Extermination (Part 7)

160 22 1
                                    

Karin bersama dengan tantenya kini tengah menyantap makanan penutup. Karin terlihat terkesima dengan cake strawberry-nya yang memiliki warna cantik berhiaskan potongan strawberry diatasnya. 

"Enggak kamu makan, Rin?" tanya Tante Talitha yang telah menyuapkan sesendok kecil cake tiramisu. 

Karin menatap tantenya dengan tatapan enggan, "Kayaknya enak, tapi sayang kalau dimakan.. Warnanya cantiiiik banget." katanya dengan suara gemas. 

Tante Talitha terkekeh mendengar perkataan keponakannya, "Kamu masih aja enggak berubah, ya.. selalu terbawa perasaan kalau lihat makanan atau minuman yang tampilannya cantik." 

Karin tak terlalu mendengarkan melainkan mengeluarkan handphone-nya dari tas untuk bersiap mengambil foto makanan dihadapannya. 

"Kalau enggak kamu makan, itu bakal sedih, lho.. sama kayak nasi, kalau enggak dimakan bakal nangis." kata Tante Talitha. 

"Ahahaha, apa sih, Tante.. Tante pikir aku masih bisa dibohongin sama hal-hal kayak, gitu." Karin tertawa lepas. Tante Talitha hanya tersenyum sembari mengunyah pelan. "Iya iya, aku makan.." dia mengambil pisau dan garpu disisi piringnya. Terlihat menguatkan hati sebelum benar-benar memotong kue cantik dihadapannya. Mengarahkan potongan kecil itu kedalam mulutnya. Sensasi rasa manis dan asam langsung memenuhi rongga mulutnya. Ia sampai memejamkan kedua matanya ketika menikmati rasa yang paling disukainya. "ini beneran, enaaaakk banget." Karin mengecap-ecap rasa yang tersisa dari kelembutan kue didalam mulutnya. 

"Enak, kan? Makanya sayang banget kalau cuma dipandangin.. makan kue seenak ini tuh, kayak ngasih hadiah ke dalam badan yang udah berjuang keras selama berhari-hari, tahu." kata Tante Talitha dengan mengangkat garpu yang tertancap pada potongan kuenya.

"Hahaha, Tante bisa aja ngasih perumpaan... tapi, aku emang udah agak lama enggak makan kue yang seenak ini." ia memasukkan lagi potongan kue kedalam mulutnya, "kayaknya lain kali aku bakal kesini lagi deh dan ngajak saudara-saudara aku. Mereka pasti senang banget." 

Tante Talitha tersenyum mendengar keinginan keponakannya, "kamu berulang kali nyebutin saudara-saudara kamu.. ingin mengajak mereka bertemu dengan ku, sampai ingin membawa mereka kemari... ikatanmu dengan mereka terlihat benar-benar kuat. Entah kenapa, Tante enggak melihat hal serupa kalau kamu bersama anak-anak tante. Padahal sama-sama saudara, kan?" 

Karin merasa tak enak mendengar perkataan Tantenya yang membandingkan ketiga saudaranya di rumah dengan anak-anaknya, "Aku enggak bermaksud membeda-bedakan, kok Tante.. cuma.. kayaknya tiba-tiba pengen aja bawa mereka kesini, yah semacam perasaan mau pamer kalau aku nemuin tempat makan yang enak." ia tersenyum canggung. 

Tante Talitha membalas senyuman itu. Dalam hatinya, ada perasaan muak ketika tiap kali mendengar Karin begitu mengutamakan saudara-saudaranya. Jika benar ikatannya sudah sedekat itu, pasti akan sulit untuk memisahkan mereka. Ia berpikir perlu mendiskusikan hal ini pada Iqbal supaya bisa mendapatkan jalan keluar.  "Oh iya, Rin.. Beberapa hari lagi Tante harus kembali ke Jepang.. selama Tante disini, kamu mau kan nemenin Tante di apartemen? Tante ngerasa kesepian karena udah ditinggal sama suami dan anak-anak Tante. Cuma 5 hari, kok." Tante Talitha mengangkat dua tangannya dan menempelkannya seolah memohon. 

"Heumm, gimana ya, Tante.. masalahnya, ada saudaraku yang kondisinya perlu diperhatikan.. kalau aku pergi, aku khawatir dia bakal mulai enggak mengurus dirinya lagi. Ada sih yang bisa ngawasin, tapi.. di rumah, seenggaknya cuma aku yang omongannya bakal dia dengerin." Karin berusaha menolak dengan halus. 

"Tante, kan juga perlu diperhatiin, Karin.. kamu enggak kasihan lihat Tante di apartemen sendirian? Kalau saudara kamu, kan,  masih ada yang lain yang bisa jaga.. masalah pengawasan kamu bisa koordinasi sama saudara-saudara yang lain dan pantau by handphone? Mau yaaaa." Talitha berusaha memohon. Ia memang hanya bisa sebentar berada di Indonesia. Dalam waktu yang singkat itu, setidaknya ia harus bisa membuat Karin bimbang dengan kepercayaannya terhadap saudara-saudara yang lain. "Cuma 5 hari." ia mengangkat tangannya, merentangkan jari-jarinya bermaksud menunjukkan angka 5. 

Karin semakin tidak enak karena harus melihat Tantenya memohon. Seharusnya, dia memang mengutamakan permintaan Tantenya, yang dulu telah memberi kontribusi besar terhadap kehidupannya meskipun pada akhirnya, ia dan keluarganya pergi tanpa kabar dan memutuskan tinggal di luar negeri. Namun, ia yakin itu bukan sepenuhnya kesalahan Tante Talitha ataupun Paman Iqbal, melainkan dirinya yang memilih meninggalkan rumah-rumah mereka dan hidup mandiri. "Duh, gimana ya, Tante.. aku jadi bingung." ia menggaruk bagian belakang kepalanya yang sebenarnya tidaklah gatal. 

Tante Talitha meletakkan pisau dan garpunya kemudian menarik tangan Karin, dengan memberikan pandangan memohon, "Cuma 5 hari, Karin.. setelah itu, Tante enggak tahu kapan bisa ketemu lagi sama kamu." suaranya terdengar merendah. 

Karin menghela nafas panjang. Berpikir, sepertinya memang tidak ada salahnya kalau kali ini mengabulkan permintaan Tantenya. Toh, hanya 5 hari, dan selama itu pula ia masih bisa mengawasi saudara-saudaranya melalui komunikasi handphone atau setelah pulang kantor, dia bisa mampir dulu ke rumahnya untuk melihat keadaan kedua saudaranya. "Ya udah, Tante.. aku akan temenin Tante, selama lima hari." katanya. 

Wajah Tante Talitha terlihat sumringah, "Beneran? Kamu benar-benar mau?" namun kesenangan itu tiba-tiba berubah kembali sedih, "tapi... kamu terlihat terpaksa, kalau kamu enggak mau, Tante enggak mau maksa, deh. Tante, malah jadi ngerasa enggak enak." 

"Enggak, kok Tante.. lagian benar juga apa yang Tante bilang, setelah lima hari kedepan, aku enggak tahu kapan lagi bisa ketemu sama Tante." Karin memaksakan senyumnya.

Tante Talitha kembali senang, "Makasih, karena kamu ngerti maksud Tante.. terus, kapan kamu mau mulai tinggal bareng, Tante? Hari ini, enggak apa-apa lho." katanya lagi dengan semangat. 

"Jangan sekarang, Tante.. aku enggak bawa baju buat besok kerja. Mungkin sehabis pulang dari kantor, aku langsung ke apartemen. Lagian, aku harus pamitan langsung sama saudara-saudaraku supaya enggak ada kesalahpahaman." terang Karin. 

"Ya udah enggak apa-apa.. Tante akan tunggu kamu di apartemen, besok." jawabnya dengan riang. Kemudian, keduanya terdiam untuk melanjutkan sisa kue diatas meja mereka.



My Lovely Sisters 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang