . . sampai sekarang, kenapa dia belum mengabari ya, apa dia belum mendengarkannya?"
"Kita tunggu aja, enggak mungkin dia enggak bereaksi setelah mendengar rencana dan perkataan jahat Tantenya." saran Luna. Reynata dan Miki mengangguk mengerti, "omong-omong, tadi gua bilang ke Andreas, besok pagi kita bakal jenguk Paman Agung. Kalian bisa, kan?"
"Bisa dong." jawab Reynata.
"Bisa lah, terus sekalian aja kita kasih rekaman ini ke Paman Agung buat ditelusuri." Miki memberikan ekspresi gemas, "gua enggak sabar mau lihat apa yang Paman Agung bakal lakukan ke Tante Talitha. Mudah-mudah setelah itu, kita bisa dapat informasi lainnya--seperti, ternyata Tante Talitha itu dalang dalam kasus kematian orangtua kita."
"Kita belum bisa berharap sejauh itu, Ki. . . tapi, semoga setelah kita tahu sifat asli Tante Talitha, bisa membawa kita ke petunjuk lainnya." kata Reynata.
"Iya, tapi gua optimis, ini adalah jalan untuk menemukan pelaku pembunuhan orangtua kita yang sebenarnya." jawab Miki.
Luna dan Reynata terkekeh melihat semangat yang terpancar dari wajah Miki. Mereka bersyukur setidaknya adik bungsunya itu tak lagi marah atau bersikap serius dengan masalah yang sedang mereka hadapi saat ini. Yah, mulai dari sekarang, meskipun Karin belum kembali, mereka bertiga yang akan menangani kasus ini hingga usai.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Sisters 2
قصص عامةPertemuan yang terjadi karena permintaan Paman Agung, membuat Karin, Luna, Reynata dan Miki harus menerima kenyataan kalau mereka adalah saudara dari satu Ayah yang sama. Hari demi hari mereka lalui dengan tenang dalam rumah yang diwariskan ole...