Sesampainya di rumah, Luna segera masuk ke dalam kamar. Meninggalkan dua saudaranya yang baru masuk dan memandanginya dengan perasaan tak nyaman. Miki menyenggol lengan Reynata, dan menunjukkan raut khawatir. Selama diperjalanan pun Luna tak mengatakan apapun, meskipun Reynata menasehatinya untuk lain kali bersikap lebih sopan. Tak hanya itu, Luna bahkan tak menanggapi ketika Miki sekali lagi mengatakan kalau semua yang terjadi karena dirinyalah yang memulai.
"Rey, kayaknya Luna marah banget, ya?" kata Miki setelah melepas sepatunya.
Reynata menepuk-nepuk pelan pundak adiknya, bermaksud menenangkan, "Jangan dimasukkin ke hati. Seharusnya, dia enggak berhak bersikap kayak gitu ke kalian. Biar, nanti sekali lagi gua ngomong sama dia."
Miki mengangguk kemudian dengan tak bersemangat menaiki anak tangga menuju kamarnya. Reynata mengikuti dari belakang setelah mencek pintu rumahnya terkunci. Ia melirik ke arah pintu kamar Luna yang tertutup, mengira-ngira apa yang sedang dilakukan Luna didalam. Apakah ia langsung membersihkan diri dan akan pergi tidur, atau malah akan memikirkan kejadian hari ini seorang diri? Bolehkah ia berharap, kalau sekarang dia merasa bersalah akan sikapnya barusan dan akan meminta maaf pada saudara-saudaranya, terlebih Miki..
Reynata membuka pintu kamarnya dan menutupnya kembali dengan rapat. Ia memijat leher bagian belakangnya yang mulai terasa sakit. Nampaknya, ia terlalu keras memikirkan kejadian hari ini. Setelah rasa penatnya sedikit berkurang, ia beranjak untuk membersihkan diri.
***
Di kamar lain, Luna terlihat duduk diatas meja belajarnya dengan dua tangan menyanggah kepala. Memikirkan apa yang telah dilakukannya terhadap Tante Talitha dihadapan saudara-saudaranya hingga memancing kemarahan Karin dan rasa bersalah Miki. Mungkin ia memang sudah kelewatan membahas hal sensitif di momen pertama pertemuan mereka, tapi. . . ia masih tidak mengerti rasa tertekan yang ditunjukkan oleh Tante Talitha yang semakin membuatnya ingin mencaritahu.
"Tok tok."
Luna menoleh ketika pintu kamarnya diketuk pelan dari luar. Ia menghela nafas karena menduga orang itu mungkin Reynata, yang akan kembali mengajaknya bicara dan membujuknya untuk meminta maaf pada Karin seperti yang dilakukannya sepanjang perjalanan barusan.
"Lun? Udah tidur, belum?"
Ternyata dugaannya salah, bukan suara Reynata melainkan Miki. Luna berdiri menghampiri pintu dan membukanya. Raut wajah Miki belum berubah, masih khawatir sekaligus bersedih. Nampaknya, ia masih memikirkan kejadian tadi.
"Ganggu, ya?" tanyanya lagi, dengan nada takut-takut. Rasanya baru kali ini, Luna melihat sikap Miki yang begitu sopan padanya. Ia tidak tahu sikapnya tadi sudah memberikan efek yang kuat pada saudara-saudaranya. "Kalau ganggu, lanjut besok aja, deh." katanya lagi, karena Luna masih tak mengatakan sepatah kata pun. Ia bergerak untuk berbalik akan kembali ke kamarnya.
"Enggak. Kenapa?" akhirnya Luna bicara dan membuat Miki terhenti dari langkahnya. "ada yang mau lu omongin?"
Miki menghadapkan tubuhnya kembali ke arah Luna, "Mau minta maaf soal tadi. Berapa kali pun gua mikirin itu, tetap aja kayaknya pangkal masalahnya itu karena gua. Harusnya gua enggak ngomongin hal yang bikin Tante Talitha jadi bahas soal nyokap dan orangtua kita. Maaf, ya."
Luna menghela nafas panjang, "Kalau gua enggak jawab permintaan maaf lu, lu bakalan terus-terusan minta maaf, kan?" tanyanya. Miki mengangguk. "Kenapa? bukannya biasanya lu seneng gua diomelin sama Karin?" Miki menggeleng, "kenapa?"
"Beda."
"Apanya?"
"Biasanya lu diomelin buat hal sepele, dan nada omelan Karin juga beda. . . kalau tadi, kayaknya Karin beneran marah . . . mirip kayak kejadian tahun lalu waktu kalian berantem." aku Miki, "jadi gua khawatir." ia berhenti sebentar menunggu kalau mungkin Luna akan menanggapi perkataannya, namun kenyataanya dia masih diam seolah menunggu dirinya benar-benar selesai bicara, "Gua juga lihat, kayaknya lu enggak suka cara Tante Talitha membanding-bandingkan lu sama Nyokap, gua enggak tahu alasannya, tapi kayaknya gua penyebab kemarahan lu dan Karin." suara Miki penuh dengan nada penyesalan.
Luna menghela nafas panjang dan memejamkan mata sejenak. "Marah banget, ya?" tanya Miki lagi. Luna menggelengkan kepalanya, "Enggak. Mungkin gua yang terlalu sensitif dan bersikap engggk pada waktunya." katanya, "lu enggak perlu minta maaf, gua yang salah. Sorry udah bikin lu khawatir."
Miki tersenyum lega, tapi masih ada satu hal yang ia pikirkan, "Terus, Karin, gimana?"
"Nanti, gua hubungin dia, biar marahnya enggak berlarut-larut."
"Bilangin, gua juga minta maaf gitu, ya...."
Luna mengangguk, "Nanti gua sampaikan. Masih ada yang mau diomongin? Kalau enggak, gua mau bersih-bersih dan tidur."
Miki menggeleng. Hatinya sudah merasa lebih baik. "Oke, good night."
"Night." Luna berbalik kemudian menutup pintunya dengan rapat, bersamaan dengan Miki yang masuk kedalam kamarnya.
Tanpa sepengetahuan keduanya, ada seseorang yang menguping dari balik pintu kamar. Reynata tersenyum lega ketika kedua saudaranya sudah kembali berbaikan. Namun, besok ia harus tetap bicara dengan Luna mengenai sikapnya terhadap Tante Talitha.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Sisters 2
General FictionPertemuan yang terjadi karena permintaan Paman Agung, membuat Karin, Luna, Reynata dan Miki harus menerima kenyataan kalau mereka adalah saudara dari satu Ayah yang sama. Hari demi hari mereka lalui dengan tenang dalam rumah yang diwariskan ole...