Karin mematung dalam duduknya. Kedua matanya dipaksakan untuk fokus ke layar komputer saat mendengar suara-suara dibelakangnya.
"Makasih banyak, lho Mbak Dila. Semuanya udah disiapin. Udah gitu, photographernya juga professional. Aku sempat cek hasil jepretannya dan suka sama foto-foto yang dia ambil." suara Kalinda terdengar riang yang disambut senyuman bangga dari Dila.
"Syukur deh, kalau apa yang udah kita lakuin dari pagi bisa sesuai sama keinginan Mbak Kalinda. Aku juga senang banget kalau Mbak puas."
"Iya, puas banget deh pokoknya. Baju-bajunya nanti, biar aku ambil lagi lain waktu. Enggak apa-apa, kan? Soalnya, mobilnya Fathian penuh sama barang-barang pribadinya."
"Iya, enggak apa-apa. Aku bakal simpan baju-baju kamu dengan baik."
"Bener lho, ya..." goda Kalinda, "Jangan sampe kamu sewain lagi ke pelanggan buat kebutuhan prewed apalagi dijual."
"Enggak lah ! Mana pernah aku kayak gitu." bantah Dila. Kedua perempuan itu kemudian tertawa, membiarkan Fathian yang berdiri disamping Kalinda merasa canggung karena tidak bisa terlibat dalam percakapan mereka. Matanya teralihnya melihat punggung Karin.
Dalam diamnya, ia masih tak menyangka akan bertemu lagi dengan perempuan yang dulu mati-matian diperjuangkannya. Entah dunia yang memang sangat kecil atau takdir yang sengaja sedang mempermainkannya. Dari begitu banyaknya butik yang tersebar di Jakarta Selatan, ia tak mengerti kenapa calon istrinya memilih butik Aurora dan membuatnya harus bertemu dengan Karin.
Awal perpisahan, adalah masa paling menyiksa bagi Fathian karena harus menerima omelan dan paksaan dari kedua orangtuanya. Hatinya yang masih sakit dan pedih menerima keputusan Karin untuk mengakhiri hubungannya, dipaksa segera pulih dan menerima perempuan lain yang sejak awal sudah dipilihkan oleh orangtuanya.
Bahkan, dia sampai harus berlutut meminta maaf pada kedua orangtua Kalinda dan berpura-pura memohon agar dimaafkan serta diberikan kesempatan agar bisa meminang Kalinda. Fathian harus menerima murka sebelum akhirnya kedua orangtua Kalinda memaafkannya. Itu pun karena bantuan Kalinda sendiri, yang entah bagaimana jatuh hati padanya dan bersikeras ingin tetap menikah dengannya.
Setelah itu, pihak orangtua memutuskan mengatur ulang tanggal pernikahan Fathian dan Kalinda. Kalinda menolak pernikahan yang terburu-buru itu. Dia minta diberi waktu setahun hingga menyelesaikan kuliahnya di Inggris. Karena permintaan itu, akhirnya orangtua Fathian mengirim Fathian ke Inggris untuk melanjutkan kuliahnya. Universitas yang sama dengan Kalinda.
"Ya udah, Mbak. Aku pamit, ya. Sekali lagi makasih buat kerja kerasnya hari ini." perkataan Kalinda membuyarkan lamunannya.
"Oke. Sukses sampai hari H, ya." balas Dila.
Kalinda mengangguk kemudian menggandeng lengan Fathian menuju pintu keluar. Dia dan Fathian sempat memberikan senyuman perpisahan pada Karin yang masih kaku dibangkunya, namun dengan lihai Karin bisa membalasnya dengan senyuman ramah.
"Senang deh, kalau abis ngelihat pasangan yang akan menikah. Aura kebahagiaan mereka tuh seolah nular dan bikin aku pengen buru-buru nikah juga." komentar Dila.
"Ya udah, buru-buru dilaksanain dong Mbak Dila." kata Karin bermaksud menggoda.
Dila mendesah, "Lakinya belum siap, jadi akunya bisa apa. Eh, kok aku jadi curcol sama kamu. Hahaha."
Karin ikut terkekeh, "Enggak apa-apa, Mbak."
"Ya udah, aku masuk dulu. Thanks ya, udah ikut bantu juga persiapan hari ini. Nanti aku kasih bonus deh, kamu. Tapi, enggak banyak-banyak. Hihihihi." kata Mbak Dila sambil terkikik.
"Asyiiiikkk, Mbak Dila baik banget sih. Aku doain biar buru-buru dilamar deh dan nikah."
"Amiiiiiiinnnn !" seru Dila sebelum ia masuk kembali ke dalam ruangannya.
Sepeninggal Dila, Karin menghela nafas lega saat Fathian dan calonnya akhirnya pergi meninggalkan butik.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Sisters 2
General FictionPertemuan yang terjadi karena permintaan Paman Agung, membuat Karin, Luna, Reynata dan Miki harus menerima kenyataan kalau mereka adalah saudara dari satu Ayah yang sama. Hari demi hari mereka lalui dengan tenang dalam rumah yang diwariskan ole...