Di tempat lain, Talitha terlihat sedang duduk di sofanya dengan sebelah tangan memegangi gelas berisi anggur. Kedua matanya menatap ke arah jendela yang menampakkan deretan gedung perkantoran yang sebagian besar jendelanya mulai gelap karena tak ada lagi aktifitas didalamnya. Sesekali tangannya bergerak, mendekatkan gelas dan mencicip cairan berwarna merah maroon didalamnya.
Aura tubuh dan raut wajahnya yang dingin terasa menyatu dengan kesunyian apartemennya. Satu-satunya kebisingan yang terdengar hanyalah dari nafasnya yang teratur. Ia menggeser tubuhnya yang semula duduk tegak menjadi menyandar pada bantal yang dijadikan sanggahan dibelakangnya. Ia brusaha membuat tubuhnya lebih rileks dan menikmati tenangnya suasana sekitar.
Tatapannya tak lagi mengarah pada pemandangan di luar jendela melainkan melayang jauh seolah meninggalkan masa kini. Kosong namun tak benar-benar mengosongkan diri karena ingatannya menuntunnya pada kenangan masa lalu. Membuat kedua matanya melihat sesuatu yang seharusnya telah lewat dalam kehidupannya.
"Kenapa kalian sampai melakukan hal sejauh ini?" pertanyaan bernada marah terlontar dari Karina, sang kakak tertua pada Talitha dan Iqbal, yang ketiganya kini berdiri saling berhadapan, "kalian tentu tahu, kan ini tindakan kriminal yang berat !" kemarahannya semakin meningkat. Rautnya tertekan. Rambutnya yang hitam dan panjang terlihat berantakan akibat dua tangannya yang sempat menggenggam barisan tebal surai itu karena rasa sakit yang berdenyut-denyut dalam kepalanya.
"Ini jalan yang terbaik, Kak.." jawab sang adik bungsu dengan nada dingin, seolah tak berpengaruh dengan perkataan sang kakak yang menuduhnya salah.
Karina menatap tajam pada Iqbal. "Apanya yang terbaik!? Kalian membunuh Lucy dan Renny! Apa kalian mengerti kata yang barusan kuucapkan, kalian membunuh!" ia berteriak.
"Kak, turunkan suaramu.. apa kau mau pembicaraan ini terdengar oleh Karin yang sudah tidur?" Talitha mengingatkan dengan nada yang sama, seolah Karina lah satu-satunya orang yang memiliki pemikiran yang tidak sama.
Karina menjambak rambutnya kembali. Melangkah kaki ke kanan dan ke kiri, mengekspresikan kebingungannya. "kalian seharusnya membicarakan hal ini dulu padaku.. aku tak pernah mengharapkan ada pembunuhan." ia meracau tanpa memandangi dua saudaranya yang kini terlihat malas mendengar sikap kakak tertuanya.
"Kita sudah pernah membicarakannya, dan kamu setuju. Kakak juga yang menghubungi mereka berdua dan memberinya ancaman." Talitha mencoba mengingatkan.
Karina mengarahkan telunjuk kanannya untuk memberikan peringatan pada sang adik, "CUMA peringatan..." nadanya menekankan, "...enggak lebih, apalagi dengan pembunuhan seperti ini."
Iqbal dan Talitha sama-sama menghela nafas panjang mendengar penolakan sang kakak. Karina beralih dengan duduk diatas sofa masih memegangi kepalanya yang sakit karena sulit menerima kenyataan yang didengarnya.
Beberapa hari lalu, dirinya memang menghubungi Luci, Manda dan Renny untuk memberi peringatan. Ia mencapai puncak kemarahannya saat tahu pengorbanannya sebagai istri pertama tak kunjung berakhir apalagi saat tahu sang mertua terlihat berencana menunjuk Luna sebagai pewaris. Ditambah dengan masukan-masukan bernada kebencian dari kedua adiknya yang semakin membuatnya tidak menyukai ketiga perempuan yang juga dinikahi oleh suaminya.
Iqbal melangkah maju mendekati sang kakak yang frustrasi, "Kakak enggak perlu takut atau memusingkan hal ini, biar kami yang bekerja dan kami berjanji tidak akan ada seorang pun yang tahu apalagi melibatkan kakak dalam kasus ini." kedua tangannya mencengkeram dua lengan perempuan dihadapannya, "...pikirkan aja hasil akhirnya... kakak akan terlepas dari rasa pengorbanan yang menyakitkan ini dan masa depan Karin akan cerah. Kami akan melakukan segala cara agar Karin mendapatkan yang seharusnya ia dapatkan. Kasih sayang penuh dari kedua orangtuanya juga dari kakek dan neneknya." suaranya melembut agar bisa menenangkan sang kakak.
Talitha ikut bergerak mendekati Iqbal dan tatapan tertuju pada Karina, "Mungkin memang terlihat kejam, tapi hanya ini jalan satu-satunya supaya hidup kita lebih sejahtera dan terjamin." ia berjongkok, mencari wajah sang kakak yang ditutupi dengan dua tangannya. "pengorbanan kakak akan kami akhiri... semua yang menghalangi akan kami singkirkan atau dikembalikan pada tempatnya yang semula."
"...Kalian..." perkataannya lebih terdengar seperti gumaman, "...apa yang membuat kalian yakin semua ini akan berakhir setelah melakukan perbuatan paling biadab seperti ini?" ia mengangkat wajahnya yang teraliri air mata, "apa yang membuat kalian yakin, masa depan Karin akan lebih baik setelah ini? apa alasan kalian kalau aku bisa hidup lebih baik setelah tahu apa yang telah kalian lakukan?" Karina menyingkirkan cengkeraman tangan sang adik dari lengannya, "mereka... yang kalian bunuh, bukan cuma seorang perempuan biasa... mereka seorang istri dan juga ibu ! masa depan yang kalian hancurkan bukan hanya tiga orang melainkan enam atau bahkan tujuh dengan suamiku. Aku--aku enggak bisa menerima perlakuan kalian dikala statusku juga adalah seorang istri dan ibu. Tidakkah kalian memikirkan masa depan anak-anak mereka? Kalau ibu mereka mati, bagaimana dengan anak-anaknya? Aku memang merasa muak dengan banyaknya pengorbanan yang kulakukan, berulang kali aku berniat mengakhiri hingga akhirnya aku mengambil jalan mengancam tapi tak sekalipun aku berniat sampai menghabisi mereka demi keinginanku." Karina memandang tajam dua adiknya, "misiku melakukan ancaman adalah supaya mereka mendengarkanku dan melakukan apa yang kukatakan supaya tak ada yang terluka.. bagi aku ataupun mereka."
Iqbal menatap malas, kemudian berdiri dengan dua tangan disedekapkan didada, "Kakak sudah berkorban banyak masih saja memikirkan masa depan orang lain.. kalau seperti ini, mungkin lebih baik kalau kita segera singkirkan saja semua yang mengganggu kakak."
Karina mengerutkan keningnya, "Apa maksud perkataanmu?"
Iqbal membalikkan badannya kemudian melangkah agak menjauh dari tempat sang kakak duduk. Tatapan Talitha mengikuti pergerakan sang adik. Dalam diam, sebenarnya ia mengerti dengan maksud perkataan Iqbal. Menyingkirkan semua, itu berarti termasuk dengan anak-anak Luci, Manda dan Renny.
Iqbal tak memberikan penjelasan apapun kemudian berjalan keluar dari ruangan.
"Iqbal !" panggil Karina yang merasakan firasat tak enak mengenai ucapan sang adik. Ia tak mau saudaranya itu bertindak lebih jauh dari yang sudah dilakukannya.
"Kak.. udahlah... berhenti meneriakinya.." Talitha menegur dengan suara rendah. "...dibanding kakak, bebannya saat ini lebih berat demi mewujudkan masa depan kita yang lebih baik."
Karina memandangi sang adik kedua yang sama sekali tak merasa terganggu dengan tindakan Iqbal. Ia merasakan dugaan kuat kalau dirinya mengetahui sesuatu tentang ucapan adik bungsunya barusan. "Talitha..." panggilnya, "apa enggak bisa kamu hentikan dia? kita hentikan semua ini sebelum semuanya berubah menjadi semakin buruk."
Talitha tak merespon. Ia hanya memandangi sang kakak yang terlihat memohon. Lalu, ia memejamkan dua matanya kemudian menghela nafas panjang untuk membuang kekesalan yang sebenarnya sudah memuncak akibat perkataan sang kakak, "menghentikan semuanya sekarang justru akan memperburuk situasinya. Rencana yang udah disusun rapi akan gagal dan akan cepat diketahui oleh suami kakak yang saat ini bahkan menyewa banyak mata-mata." ia membuka kedua matanya kemudian menatap sang kakak dalam lirikan, "masa depan kita semua akan hancur kalau kita berhenti sekarang."
Karina menatap tidak percaya dengan perkataan adik keduanya. Ia sama sekali tak menyangka kalau kedua adiknya kini berubah menjadi monster yang begitu jahat dan menakutkan, "kalau bukan sekarang, nanti.. masa depan kita pun akan hancur, dek." katanya yang kini merasa kehilangan banyak tenaga untuk bicara sehingga suaranya memelan,"bangkai yang ditutup rapat, baunya pasti lambat laun akan tercium dan ditemukan."
"...walaupun akan hancur juga.. tapi, setidaknya waktu menuju kesana akan lebih lama dibandingkan harus berhenti sekarang. Enggak apa hancur, yang penting kita semua mendapatkan apa yang kita mau dan merasakan hidup yang lebih baik dibanding sekarang." kalimat panjang tersebut menjadi penutup perdebatan dua saudari tersebut. Talitha memilih keluar dari ruangan dan meninggalkan sang kakak seorang diri dengan rasa syok yang hebat.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Sisters 2
Ficción GeneralPertemuan yang terjadi karena permintaan Paman Agung, membuat Karin, Luna, Reynata dan Miki harus menerima kenyataan kalau mereka adalah saudara dari satu Ayah yang sama. Hari demi hari mereka lalui dengan tenang dalam rumah yang diwariskan ole...