Kota Tua (Part 2)

290 30 0
                                    

Perjalanan pertama keempat saudara itu adalah lapangan utama yang terletak di depan Museum Fatahillah. Disana banyak lakon yang mengenakan berbagai kostum. Dari kostum karakter kartun jepang hingga kostum hantu. Banyak juga pedagang kaki lima yang sengaja membuka lapaknya disisi gedung Museum atau ditengah jalan yang banyak dilewati para pengunjung. 

Miki dan Reynata sedang berdiri disalah satu stand yang menjajakan berbagai model kacamata. Miki beberapa kali mengambil kacamata yang dipamerkan dan mencobanya satu persatu dengan menghadap kearah kaca yang disediakan. Reynata pun melakukan hal yang sama meskipun lebih sering dimintai komentar oleh si bungsu mengenai kacamata yang dipilihnya. 

Miki mengambil lagi sebuah kacamata dengan dua bingkai berbentuk bulat, dengan kacanya yang berwarna hitam. "Kak, ini cocok enggak? Lebih cocok mana sama yang tadi?" tanyanya saat Reynata sedang menconba kacamata pilihannya. Reynata memandangi adiknya dan mulai menganalisa penampilannya. 

"Bagus, sih dibanding yang tadi. Tapi kayaknya kacamatanya kegedean, yah?" jawab Reynata. 

"Kacamata gede, kan emang lagi model." kata Miki. 

"Tapi, kayaknya kurang pas dimuka lu." jawab Reynata lagi.

Luna dan Karin yang sedang melihat-lihat aksesoris gelang dan kalung--yang stand-nya berada disamping tempat Reynata dan Miki berdiri, ikut memerhatikan Miki. 

"Lu kayak boboho." Luna memberi komentar meskipun tak diminta. 

"Enggak cocok, deh Ki. Kalau menurut gua, lu malah mirip mafia yang ada difilm-film laga Cina." susul Karin.

"Haish ! Komentarnya jelek-jelek banget." ia buru-buru melepas kacamatanya dan meletakkannya kembali di meja stand. Kemudian, memilih model yang lain. 

Reynata tak lagi tertarik mencoba kacamata yang ada disana dan beralih melihat atraksi debus yang dilagakan oleh seorang anak kecil dengan laki-laki dewasa disekitarnya. Karin masih tertarik melihat gelang-gelang putih berhiaskan bandul menara Paris. Sedangkan, Luna sudah menyingkir dari stand dan memerhatikan seorang pedagang es potong yang sedang melayani banyak pembeli. 

"Kalau yang ini, gimana?" tanya Miki pada Karin. Ia memilih kacamata bulat yang lebih kecil dengan kacanya yang berwarna cokelat tua. 

Karin memandangi adiknya lama sebelum memberikan komentar, "Bagus. Itu lebih cocok dibanding yang kacamata hitam tadi."

Miki tersenyum lebar. Ia pun menyukai kacamata pilihannya itu, karena dirasa cocok dengannya. Si bungsu mulai bertanya harga pada si penjual. Disisi lain, Karin juga telah memilih satu gelang yang menarik perhatiannya dan segera membayarnya. Kemudian, ia menoleh ke kiri dan ke kanan mencari dua saudaranya yang lain. 

"Reynata kemana, ya?" tanyanya pada Miki yang langsung mengenakan kacamata barunya setelah membayar. 

"Enggak tahu, perasaan tadi masih berdiri disekitar sini." Miki ikut mencari. "Itu, Rey !" ia menunjuk salah satu perempuan yang dikelilingi beberapa penonton yang ikut menyaksikan atraksi debus. 

"Lu kesana, gih. Jangan kemana-mana, sampe gua nemu Luna." kata Karin. Miki pun segera melangkah mendekati Reynata sedangkan Karin bergerak mencari saudaranya yang kedua.  

Akhirnya, Karin menemukan Luna sedang berdiri dekat kafe. Kedua matanya masih tak lepas memandangi penjual es potong yang sedang dikeliling banyak pembeli. 

"Lun, lu ngapain diri disini?" tanya Karin dengan menepuk pundak saudaranya itu. 

"Lagi ngelihatin tukang es. Gua galau mau beli atau enggak." jawabnya. 

"Es apa'an?"

"Es potong. Udah lama banget, gua enggak makan es itu. Terakhir kali, makan pas masih SD. Setelah itu, gua enggak pernah lihat ada tukang es potong lewat." 

"Ya udah, beli aja. Mumpung dia ada." 

"Tapi, kira-kira rasanya enak, enggak ya?" 

"Ya namanya juga es, paling rasanya manis. Eh, tapi kayaknya banyak yang beli, ya? Harusnya sih, enak yah?" Kedua mata Karin tertuju pada tulisan yang ada disisi gerobak putih sang penjual. Bertuliskan, Es Potong Harga Rp 3000. "Harganya cuma Rp 3000!?" 

Luna mengangguk, "Murah banget, kan? Tapi, es nya panjang banget. Tuh lihat." katanya sambil menunjuk pembeli yang telah mendapatkan es-nya. 

"Coba beli, yuk?" ajak Karin sambil menarik tangan Luna dan ikut mengantri disekitar penjual. Tak lama, mereka mendapatkan es yang diinginkan. Luna membeli es potong rasa cokelat sedangkan milik Karin rasa strawberry. Keduanya menyingkir kembali ke dekat Cafe dan mulai memakan es yang mereka beli. 

Dibelakang mereka, menyusul Reynata dan Miki. Keduanya sedang memakan sosis tusuk berukuran besar yangdiolesi saus dan mayonaise.

"Kalian beli, apa?" tanya Reynata. 

"Es potong." jawab Luna, "Lu beli sosis? Berapa harganya?" tanyanya.

"Rp 20.000." jawab Reynata. "Itu kayaknya enak." 

Karin dan Luna langsung memberikan gelengan kepala. "Enggak enak." jawab Luna, yang langsung membuang esnya diselokan yang ada dibawahnya hanya ditutupi besi yang sudah mulai bengkok.

"Cuma manis. Rasanya aneh." susul Karin dengan melakukan hal yang sama. 

"Cobain." pinta Luna pada Reynata yang memberi gigitan pada sosis miliknya. 

"Nih, kak. Mau?" tawar Miki pada Karin--yang akhirnya ikut mencicipi sosis milik adiknya. 

"Enak." komentar Karin dibalas anggukan oleh Luna. 

"Sekarang kita, mau kemana nih?" tanya Miki. 

"Naik sepeda ontel, yuk? Keliling kota tua." usul Reynata. 

"Setuju. Gua juga pengen naik itu, tapi sewa sepeda yang boncengan aja, biar seru." kata Karin. 

"Yuk yuk yuk." Miki langsung menarik lengan Karin. Dibelakangnya, Luna dan Reynata mengikuti. 

"Bantuin, abisin. Masa', naik sepeda sambil makan sosis." kata Reynata sambil menyodorkan sosis tusuknya kearah Luna. Luna tak menolak dan memakan sosis itu sedikit demi sedikit. 



My Lovely Sisters 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang