Pesan (Part 2)

200 23 1
                                        

Reynata merasakan angin menyentuh lembut wajahnya. Ia mengernyit karena merasa kedinginan. Dalam tidurnya, ia berpikir apa mungkin tadi dia lupa menutup pintu kamarnya. Beberapa saat kemudian, angin kembali menghampiri wajah dan tubuhnya, membuatnya harus membuka mata. Samar-samar ia melihat seseorang berdiri di hadapannya. Rambutnya yang panjang dan hitam melayang-layang di udara. 

"Rey?" 

Dengan tangan mengucek mata agar penglihatannya semakin jelas, ia terhenyak mendengar namanya dipanggil oleh sosok dihadapannya. Saat sudah sadar sepenuhnya, ia melihat dirinya sudah dalam posisi berdiri dan melihat puluhan potong bunga lily putih berjatuhan dari atas. Ia melihat ada sepasang kaki berkulit putih kurus dan jenjang didepannya. Ketika mendongak, ia terkejut melihat wajah Luna yang terkesan sedang marah.

"Luna?" Reynata maju selangkah untuk memastikan. Setelah yakin, tanpa ragu dia memeluk saudaranya itu. "Lun, lu enggak jadi mati, kan? Hish ! Lu benar-benar tega banget ngelakuin semua ini ke gua!" kemudian Reynata terdiam, saat merasakan dingin dari sekujur tubuh saudaranya. Ia sadar itu jelas bukan suhu tubuh manusia hidup yang normal. 

Luna melepaskan diri dari pelukan, membuat jarak kemudian menyentil keras kening Reynata membuat saudaranya itu mengerang dan menutupi kening dengan tangan. Ia mendesis kesakitan, "Luunn, lu kenapa sih malah nyentil bukannya balas meluk." rengeknya.

"Gua kesel sama lu." jawab Luna sambil menyedepkan tangan ke dadanya. Reynata menatap heran dan bertanya-tanya tentang kesalahannya. "Gua ini udah mati, itu kenyataannya. Jadi, enggak mungkin bisa balik lagi. Lu sendiri, kan yang antar gua ke liang kubur." 

Mendengar perkataan Luna membuatnya terkejut, "Terus, kenapa lu bisa ada disini?" tanyanya. 

"Gua datang sekarang karena enggak tahan lihat lu nyalahin diri sendiri dan nangis di kuburan tadi siang." jawab Luna.

"Lu . . . kok bisa tahu?" 

"Tahu lah." Luna menjawab dengan ketus. "duduk, aja yuk. Capek ngobrol sambil berdiri begini." ia berjalan melewati Reynata menuju sofa putih yang sama seperti yang muncul dalam mimpi Miki. 

"Kenapa disini banyak bunga lily, Lun? Lu suka bunga ini, ya?" tanya Reynata sambil melihat potongan bunga lily yang bertebaran di lantai. 

"Iya." kemudian dia duduk dan menunggu kedatangan Reynata menghampirinya. "mumpung gua bisa muncul disini, lu boleh ngeluarin uneg-uneg. Ngomel-ngomel juga boleh." ia berhenti bicara saat Reynata lagi-lagi memeluk dirinya dengan sangat erat. 

"Gua enggak mau marah-marah atau mengatakan apapun yang enggak lu suka, asal lu bisa balik lagi ke rumah. Please." 

Luna menghela nafas panjang. Dalam hatinya, ia merasa sedih melihat saudaranya belum bisa menerima kepergiannya. "Rey. . ." 

"Hmmm?" tanggap Reynata masih dengan memeluk erat. 

"Apa lu bisa ngerasain suhu badan gua?" tanyanya. 

Reynata mengangguk, "Dingin. Lu harusnya menghangat badan lu, nanti kena flu."

Luna tertawa pelan, "sedingin apapun badan gua, enggak mungkin bisa kena flu. Ini terjadi karena Tuhan emang udah ngambil nyawa dalam raga gua, Rey. Lu masih enggak mau terima takdir?" 

Raut wajah Reynata dibalik punggung Luna kembali menunjukkan kesedihan. Kemudian, melepaskan diri dan memandangi wajah putih saudaranya itu, "Kenapa waktu itu lu bohong? Waktu gua mau nyelamatin lu ke atas, lu bilang kita bakal selamat tapi ternyata lu malah ninggalin gua selama-lamanya?" Lalu, Reynata sengaja memukul keras lengan Luna. 

Luna mendecak sebal karena sudah dua kali menerima pukulan meskipun tidak menimbulkan rasa sakit. "Gua enggak bohong, kok. . . waktu itu gua sama sekali enggak ada niatan buat menenggelamkan diri sendiri. Tapi, saat tali di kaki terlepas, gua kehabisan waktu dan oksigen untuk nyusul lu ke atas." ia menghela nafas panjang, "baru kali itu gua ngerasain sakit yang luar biasa." 

My Lovely Sisters 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang