Kota Tua (Part 4)

247 23 2
                                    

Cuaca yang semula hanya rintik-rintik hujan berubah deras. Beruntung, keempat saudara itu sudah sampai di Museum Bahari. Pak Kusno memandu mereka masuk. Setelah membayar tiket masuk, keempat perempuan itu bersama pemandunya melangkah menuju tangga yang terbuat dari kayu. 

Saat sampai di lantai dua, Pak Kusno menerangkan deretan foto yang yang terpasang di dinding museum. Luna, Karin, Miki dan Reynata memandang lama foto-foto tersebut sebelum akhirnya beralih menuju hall besar yang berisi peta berukuran sangat besar. Peta itu menunjukkan wilayah Jakarta tempo dulu sebelum berdiri pemerintahan dan gedung-gedung pencakar langit. 

Bersama dengan pengunjung lain, mereka memandangi peta itu. Berusaha mencari perbedaan antara zaman sekarang  dengan zaman sebelum kemerdekaan. Miki yang begitu tertarik bergerak membaur dengan pengunjung lain, hingga tak menyadari kalau ketiga saudaranya dan Pak Kusno sudah bergerak ke ruangan lain. 

"Ini adalah kumpulan kapal dan perahu yang digunakan oleh nelayan kita berpuluh-puluh tahun yang lalu. Ada juga kapal yang digunakan oleh nenek moyang kita untuk menjelajahi lautan." Pak Kusno mulai menerangkan. Karin dan Reynata mendekati satu persatu kapal yang yang ada diruangan tersebut dan memotonya sebagai kenangan. 

Luna berjalan mendekati kapal besar yang masih memiliki jaring-jaring diatasnya sebagai layar. Memerhatikan bagian dalamnya yang berdebu. 

"Kapal ini, dulu sempat digunakan oleh perompak yang melewati laut Indonesia." terang Pak Kusno lagi. 

"Kalau dilihat dari kondisinya, kapal-kapalnya masih bagus, ya Pak. Walaupun ada beberapa kayu yang mulai keropos." kata Luna. 

"Iya, soalnya museum ini mendapatkan dana perawatan dari pemerintah." jawab Pak Kusno. 

"Tapi... dibagian depan tadi, dekat pintu masuk, kok enggak terpasang lampu? Kesannya jadi gelap. Itu sengaja dimatikan atau lampunya sedang mati?" tanya Reynata yang telah selesai memoto kapal-kapal yang ada diruangan tersebut. 

"Saya juga kurang tahu. Mungkin, sengaja dimatikan untuk irit listrik." jawab Pak Kusno. 

Luna yang menyadari kurangnya kehadiran satu saudaranya, mulai mencari Miki keseluruh ruangan. "Si bungsu kemana?" tanyanya pada Karin. 

Karin ikut menoleh ke kiri dan ke kanan mencari keberadaan adik bungsung itu. "Perasaan, tadi ngekor dibelakang. Kemana sih, dia?" tanya balik ke Luna. 

"Kalau lu nanya gua, terus gua nanya ke kapal yang bergoyang?" tanya Luna dengan sinis. 

"Coba cari. Itu anak petakilan banget, sih.. bikin susah." kata Karin. 

"Pak Kusno, kita mau cari adik kita dulu.. kayaknya ketinggalan di belakang." kata Karin. Pak Kusno pun mengikuti pergerakan mereka keluar dari ruangan menuju hall, tempat peta besar tadi berada. 

Melihat Miki yang masih begitu fokus pada peta, membuat Luna mendekatinya dan menarik kerah belakangnya, keluar dari kerumunan pengunjung yang lain. "Lu ngapain masih disini? Kita udah diruangan lain, tahu." 

Miki memandangi kakak keduanya itu kemudian nyengir. "Abis, petanya keren. Gua penasaran." 

Luna menyedekapkan kedua tangannya, "Bikin susah. Udah, kita ke ruangan lain." 

"Ntar dulu. Gua mau ambil foto." Miki menyerahkan handphone-nya kepada Luna. "Fotoin, please." Ia bergerak mundur mendekati peta saat pengunjung lain mulai pergi ke ruangan lain. "Ambil fotonya yang bagus, lho." 

Luna menghela nafas, kemudian mulai mengutak-atik handphone adiknya untuk bersiap mengambil gambar. "Satu, dua... tiga." Miki melakukan berbagai gaya dan Luna dengan sabar mengambil foto adiknya. "Udah, ah. Transfer ya, satu foto Rp 10.000." katanya sambil menyerahkan handphone pada Miki. 

Tak memedulikan tagihan yang dikatakan oleh Luna, Miki memeriksa satu persatu foto yang diambil dan tersenyum senang saat melihat hasilnya yang bagus. Luna kembali menarik bagian atas kaus adiknya, bergerak mengarah kepada dua saudaranya yang menunggu di depan ruang kapal.



My Lovely Sisters 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang