Jarum jam hari itu terlihat berputar lebih cepat, hingga tak terasa obrolan dan candaan yang terlontar dari keempat saudara yang kini telah berkumpul di ruang perawatan telah memasuki jam 5 sore.
"Rin, gua balik ke rumah dulu sebentar, boleh enggak? Mau mandi dan beres-beres pakaian dalam tas. Kalau udah selesai, sekitar abis Isya, gua balik lagi ke sini." ijin Reynata yang sejam lalu sudah merasa tidak nyaman dengan tubuhnya. Perjalanannya yang menggunakan fasilitas kereta dan busway membuat pakaiannya lengket karena keringat. Ia juga mulai merasakan bau badan yang tidak enak dari dirinya sendiri.
"Boleh lah. Ajak si bungsu sekalian. Biar bisa mandi, abis itu gantian. Kalau kalian udah balik lagi ke sini, gua yang bakal pulang buat bersih-bersih." kata Karin.
Reynata tersenyum semringah mendengar mendapatkan ijin dari kakak tertuanya itu. "Ya udah, yuk Ki." ajaknya pada Miki yang sibuk memakan jeruk.
"Kalian pulang barengan aja. Biar datangnya juga bisa barengan, gua enggak apa-apa, kok ditinggal sementara sendirian." usul Luna sambil merebut setengah bagian jeruk yang sedang dikupas oleh adik bungsunya. Miki agak cemberut mendapati perlakuan itu.
"Ehh jangan... kalau ada apa-apa, gimana? Umpamanya, lu mau ke kamar mandi, siapa yang nganterin? Atau ketika ada masalah administrasi. Enggak mungkin, lu ngelakuin semuanya sendiri. Gua enggak mau, ah." Karin menolak mentah-mentah usul Luna.
"Ye'elah, kan ada tombol pemanggil susternya. Gua mau ke kamar mandi, tinggal pencet dan minta tolong susternya. Soal administrasi, pasti bisa nunggu lah. Gua di rumah sakit enggak sendirian, kali... banyak petugas yang siaga kalau dipanggil." katanya berusaha meyakinkan.
"Enggak mau. Gua tetap enggak tenang kalau ninggalin lu sendirian." jawab Karin.
Ditengah perdebatan antara Luna dan Karin, tiba-tiba pintu ruangan lagi-lagi dibuka dari luar kemudian memunculkan wajah Arga. Keempat perempuan itu menatap heran dengan kedatangannya, meskipun bagi Karin dan Miki sudah terbiasa melihat kedatangan rutin kekasih Luna itu.
"Permisi..." Arga menyapa dengan canggung saat melihat tatapan heran dari keempat perempuan didepannya. Ada perasaan lega dan rindu saat melihat kekasihnya sudah bisa duduk bersandar dan kini melihat kedatangannya.
"Eh, Arga.. udah sampai." balas sapa Karin, ia melihat jam tangannya. "Baru jam 5, tapi lu udah sampai sini. Pulang cepat, yah?" tanyanya.
Arga mengangguk kemudian berjalan mendekat ke arah empat perempuan itu, "Iya." ia tersenyum melihat kekasihnya sudah sadar, lalu merasa heran dengan kehadiran Reynata, sosok asing baginya. Ia belum pernah melihatnya selain Miki dan Karin.
"Halo." sapa Reynata yang menyadari tatapan canggung dari Arga terhadap dirinya, "Gua Reynata, saudaranya Luna. Kita belum pernah ketemu sebelumnya." katanya sambil menyodorkan tangannya.
"Arga. Pacar si zombie." kata Arga, yang sangat fasih mengejek eksistensi Luna.
"Ck. Cewek cantik begini dibilang zombie." Luna bergumam dengan mengeluarkan desisan kesalnya.
"Oke. Kalau ada Arga, gua bisa tenang ninggalin lu, Lun." kata Karin secara tiba-tiba. Membuat Arga menoleh dengan tatapan bingung. "Ga, gua sama saudara-saudara gua mau pulang dulu sebentar. Lu bisa kan jaga Luna? Kalau ada urusan administrasi, lu bisa bantu urus?" tanya Karin.
"Bisa, kok. Tenang aja. Tapi, kalian balik lagi, kan?" tanya Arga dengan polos.
"Iyalah. Enggak mungkin, kita ninggalin kalian berdua terlalu lama. Kalau ada apa-apa, gimana?" balas Miki.
"Ada apa-apa? Maksudnya?" tanya Arga. Luna pun menatap dengan bingung.
"Ya entahlah, namanya juga kita ninggalin cowok dan cewek disatu ruangan. Udah gitu, suasana sepi... ditambah Luna udah sadar, pasti ada laaahh yang merasa kangen. Kalau udah kangen, bisa aja kan terjadi sesuatuuu..." kata Miki dengan kerlingan mata yang membuat Karin dan Reynata mengerti maksud perkataannya.
![](https://img.wattpad.com/cover/95925263-288-k987330.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Sisters 2
General FictionPertemuan yang terjadi karena permintaan Paman Agung, membuat Karin, Luna, Reynata dan Miki harus menerima kenyataan kalau mereka adalah saudara dari satu Ayah yang sama. Hari demi hari mereka lalui dengan tenang dalam rumah yang diwariskan ole...