"Ya, begitulah. . aku kurang hati-hati saat kamu ngubungin kakak." Tante Talitha terlihat mondar mandir di dalam kamarnya. Ia melirik jam dinding dalam kamarnya, yang baru menunjukkan pukul 3 pagi. Ia sedang menghubungi Iqbal, karena baru sekarang handphone-nya aktif.
"Kakak ini. . . ini fatal banget. Terus, sekarang harus gimana? Rekaman itu enggak boleh sampai jatuh ke tangan polisi apalagi Agung. Urusan kita akan semakin rumit." omel Iqbal.
Talitha mendesis sebal, "Udahlah, berhenti menyalahkan kakak. Kamu juga punya andil dalam kesalahan ini, karena menghubungiku saat aku sedang berada diluar."
"Aku mana tahu, kakak sedang di tempat umum. Kupikir kakak sedang berleha-leha di apartemen."
"Jadi, kamu pikir aku sedang berleha-leha di jam-jam kayak gitu. Aku ini orang sibuk., kamu tahu?" omel Talitha.
"Iya iya, udahlah enggak usah dibahas. Terus, kita harus gimana sekarang?" tanya Iqbal.
"Hish ! Kamu pikir aku ngehubungin kamu buat apa? Malah nanya aku." Talitha memprotes.
Terdengar helaan nafas panjang dari Iqbal, "Haduh, kakak nyuruh aku mikir di jam-jam seharusnya orang normal beristirahat. Aku ini baru pulang dari berbisnis sejam yang lalu, lho."
"Bisnis apa yang memakan waktu sampai dini hari? Kamu ini enggak bisa membohongi kakak. Aku tahu sebagian besar pertemuanmu itu cuma diisi dengan minum-minum dan menggoda perempuan-perempuan jalang di bar."
Kali ini Iqbal mendesis kesal, "Jangan bikin aku kelihatan seperti pria-pria buruk, dong Kak. Aku ini juga udah berusaha keras sepanjang hidupku, apa enggak boleh kalau aku bersenang-senang saat urusanku udah selesai?"
Talitha memijat keningnya, "Udahlah, kita enggak perlu membahas ini ! Kita balik ke topik tadi, bagaimana menurutmu? Apa rencana yang bagus untuk menyelesaikan masalah ini?" tuntut Talitha, "rencana sementaraku adalah mencegah Karin mendengar rekaman itu karena Luna berencana akan mengirimkannya melalui email hari ini. Sebisa mungkin, aku akan membuat Karin sibuk dengan menemaniku hingga jam kepulanganku ke Jepang. Tugasmu adalah mencegah Luna mengirimkan rekaman itu, dan musnahkan aslinya." , kak
"Hish ! Aku benar-benar enggak bisa berpikir sekarang." kata Iqbal, "Nanti. . jam 7 hubungi aku lagi. Jam segitu, kecerdasanku akan meningkat. Aku pasti punya rencana yang bagus."
"Jam 6 ! Jam 6 akan kakak hubungi lagi." putus Talitha.
"Ck, kakak. . ."
Talitha segera mengakhiri perbincangan dengan wajah kusut. Ia melempar Hp-nya secara sembarang diatas tempat tidurnya, disusul dengan tubuhnya.
***
Pagi harinya, Reynata sudah terlihat sibuk di dapur. Karena tahu akan pergi ke rumah sakit, ia mengorbankan diri bangun lebih awal agar bisa menyiapkan sarapan ala kadarnya untuk kedua saudaranya.
"Harumnya sampai ke kamar, Rey?" Miki masuk ke dalam dapur menghampiri kakaknya yang sibuk menggoreng sesuatu. Penampilannya sudah rapi dan wangi.
"Cuma harum telur ceplok, Ki." ia memindahkan satu persatu telur dari penggorengan ke atas tiga piring. "Nih, tolong bawain ke meja. Luna belum keluar dari kandang?" ia menyerahkan dua piring ke tangan Miki. Hari ini sarapan mereka hanyalah nasi berlauk telur dan tempe goreng.
"Hadir." suara Luna mengagetkan keduanya saat berbalik akan menuju meja makan. Luna sudah duduk sambil memerhatikan kedua saudaranya membawakan piring.
"Sejak kapan lu disitu?" tanya Miki.
"Barusan." jawab Luna.
Reynata berjalan mendahului sang adik menuju tempat makan, "Lu siapin airnya, gih." suruhnya pada Luna. Luna tak protes dan menjalani apa yang diperintahkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Sisters 2
General FictionPertemuan yang terjadi karena permintaan Paman Agung, membuat Karin, Luna, Reynata dan Miki harus menerima kenyataan kalau mereka adalah saudara dari satu Ayah yang sama. Hari demi hari mereka lalui dengan tenang dalam rumah yang diwariskan ole...