"Lun? Kok lu diem aja sih? Lu enggak berniat buat nutupin sesuatu lagi dari gua, kan kak?" ancam Miki pada Luna yang bergeming.
"Enggak, kok." Luna berusaha bersikap sesantai mungkin.
"Ya udah, kalau enggak--jawab pertanyaan gua dong." tuntut Miki lagi.
Luna menyedekapkan dua tangannya, "Iya, kemarin gua sempat bahas soal itu sama Paman Agung karena mau tahu progressnya gimana, dan udah setahun belum ada kabar terbaru tentang pelakunya. Paman bilang, udah punya dugaan tapi susah buat nyeret dan maksa para pelakunya untuk mengaku karena kekurangan bukti yang kuat. Sampai sekarang dia masih mengerahkan anak buahnya buat nyari bukti tambahan."
"Siapa orang-orang yang Paman curigain? Lu pasti nanya nama-namanya, kan?" tanya Miki yang tak sabar.
Luna menganggukkan kepalanya, "Gua maksa Paman Agung untuk kasih tahu nama-nama terduganya."
"Terus?"
"Paman belum siap ngasih tahu identitas mereka. Dia baru mau ngasih tahu, kalau semua bukti udah terkumpul." Luna berbohong.
Tanpa diduga, Miki memukul meja makan dibawahnya karena kesal mendengar jawaban Luna. "Ck ! Coba aja, Paman ngasih tahu, gua kan bisa ikutan nyelidikin."
Luna mendesis seolah mengejek, "Gaya lu kayak penyelidik aja, Ki. Padahal baru kemarin tahu kenyataan kalau perempuan melahirkan bukan dari bokong." kemudian dia terkekeh geli membayangkan bagaimana wajah Miki melontarkan pertanyaan itu setahun lalu.
Miki berdecak sebal, "Udah deh, jangan diinget-inget lagi." ia memprotes.
"Gimana enggak selalu ingat? Lu datang kucuk-kucuk nyamperin gua dan Reynata, terus dengan begonya bilang 'eh, gua baru tahu lho ternyata orang melahirkan itu bukan dari bokong, ya?' " Luna menirukan perkataan Miki waktu dulu sebelum akhirnya tertawa karena mengingat masa-masa mereka masih tinggal bersama.
Miki menutup dua telinganya dengan tangan. Tak mau mendengar kelakuan bodohnya dimasa lalu. "Udah ah, stop stop ! Kenapa jadi bahas yang dulu-dulu, sih.. topiknya kan tadi tentang dalang utama pembunuhan orangtua kita." Miki memprotes dengan keras.
Luna masih terkekeh sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Terus, lu ngobrol apa lagi sama Paman Agung?" tanya Miki.
"Udah itu aja, karena kemarin Paman Agung juga punya jadwal lain. Jadi, enggak bisa ngobrol lama."
Miki menunjukkan raut wajah kecewa, "Jadi, masih belum jelas pelaku utama pembunuhan orangtua kita? Enggak adil banget lho, sampai sekarang pelaku yang sebenarnya masih berleha-leha didunia luar."
Luna menganggukkan kepalanya. Dalam hatinya, ia mengucap maaf karena belum bisa menceritakan keseluruhan percakapan antara dirinya dan Paman Agung. Menurutnya, akan lebih bijak untuk menunggu Paman Agung bisa mencari bukti kuat agar bisa menyeret empat terduga pelaku yang disebutkan olehnya kemarin.
"Gua jadi gregetan, nih beneran ! Enggak bisa kalau kita juga cuma diem aja. Oh iya, Paman Agung ngasih tahu enggak alasan sebenarnya orangtua kita dibunuh?" tanya Miki.
Luna menggelengkan kepalanya, "Belum sempat tanya. Mungkin, lain hari gua bakal kesana lagi buat tanya lebih detail."
"Ajak gua dong, kak. Gua kan juga mau tahu, kenapa nyawa Nyokap gua direnggut paksa." kata Miki yang jelas sedang sangat geram. Luna merasa sedikit bersalah karena menjadi penyebab kemarahan Miki.
"Iya." Luna beranjak dari kursinya. "Udah, kita bahas ini dilain waktu. Sekarang lu bantu gua masak." Luna sempat melihat jam pada layar handphone-nya yang sudah menunjukkan pukul setengah 10. Ia harus segera masak agar bisa sekalian membuat bekal untuk Arga.
Miki menganggukkan kepalanya, dan ikut bergerak untuk meracik bahan-bahan makanan yang telah mereka beli dari supermarket.
Dalam diamnya meracik makanan, Luna bertekad akan segera menghubungi Paman Agung untuk memohon agar membawanya menemui para pelaku pelaksana yang sudah mendekam dalam penjara. Selain itu, perlahan ia akan mulai mendekat pada keluarga ibunya terutama Bibi Rindi dan Bibi Lita. Ia ingin tahu semua hal tentang ibu dan ayahnya sebelum meninggal. Serta keterkaitan ibu Karin, yang mereka sebut-sebut menjadi penyebab utama kematian orangtuanya. Ia akan mempersiapkan diri untuk direndahkan demi bisa mengoreksi informasi sebanyaknya dari kerabat ibunya itu.
Luna menoleh dan memandang Miki yang sedang memotong-motong wortel. Ia berpikir, apa akan tepat melibatkan saudaranya yang lain untuk membantunya? Tapi sudah pasti, dia tidak akan melibatkan Karin, akan banyak konflik yang muncul ditambah Karin pasti tidak akan mudah percaya jika ia mengatakan keluarga ibunya terkait dengan kematian ibu Luna. Sedangkan Reynata, rasanya Luna tidak akan tega menganggunya yang sedang fokus pada pelatihannya. Tersisa Miki, adik bungsunya. Saat ini, memang hanya dia yang bisa dilibatkan tapi... melihat reaksinya tadi, Luna khawatir kalau Miki tiba-tiba hilang kontrol dan lebih dikuasai emosinya yang akan mempersulitnya mencari informasi lain. Mungkinkah kali ini, lagi-lagi dia harus bekerja sendiri?
Entahlah, dia masih menimbang. Namun, yang pasti dia harus segera memberikan keadilan pada ibunya yang telah dibunuh saat dirinya masih memerlukan kehadiran perempuan yang sudah melahirkan, menyayangi dan melakukan banyak pengorbanan untuk dirinya. Banyak hal yang harus Luna lakukan. Mencari informasi sedetail mungkin tentang sejarah ibunya dari sebelum dan sesudah menikah. Mencari tahu tentang hubungan ibunya dengan ibu Karin, benarkah baik-baik saja atau ada masalah yang sebenarnya sudah lama ditutupi? Bagaimana dengan istri ketiga dan keempat, apakah mereka juga benar-benar memiliki hubungan yang baik dengan ibunya seperti yang dikatakan oleh Paman Agung dahulu? Kemudian, musuh seperti apa yang sebenarnya mengincar Ayahnya sampai-sampai dirinya memutuskan menyembunyikan keberadaan istri-istri beserta anaknya.
Luna menghela nafas panjang. Begitu banyak pertanyaan yang rasanya akan sulit dicari jawabannya, sedangkan waktunya hanya sebulan di Indonesia. Mungkinkah, ia bisa menyelesaikannya? Ada rasa ragu namun juga tekad kuat untuk segera mencari tahu hal yang sebenarnya.
"Kak Lun, tolong ambilin mangkuk besar di dalam buffet dong. Buat nempatin wortel sama kol yang udah dipotong-potong." Miki meminta tanpa menoleh ke arah Luna.
Luna berhenti berpikir, dan mulai bergerak mengambilkan benda yang diminta adiknya. Setelahnya,dia kembali memusatkan perhatian untuk meracik bahan makanannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Sisters 2
General FictionPertemuan yang terjadi karena permintaan Paman Agung, membuat Karin, Luna, Reynata dan Miki harus menerima kenyataan kalau mereka adalah saudara dari satu Ayah yang sama. Hari demi hari mereka lalui dengan tenang dalam rumah yang diwariskan ole...