Pagi harinya, Karin menjadi orang pertama yang keluar dari kamarnya. Ia menuju lantai bawah untuk bersih-bersih. Beberapa saat kemudian, Miki menyusul. Ia mendengar suara aktifitas dari bawah dan sudah menduga kalau Karin menjadi orang pertama yang bangun. Terlihat dari pintu kamarnya yang sudah setengahnya terbuka.
Miki melangkah kakinya menuju pintu depan kamar Luna. Ia berniat membangunkannya.
Tok tok tok.
Tak ada respons. Miki kembali mengetuk pintu itu. Hingga akhirnya, pintu terdorong ke dalam. Menampilkan sosok Luna yang tidak biasa. Rambutnya tergerai berantakan. Raut wajahnya kusut dengan dua mata sembab. Bahkan untuk pertama kalinya, ia melihat samar cekungan hitam dibawah matanya. Ia pucat dengan bibirnya yang kering. Ia menyandarkan tubuhnya di daun pintu, tak bertenaga.
"Kenapa, Ki?" tanyanya dengan suara nyaris tidak terdengar.
Miki tak langsung menjawab karena syok melihat penampilan kakaknya. Luna memandanginya dengan dua mata menyipit. Kemudian, melambaikan sebelah tangannya ke arah wajah adik bungsunya itu.
"Oi?" tegurnya dengan suara tak bertenaga.
"Lu kacau banget, sih kak?" Miki bergerak maju untuk menyentuh lengan kakaknya, yang langsung ditepis pelan oleh Luna. Miki sempat merasakan suhu tubuh kakaknya yang menghangat. Ia mengabaikan penolakan Luna, dan tetap mengarahkan telapak tangannya ke kening. Panas. "Lu sakit, kak? Badan lu panas banget."
Luna kembali melepaskan telapak tangan Miki dari keningnya. "Cuma pusing biasa. Mungkin kecapekan."
"Udah pasti, lu kecapekan. Dari kemarin, keluar terus." Miki menggelengkan kepalanya, prihatin melihat keadaan kakaknya yang benar-benar kacau. "Mata lu sampe sembab begitu... lu nangis ya, semalaman? Lu diapain emang sama paman dan bibi lu?" ia melepaskan dugaannya karena khawatir.
Luna mengangkat telapak tangannya,memberi isyarat agar adiknya berhenti bertanya. "Enggak. Gua enggak nangis. Ini efek kecapekan. Sekarang, gua butuh istirahat. Jangan ganggu gua, ya.. mau tidur sampe sore." baru saja ia akan menutup pintunya sebelum Miki dengan sekuat tenaga menahannya.
"Jangan lupa sarapan, kali Lun. Masa mau tidur sampe sore. Oh iya, lu enggak mau periksa. Kayaknya kondisi lu parah, lho."
Luna menggelengkan kepalanya. "Enggak. Gua enggak apa-apa. Soal makan, nanti gua turun kalau lapar." Ia memandangi tangan Miki dari daun pintunnya, memberi isyarat agar adik bungsunya melepaskan tangannya dari sana.
Miki menuruti perintah kakaknya dan membiarkannya kembali menutup pintu kamar. Ia tahu ada yang tidak beres dari Luna. Miki tidak yakin, kakaknya hanya sekedar kecapekan dengan keadaan kacau seperti itu. Pasti ada yang sesuatu yang buruk terjadi saat pertemuan semalam. Ia buru-buru turun untuk menemui kakak pertamanya dan memberitahukan kondisi Luna.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Sisters 2
Fiksi UmumPertemuan yang terjadi karena permintaan Paman Agung, membuat Karin, Luna, Reynata dan Miki harus menerima kenyataan kalau mereka adalah saudara dari satu Ayah yang sama. Hari demi hari mereka lalui dengan tenang dalam rumah yang diwariskan ole...