Karin telah menempati kembali tempat duduknya. Kepalanya ditolehkan ke kiri karena masih kesal dengan perkataan Reynata terlebih perlakuan Luna yang tiba-tiba memukul meja. Jantungnya masih berdebar-debar karena terkejut.
"Gua bakal cerita... kalau kalian semua udah tenang." Luna membuat keputusan. Ia menepis kekhawatirannya mengenai respons yang akan diberikan oleh Karin setelah mendengar pengakuannya.
"Cepat bilang, dan jangan bikin kita menunggu lagi." kata Karin tanpa sekalipun menoleh kearah Luna.
Luna menghela nafas panjang, "Gua bohong." dua kata yang terlontar dari bibirnya langsung mendapat perhatian serius dari ketiga saudaranya, "...sebenarnya masalah yang lagi gua hadapi bukan soal warisan. Alasan gua bolak-bolak ketemu sama Paman Agung dan ketemu dengan paman serta bibi karena masalah lain."
"Satu kebohongan lagi..." komentar Karin dalam hati sambil menggelengkan kepalanya. Pandangannya tertuju kebawah lantai dengan senyum sinis. Ia tak mengerti kenapa saudara-saudaranya melakukan hal ini padanya. Apa dia belum bisa dijadikan saudara yang ideal bagi saudara-saudaranya untuk dijadikan tempat berbagi?
Luna memandangi Karin dengan serius. Reynata mengangkat wajahnya dan ikut menatap saudara tertuanya. Ia benar-benar khawatir dengan reaksinya kalau tahu masalah Luna berhubungan dengan keluarganya. "Gua... lagi berupaya mencari tahu wajah pembunuh dan dalang atas kematian nyokap." akhirnya Luna memberitahukan yang sebenarnya. "...dan dalam pencarian itu, gua butuh banyak informasi... dari kerabat-kerabat nyokap dan Paman Agung sendiri."
"Jadi selama ini lu bolak-balik dan sampai makan malam sama paman dan bibi lu, itu untuk cari tahu informasi mengenai pembunuhan nyokap lu?" tanya Miki dengan ekspresi terkejut, lalu tiba-tiba ia teringat dengan momen pembicaraannya dengan Luna sehabis pulang dari supermarket, "jangan-jangan..." gumamnya. 'Luna udah tahu siapa dalang pembunuhan nyokapnya.'
"Iya." jawab Luna singkat, "dan diam-diam... gua juga udah ketemu sama pelaku pembunuhannya di penjara."
Karin menatap serius kearah Luna. Tak menyangka kalau kebohongan seperti itulah yang disembunyikan olehnya. "terus... hasilnya apa setelah lu ketemu sama pelakunya dan mendapatkan informasi dari paman dan bibi lu? selain akhirnya jadi masuk rumah sakit?" tanyanya. Kalimat terakhir malah berakhir dengan nada sinis.
"Yang pasti gua dapat hasil... dengan memiliki dua nama dugaan, atau mungkin... tiga orang." jawab Luna.
"Siapa mereka, Lun?" tanya Miki dengan tidak sabar.
Luna memandangi adiknya. Kemudian, menatap kembali ke arah Karin. Saudara tertuanya itu rupanya juga menunggu-nunggu jawaban atas pertanyaan adik bungsunya. "Gua benar-benar enggak yakin buat ngungkapinnya sekarang. Karena ini baru dugaan, dan buktinya pun belum kuat."
Begitu mendengar jawaban Luna, membuat Karin dan Miki menghela nafas panjang. "Apa mereka teman bisnis Ayah yang enggak suka sama Ayah?" tanya Karin menelisik lebih jauh. "Kalau iya, gua sih enggak heran soalnya bisnis Ayah memang maju, jadi mungkin banyak kolega yang iri dan ngehancurin dia dan keluarganya."
"Mungkin... ada kaitannya juga kesana. Tapi, nama-nama yang gua punya bukan teman bisnis, kok." jawab Luna.
"Hah? Maksud lu..." Miki berpikir sebentar, "kalau dalangnya bukan dari kalangan bisnis, mereka siapa?"
"Masih kerabat Ayah." jawab Luna.
Pengakuannya semakin membuat kedua saudaranya tertegun, kecuali Reynata yang masih fokus dengan reaksi yang diberikan dua saudaranya.
"Kerabat Ayah... berarti, saudara-saudara kita? Kayak paman dan bibi gitu?" tanya Miki lagi.
"Ya."
"Apa mereka dari pihak keluarga Ayah? Bukan dari pihak keluarga istri-istrinya, kan?" tanya Karin.
"Sebutin namanya, Lun sekarang." perintah Miki, "enggak peduli walaupun masih dugaan, tapi yang jelas udah ada penyelidikan kearah mereka, kan? masalahnya cuma tinggal nunggu bukti-bukti yang kuat aja. Siapa mereka, Lun?" tuntutnya.
"Walaupun kemungkinan besar keluarga pihak Ayah memang enggak suka sama Ayah dan kakek, tapi dalangnya bukan dari pihak sana." jawab Luna.
"Jadi, benar... dari pihak keluarga istri..." gumam Karin yang terlihat berpikir.
"Gua belum bisa kasih tahu nama-namanya, selagi belum ketemu bukti yang kuat. Ini janji yang gua buat dengan Paman Agung." kata Luna memutuskan, "...jadi gua mohon, kalian jangan salah paham lagi soal tindakan gua.... Gua melakukan ini, untuk mencegah pertengkaran yang mungkin bakal terjadi diantara kita. Lagipula, sekali lagi ini masih dugaan. Paman Agung masih mau mencari lebih jauh supaya enggak salah menuduh orang." terangnya.
"Kalau benar dari keluarga pihak istri.... berarti ada diantara keluarga gua, lu dan Miki." kata Karin yang seolah tak mendengarkan perkataan Luna. Ia mendapat tatapan dari ketiga saudarnya.
Miki mengangguk setuju, "Betul... soalnya diantara kita , kak Rey enggak punya kerabat. Jadi, udah pasti bukan dari pihak ibunya Rey." dia menangkupkan sebelah tangannya untuk menyanggah kepalanya.
"Lu bilang, udah ketemu sama pelakunya dipenjara... ada berapa orang? dan apa mereka juga yang melakukan pembunuhan ibu gua, Miki dan Rey?" tanya Karin.
"Gua lupa tanya soal itu, karena terlalu fokus dengan dalang pembunuhan Nyokap. Pelakunya tiga orang, dan sejauh pertemuan gua kemarin, mereka enggak bilang apapun soal dalang yang memerintahkan mereka. Ketiganya kompak beralasan hanya ingin merampok. Tapi, gua dan Paman Agung enggak bisa sepenuhnya percaya sama omongan mereka."
Tak ada yang bersuara setelah mendengar jawaban Luna. Karin mengalihkan perhatiannya kearah Reynata. Aneh rasanya melihat dirinya tidak bereaksi apapun saat mendengar pengakuan Luna yang menurutnya sangat mengejutkan. Ia memandangi Reynata dan Luna secara bergantian. Lalu, berlabuh kembali kepada saudara ketiganya itu.
"Kenapa dia enggak bereaksi apa-apa?" pikirnya. "Rey, lu kelihatan tenang walaupun udah mendengar pengakuan Luna." akhirnya pikirannya tertumpah menjadi pertanyaan to the point ke arah saudara ketiganya itu. "Enggak sekaget gua ataupun Miki... gua jadi curiga, jangan-jangan lu juga udah tahu soal aktifitasnya Luna." tuduhnya.
Meskipun terkejut mendapat tuduhan yang sangat tepat, Reynata mencoba menyembunyikannya. Ia tetap memasang ekspresi wajah yang biasa. Sedangkan, Luna diam-diam menghela nafas panjang. Menyiapkan diri untuk lagi-lagi mendapatkan omelan dari saudara tertuanya itu karena sudah berkomplot dengan Reynata menyembunyikan masalah ini dari Karin dan Miki.
"Enggak juga." jawab Reynata dengan nada tenang, "jujur aja gua kaget mendengar pengakuan Luna, tapi hati gua langsung tenang pas Luna bilang kemungkinan dalangnya berasal dari kerabat pihak istri. Gua ngerasa lega karena Nyokap enggak akan terlibat dari masalah ini. Sorry ya, kalau alasan gua terdengar kayak enggak peduli dengan kekhawatiran yang kalian rasakan." untuk kali ini Reynata harus benar-benar melakukan kebohongan untuk mencegah suasana hati Karin semakin buruk. Sudah cukup baginya terlibat pertengkaran seperti tadi dengan saudara tertuanya itu. Ia pun merasa kasihan kalau Luna lagi-lagi mendapatkan omelan dan membuatnya semakin tertekan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Sisters 2
Ficção GeralPertemuan yang terjadi karena permintaan Paman Agung, membuat Karin, Luna, Reynata dan Miki harus menerima kenyataan kalau mereka adalah saudara dari satu Ayah yang sama. Hari demi hari mereka lalui dengan tenang dalam rumah yang diwariskan ole...