Sinar matahari menembus tirai yang menutupi jendela kamar Miki. Ia mengerang kesal karena merasa telah diganggu dan dibangunkan dari tidurnya yang paling lelap. Tubuhnya berguling ke kiri dan ke kanan menyebabkan guling yang semula berada dalam pelukannya terlempar dan jatuh ke lantai. Miki merenggangkan tubuhnya tanpa sekalipun membuka dua matanya. Kemudian, menghela nafas panjang.
Ia berhenti bergerak ketika mendengar handphone-nya bergetar diatas meja kecil, disamping tempat tidurnya. Tangannya meraba dan meraih benda dengan casing merah itu. Menekan tombol menu dan menampilan sebuah pesan masuk. Kedua matanya seketika melebar saat tahu siapa pengirim pesan yang datang sangat pagi itu.
Miki bangun dari posisi berbaringannya dan membaca lekat-lekat pesan yang diterimanya.
"Ini seriusan?" ia bertanya pada dirinya sendiri. Kemudian, tangannya bergerak mencubit pipinya. Lalu, mengeluarkan erangan kesakitan akibat ulahnya. "Bukan mimpi." bibirnya membentuk senyuman lebar. Pipinya tiba-tiba bersemu merah. Hatinya serasa mau meledak karena senang. "Kyaaaa, dia udah udah di Jakarta. Ternyata dia enggak bohong, waktu bilang bakal nyusulin gua. Astagaaaaaa. Mimpi apa gua semalam, bisa sesenang ini." lalu ia tertawa-tawa sendiri.
Setelah puas tertawa-tawa sendiri, jarinya bergerak membalas pesan tersebut.
'Seriusan? Smpe jam brp, lu? Trs, nanti bakal nginep dimana?'
Ia mengirimkan pesan tersebut tanpa sekalipun berhenti tersenyum. Sambil menunggu balasan, Miki bergerak mengambil handuknya dan bergegas mandi. Ia ingin menjadi rapi dan cantik hari ini, untuk berjaga-jaga kalau temannya yang baru sampai itu akan minta bertemu dengannya.
***
Reynata keluar dari kamarnya. Ia sudah mandi dan rapi. Memandangi pintu kamar saudaranya yang masih menutup kecuali kamar Karin. Seperti biasa, saudara tertuanya itu menjadi orang pertama yang bangun dan sibuk beraktifitas. Ia melangkahkan kedua kakinya ke dapur, tempat pertama yang biasanya didatangi oleh Karin.
"As always, lu selalu jadi orang pertama yang bangun dan sibuk sendiri, Rin." sapa Reynata yang langsung mengambil tempat duduk. Memerhatikan saudaranya yang sedang menggoreng ayam.
Karin tertawa renyah, "Kalau enggak ada orang yang bangun pagi-pagi banget, bisa-bisa kita enggak sarapan." jawabnya to the point hingga Reynata merasa tersindir namun hanya dibalas dengan tawa.
"Udah cocok deh, lu buat jadi ibu rumah tangga," komentar Reynata. Ia berdiri, "ada yang bisa gua bantu?"
Karin mengangguk tanpa mengalihkan pandangannya dari penggorengan, "Tolong lu sapuin area rumah dan di pel ya, sekalian."
"Oke. Sekalian area depan kali, ya." jawab Reynata.
"Enggak usah. Gua mau ngasih tugas itu ke Miki dan Luna." kata Karin.
"Luna juga?" Reynata bertanya dengan heran.
"Iya. Enggak bagus, kalau dia terus-terusan enggak banyak gerak. Udah lama juga dia enggak menghirup udara luar." kata Karin, "Coba deh, sekarang lu bangunin dua anak itu." perintahnya.
"Oke." kemudian Reynata berbalik keluar ruangan. Langkahnya kembali ke lantai dua untuk melaksanakan perintah saudara tertuanya.
Bersamaan dengan dirinya yang telah berada di lantai dua, ia melihat Luna dan Miki yang baru keluar dari kamar. Reynata menghela nafas lega melihat dua saudaranya sudah rapi dan jelas sudah mandi. "Nah, pas banget kalian keluar." katanya. "Baru aja gua berniat bangunin kalian."
Luna menatap heran begitupun dengan Miki. "Kenapa, kak?" tanya Miki.
"Kalian disuruh sapuin area depan sama Karin. Luna juga." jawab saudara ketiga itu.
"Gua juga? Enggak mau, ah. Kondisi gua, kan lagi enggak sehat." jawab Luna beralasan. Ia berjalan melewati Reynata, hendak turun dan menonton acara kartun kesukaannya di Minggu pagi. Doraemon.
"Justru karena itu, Karin nyuruh lu bantu Miki. Supaya bisa hirup udara diluar dan bergerak. Selama keluar dari rumah sakit,elu kan jarang gerak, Lun." kata Reynata menyusul Luna. Miki mengikutinya di belakang. Diam-diam, ia agak enggan untuk melakukan tugas yang diperintahkan. Karena dirinya sudah mandi dan rapih. Kalau sekarang harus bersih-bersih, pasti akan membuatnya berkeringat.
"Ini gua lagi bergerak. Karin lebay, pake bilang gua jarang gerak." jawab Luna.
"Beda lah, Lun. Gerakan dirumah sama bergerak diluar. Lagian badan lu juga perlu kena sinar matahari biar enggak pucat kayak zombie begitu." tiba-tiba perkataan Luna mendapatkan tanggapan langsung dari Karin yang keluar dari area dapur sambil memegangi spatula ditangannya.
Luna agak terkejut mendapati kemunculan Karin yang begitu tiba-tiba. Sedangkan dua saudara dibelakangnya menertawakan adegan omelan yang dilontarkan oleh Karin pada Luna.
"Gua benci sinar matahari. Bikin kulit rusak." jawab Luna.
"Justru sinar matahari pagi itu bagus buat kulit dan kesehatan. Udah deh, jangan banyak alasan. Buruan beresin area depan sama Miki. Kita bagi-bagi tugas. Kalau nolak, gua bakal ngelarang lu nonton kartun selama seminggu plus ngasih biskuit beraroma susu sebagai camilan." ancam Karin.
Mendengar ancaman yang terasa serius, ia pun berbalik menuju pintu depan. "Mimpi apa gua semalam, pagi-pagi udah ditindas sama nenek lampir." gumamnya. Miki tertawa melihat Luna yang begitu nurut namun menampilkan wajah cemberut. Ia ikut bergerak menuju pintu depan.
"Lagian, sih lu. Udah tahu, kadang-kadang Karin kejam masih aja ngejawab." komentar Miki sambil terkikik.
Luna menyedekapkan tangannya kemudian melirik kearah adiknya. Ia tak mengatakan apapun selain berdecak kesal karena adiknya malah tidak membelanya. Mereka berdua keluar setelah mengenakan sendal santai. Reynata ikut bergerak mengambil sapu yang diletakkan dekat rak sepatu dan mulai menyapu lantai. Karin kembali ke dapur, meneruskan masakan yang akan jadi menu sarapan pagi ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Sisters 2
General FictionPertemuan yang terjadi karena permintaan Paman Agung, membuat Karin, Luna, Reynata dan Miki harus menerima kenyataan kalau mereka adalah saudara dari satu Ayah yang sama. Hari demi hari mereka lalui dengan tenang dalam rumah yang diwariskan ole...