Perpisahan (Part 2)

115 15 0
                                    

Pukul setengah 11, Luna belum beranjak dari kafe akibat masih menunggu kedatangan Tantenya Karin. Ia mendesis sebal karena menunggu satu jam lebih dari perjanjian, yang sebelumnya dikatakan oleh Tante Talitha akan datang pukul setengah 9. Perempuan itu beralasan sedang menerima tamu yang tiba-tiba datang dan harus menemaninya sebentar. 

Untuk membunuh waktu, dia memilih berkomunikasi dengan Arga melalui whatsapp. Mengatakan perasaan kesalnya hari ini. Mulai dari perlakuan sinis yang ia terima dari Karin hingga ia yang harus menunggu lama di kafe. Rasanya, ia ingin menangis sekencang-kencangnya setelah menerima perlakuan layaknya orang asing dari saudaranya sendiri. Ia tahu sudah melakukan kesalahan, tapi apa perlakukan seperti itu tidak terlalu berlebihan. Karin bahkan mengusir kedatangannya secara terang-terangan. Namun, tangis itu sengaja ditahan Luna karena tak mau mata dan wajahnya sembab ketika Tante Talitha datang. 

Dari jarak yang jauh, Arga berusaha menenangkan dan memberi penghiburan hingga berjanji akan menemuinya setelah jam makan siang. Luna tak menolak, justru merasa lega karena saat ini dia benar-benar butuh pelukan untuk menyembunyikan tangisnya yang tertahan. Dia hanya perlu menunggu sebentar lagi. Saat telah selesai membalas pesan terakhir, handphone-nya bergetar.  Panggilan masuk dari Tante Talitha. 

"Halo, Tante?" sambut Luna, berharap Tante Talitha akan mengatakan hal yang baik misalnya dia sudah berada di depan pintu kafe. 

"Halo, Luna. . . kamu masih di kafe?" tanya Tante Talitha

'Ya, iyalah. . . dia pikir gua disini buat nunggu siapa?' ia berkata dalam hati dengan geram, "Iya, Tante. . . tamu Tante udah pulang?" ia berusaha tetap seramah mungkin. 

Tante Talitha terlihat ragu untuk menjawab, "Mmm, Luna. . . Tante benar-benar minta maaf banget." 

"Untuk apa, Tante?" tanya Luna yang tak mengerti, 'kenapa dia minta maaf, seharusnya gua yang ngomong begitu, kan?' ia menyimpan pertanyaan untuk dirinya sendiri. 

"Mmm, Tante kayaknya enggak bisa nemuin kamu sekarang . . . karena tiba-tiba  teman Tante bahas soal bisnis dan ngajak Tante untuk ketemu sama salah satu calon partner bisnis Tante, sebenarnya Tante udah nolak tapi yaaahh, kamu tahu lah, orang bisnis kalau tahu ada keuntungan didepan mata, enggak peduli dengan alasan apapun selain menjemput keuntungan itu." 

Luna menghirup nafas dalam-dalam. Amarahnya memuncak, ia menggigit bibir bawahnya untuk mencegah dirinya mengomel. 

"Luna? Halo?" 

"Aku mengerti Tante. Mungkin kita bisa ketemu lagi di lain waktu, besok, mungkin? Gimana?" tanya Luna masih berusaha berbaik hati dan memahami waktu sibuk Tante Talitha. 

"Maaf," suara Tante Talitha terdengar memelas, "besok, Tante akan lebih sibuk karena hari terakhir di Indonesia, termasuk untuk menyiapkan diri untuk kepulangan ke Jepang." lanjutnya.

"Hmm, sayang sekali. . . ya udah aku bilang langsung aja lewat telepon, enggak apa-apa Tante?" tanya Luna. 

"Oh iya, enggak apa-apa. Kamu sebenarnya mau ngomong apa?" tanya Tante Talitha terdengar penasaran. 

"Aku mau minta maaf atas sikapku semalam. Aku udah bersikap enggak sopan sebagai tamu," Luna menarik nafas sebentar, "aku benar-benar menyesal dan berharap Tante mau memaafkanku." 

"Ya ampun, kamu masih mikirin itu? Enggak apa-apa, Tante enggak marah kok. Malah Tante yang merasa bersalah karena membanding-bandingkan kamu dengan mama kamu. Tante minta maaf dan benar-benar enggak bermaksud menyinggung kamu." kata Tante Talitha. 

Rasa kesalnya sedikit terobati saat mendengar perkataan Tante Talitha, "Terima kasih, Tante. . . menurutku Tante juga sama sekali enggak bersalah. . . aku mengerti Tante berkata seperti mungkin cuma spontanitas flashback ke masa lalu, "katanya, "dan aku benar-benar bersalah udah melontarkan pertanyaan-pertanyaan seperti kemarin, padahal aku seharusnya tahu Tante sendiri enggak merasa nyaman." 

My Lovely Sisters 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang