Luna menangkap kecemasan yang tergambar jelas di wajah saudaranya. Kebimbangan mulai mengusik keinginannya untuk bercerita lebih jauh tentang rencananya mencari informasi lebih dalam tentang paman dan bibi Karin serta kembali mendatangi penjara, tempat pembunuh Ibunya berada.
"Rey... gua enggak akan cerita lebih jauh, kalau lu enggak siap buat dengar. Kelihatan lho dari muka lu." kata Luna, memberikan toleransi dan pemahamannya pada Reynata.
Reynata menggelengkan kepalanya perlahan sebagai sangkalan atas perkataan Luna, "Jangan sembarang ambil kesimpulan. Gua bukannya enggak siap, cuma ngerasa bingung aja." ujarnya, "terus... pembunuh-pembunuh yang lu temuin di penjara, apa mereka juga pelaku atas pembunuhan nyokap gua?" tanyanya dengan rasa ingin tahu yang tinggi.
"Enggak... gua enggak tahu." jawabnya dengan nada terisi rasa bersalah. Keingintahuannya tentang pelaku pembunuhan ibunya, membuatnya lupa menanyakan tentang identitas pelaku yang bertanggung jawab atas pembunuhan ibu ketiga saudaranya serta ayahnya.
Reynata mengangguk mengerti. Sedekat apapun ikatan mereka sebagai saudara, namun sudah tentu Luna akan lebih fokus dengan kasus ibunya dibandingkan yang lain.
"Kalau lu penasaran, mungkin kita bisa pergi bareng buat nemuin paman Agung dan tanya soal identitas pelaku pembunuhan nyokap lu." Luna memberi usul.
Reynata mengangguk lemah, "Gua enggak pengen benar-benar tahu, sih," ia menghela nafas panjang, "sesuai omongan gua tadi, rasanya sulit buat mengulik kisah menyakitkan itu lagi."
Luna tersenyum seadanya, "Gua ngerti, kok."
"...tapi, jujur aja gua penasaran," kata Reynata, "jadi... mungkin gua akan pertimbangin buat ikut cari tahu."
Luna tak memberikan tanggapan pada jawaban Reynata melainkan hanya menundukkan kepala seolah tengah berpikir. Reynata tak melepaskan pandangannya pada Luna. "Lun..." panggilnya.
"Hem?" Luna mengangkat kepalanya.
"Kalau seandainya benar keluarga Karin terlibat, apa lu bakal membenci atau menjauhi Karin?" tanya Reynata dengan raut serius.
Luna menyandarkan punggungnya pada bagian belakang kursi belajarnya. "Kalau seandainya nyokap Karin terbukti enggak terlibat... gua rasa, enggak ada alasan buat membenci atau menjauhi dia."
"Kalau ternyata... nyokapnya Karin terlibat?" tanya Reynata yang ingin mengetahui lebih jauh.
Luna menggeleng pelan, "Gua enggak tahu."
"Enggak tahu?" Reynata merasa kalau jawaban Luna memiliki kemungkinan dirinya akan menjauhi saudara tertuanya itu.
"Gua enggak tahu, apa bisa bersikap sama seperti sekarang sama Karin kalau kenyataan itu yang harus diterima... susah bayanginnya." jawab Luna. "kalau lu?" ia balik bertanya. Membuat Reynata tertegun. "Apa yang bakal lu lakuin kalau ternyata kematian nyokap lu karena campur tangan keluarga Karin? Apa lu akan bersikap sama seperti sekarang?"
Reynata terdiam. Ia sendiri tidak bisa membayangkan kalau harus mendapati kenyataan ibunya meninggal karena keluarga Karin. Ia tidak mau munafik jika suatu saat akan ada rasa marah terhadap Karin meskipun dia tidak mengetahui apapun dan tidak bersalah.
Reynata memberikan senyuman mirisnya, "Sejujurnya... jawaban gua sama kayak lu. Susah banget buat bayangin kenyataan pahit kayak gitu."
Luna tak mengatakan apapun. Meremas jarinya karena gugup dengan pikirannya sendiri. Beberapa kali menarik nafas dan menghelanya. Begitupun dengan Reynata, yang berkutat dengan untaian pikiran yang memintanya ikut mengambil tindakan.
"Kayaknya, gua bakal ikut, Lun..." kata Reynata tiba-tiba.
Luna menatap saudaranya itu dengan heran. "Maksud lu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Sisters 2
Fiksi UmumPertemuan yang terjadi karena permintaan Paman Agung, membuat Karin, Luna, Reynata dan Miki harus menerima kenyataan kalau mereka adalah saudara dari satu Ayah yang sama. Hari demi hari mereka lalui dengan tenang dalam rumah yang diwariskan ole...