Kesadaran (Part 3)

149 15 1
                                    

Ditempat lain, Luna, Reynata dan Miki tengah berkumpul di ruang keluarga dan menonton televisi. Luna menompangkan kepalanya dengan satu tangan yang berdiri tegak pada pegangan sofa. Miki duduk dibawah, menyandarkan tubuhnya pada sofa. Reynata duduk disamping Luna, terlihat tidak nyaman. Beberapa kali dia menaik-turunkan kedua kakinya. Menghela nafas panjang. Menggigiti jarinya dan menampakkan raut wajah khawatir. 

"Lu kenapa sih, Rey? Gerak gerak mulu kayak cacing kepanasan." tanya Luna yang sedari tadi memperhatikan dan merasa terganggu dengan sikap saudaranya. Miki mendongakkan kepalanya, menatap kedua saudaranya untuk mencaritahu maksud pertanyaan Luna. 

Reynata mendesis, "Lun. . . lu udah ngehubungin Karin, belum?" tanyanya. 

"Belum." 

Reynata sedikit membelalakkan matanya,  "Kenapa belum?!" 

"Lu tahu sendiri, seharian gua pergi sama Arga. . . jadi, belum sempet ngehubungin." jawab Luna dengan santai.

"Ya udah lu hubungi dia sekarang." perintah Reynata.

Luna melihat jam pada layar handphone-nya, yang diletakkan dekat pahanya, "Udah jam setengah 10, mungkin Karin udah tidur. Besok pagi aja, gua hubungin." katanya. 

"Telepon sekarang aja, Lun. . jangan lama-lama, enggak enak gantungin masalah begini. Gua khawatir nanti Karin salah paham dan menganggap lu marah sama dia." Miki memberi saran, ia juga terkejut mendengar Luna belum menghubungi kakaknya, "gua juga enggak ngehubungin Karin, karena dipikir lu udah ngehubungin dia." 

"Sama, gua juga belum ngehubungin. Gua khawatir dia tersinggung, deh dan mikir kalau kita nganggep dia yang salah." susul Reynata. 

Miki menyenggol lutut Luna dengan sikutnya, "Hubungin cepet, Lun." desaknya. 

"Kalau dia udah tidur dan ganggu dia, gimana? Bisa-bisa dia ngamuk, karena dibangunin cuma buat bahas hal yang kemarin." Luna beralasan karena menurutnya lebih baik menghubungi saudara pertamanya itu besok pagi atau siang.

"Gimana kalau ternyata dia belum tidur dan sebenarnya lagi nunggu kita buat ngehubungin dia? Gimana kalau ternyata dia ngerasa bersalah,karena enggak satupun dari kita yang ngehubungin dan minta maaf?" Miki membalikkan pertanyaan. 

"Udah, dicoba dulu, Lun. . . kalau enggak diangkat berarti udah tidur dan besok kita coba lagi." usul Reynata. 

Luna menghela nafas dan melakukan seperti yang diperintahka. Menekan nomor Karin dan menunggu panggilannya diterima. 

"Halo." suara malas milik Karin terdengar. 

"Halo, Rin. Udah tidur?" tanya Luna. 

Reynata mendekatkan tubuhnya kearah Luna untuk ikut mendengarkan percakapan kedua saudaranya, begitupun dengan Miki yang sudah menegakkan punggungnya dan memutar badannya kearah Luna. Mengerti kalau bukan hanya dirinya yang ingin mendengar suara Karin, Luna pun menekan tombol loud speaker

"Ya." jawab Karin dengan singkat. Luna mengernyit mendengar jawaban Karin yang terkesan ketus namun samar-samar terdengar serak. 

"Oh, sorry gua ngebangunin lu, ya?" tanya Luna lagi, memastikan dirinya tak mengganggu saudaranya. 

"Iya. Ada apa?" tanya Karin lagi.

Luna mulai merasa tak nyaman dengan cara menjawab saudaranya yang terkesan tak suka menerima telepon darinya. "Dari jawaban lu kayaknya lu udah terganggu banget, ya? Gua hubungin lagi besok, deh. Sorry."

"Sekarang aja, besok gua mau me-nonaktifkan handphone." jawab Karin. 

"Lho, kenapa? Ada yang ganggu lu?" tanya Luna lagi. Reynata dan Miki memasang raut cemas. 

My Lovely Sisters 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang