Kekhawatiran (Part 5)

215 18 1
                                    

Luna segera ditangani dan dilarikan ke UGD. Karin sibuk mengurus biaya administrasi. Miki dan Arga menunggu dengan cemas disudut ruangan agak menjauh dari tempat tidur agar tidak mengganggu dokter, suster dan asisten yang bergerak menangani Luna. 

"Lu siapa, ya?" tanya Miki, yang tidak sempat mengetahui identitas laki-laki disampingnya. 

"Gua Arga. Pacar perempuan yang lagi tepar itu tuh." kata Arga sambil menunjuk ke arah Luna.

"Oooh, pacar. Kok lu bisa pas banget datangnya ke rumah, emang awalnya udah janjian sama Luna?" 

Arga menggelengkan kepalanya, "Inisiatif sendiri. Soalnya, dari kemarin dia susah banget dihubungi. Hari ini sama sekali juga enggak ada kabarnya." Arga menatap perempuan manis disampingnya itu, "By the way, nama lu siapa, ya? Saudaranya Luna, juga kan." 

Miki mengangguk. "Miki. Adiknya si perempuan yang lagi tepar itu. Paling bungsu." 

"Dia sakit dari kapan?" tanya Arga. 

"Dari pagi, kondisinya udah kacau banget. Ngakunya sih kecapekan, karena beberapa hari ini dia keluar terus. Bolak balik ketemu Paman Agung dan saudara-saudaranya." jelas Miki. "Terus, kemarin malam dia baru balik hampir tengah malam. Paginya langsung kayak gitu. Enggak keluar-keluar, dan pintu kamar sampai dikunci. Kalau bukan karena ancaman Karin yang bakal dobrak kamarnya, Luna pasti enggak mau buka pintu kamar." 

Arga geleng-geleng kepala mendengar sikap Luna itu. "Dia di rumah, sikapnya ternyata sama ya. Sama-sama ngeselin." komentar Arga. "Sebelumnya, dia pernah sakit kayak gini, enggak?"

Miki menggelengkan kepalanya. "Setahu gua, sakit paling parah itu ya cuma flu gara-gara kelamaan terpapar sinar matahari. Itu juga, dia masih bisa ngajak berantem saudara yang lain."

Obrolan mereka terhenti saat melihat Karin masuk ke dalam ruangan. "Gimana? ada perkembangan?" tanyanya. 

"Enggak tahu, dokter masih usaha tuh disana." jawab Miki. 

Beberapa menit kemudian, dokter perempuan yang menangangi Luna berjalan menghampiri ketiganya. "Siapa diantara kalian yang menjadi wali pasien?" 

"Saya, Bu." Karin mengajukan diri. 

"Orangtuanya enggak ada?" tanya dokter itu lagi. 

"Enggak ada, dok. Orangtua kami sudah lama meninggal. Saya kakak kandungnya." jawab Karin dengan mantap. 

"Oke. Mari ikut saya, Mbak. Ada yang harus saya sampaikan." 

 "Ga, lu keberatan enggak buat jaga disini sebentar. Gua mau keluar buat ngehubungin saudara satu lagi." kata Miki. 

"Iya, enggak apa-apa kok." 

Miki meninggalkan Arga dalam ruangan. Satu persatu suster dan asisten yang mengerubungi Luna keluar dan menyisakan dua orang perempuan suster. Tangan Luna sudah dimasukkan selang infus. Matanya masih terpejam. 

Arga memberanikan diri mendekati suster-suster tersebut. "Sus, dia kenapa?" tanyanya.

Salah suster yang mengenakan jilbab menatap Arga,"Sebelum saya jawab. Boleh tahu umur mbak nya ini, berapa?" 

"22 tahun." 

"Pasien mengalami hipertensi tinggi sekaligus menunjukkan adanya gejala tifus." 

"Darah tinggi?" tanya Arga. 

"Iya. Barusan dicek, angkanya mencapai 150 per 100. Tekanan yang enggak biasanya ditemukan pada seseorang yang masih berumur muda."

"Ini Mbaknya sudah mendapatkan penanganan pertama. Mudah-mudahan obat yang dimasukkan melalui selang infus bisa memberikan pengaruh yang cepat." kata suster lainnya yang rambutnya diikat dengan sangat rapi. 

"Darah tinggi, bisa bikin mimisan juga ya?" tanya Arga. 

"Kemungkinan besar karena pasien enggak bisa beradaptasi dengan suhu tubuh yang tinggi. Tapi, setelah ini kita akan melakukan rontgen untuk memeriksa apa ada pembuluh darah yang pecah sehingga menjadi salah satu pemicu pasien mimisan." jawab suster berjilbab. Setelah menjelaskan, keduanya keluar dari ruangan. Meninggalkan Arga seorang diri dengan Luna yang masih belum membuka matanya. 

Arga menyentuh kening perempuan yang dicintainya itu dan memandangnya dengan prihatin. "Lun, buruan bangun ya. Takut gua, ngelihat lu tidur dalam sakit begini. Muka lu kayak zombie." bisik Arga. Dalam hatinya, ia membayangkan akan seperti apa wajah Luna yang kesal saat dirinya disamakan dengan makhluk menjijikan dan suka memakan manusia itu. 

Pintu ruangan terdengar dibuka. Karin dan Miki telah kembali bersama dengan beberapa petugas rumah sakit, laki-laki, dibelakang. Petugas itu hendak memindahkan Luna ke ruang rontgen, untuk melanjutkan pemeriksaan. Arga, Miki dan Karin mengikuti langkah mereka.


My Lovely Sisters 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang