Luna mengaitkan jari-jarinya hingga membentuk kepalan yang diletakkan diatas meja. Kebingungan masih memenuhi hati dan pikirannya. "Yah... memang ada beberapa hal yang gua sembunyikan dari kalian, tapi gua enggak ngerasa yakin bakalan tepat menceritakannya sekarang." Luna mengakui.
"Lun... gua muak banget dengar alasan klasik kayak gitu." tanggap Karin. "Lu belum belajar dari kasus Reynata, ya? Nasehat gua tadi masuk kuping kanan keluar kuping kiri, ya?" pertanyaannya penuh dengan nada sindirian. Karin yang sedang marah benar-benar membuat Miki ketakutan. Reynata semakin khawatir dengan keadaan Luna karena dirinya sudah tahu apa yang sedang disembunyikan oleh saudaranya itu dari Karin. Ia jadi ikut bimbang memikirkan apa sudah tepat jika Luna menceritakannya sekarang.
"Bukannya waktu di rumah sakit, Reynata bilang lu janji akan cerita yang sebenarnya setelah berada di rumah?" tanya Karin lagi seolah menagih janji.
"Gua enggak pernah bilang begitu." jawab Luna.
"Iya. Sebenarnya, Luna enggak pernah ngomong kayak gitu, Rin. Gua yang maksa tanpa melalui persetujuannya. Jadi, sebaiknya... kalau emang Luna belum mau cerita, mungkin enggak ada salahnya kalau kita tunggu sebentar lagi sampai Luna benar-benar siap." Reynata memihak pada Luna.
"Enggak. Gua enggak setuju sama usulan lu, Rey. Kalau memang ada yang harus diceritakan ya sampaikan sekarang. Gua enggak mau lagi ada rahasia diantara kita, seringan apapun rahasianya. Itu sebagai tolak ukur seberapa besar kepercayaan yang ada didalam keluarga kita." kata Karin.
Reynata terdiam. Tak lagi memberi pembelaan untuk Luna. Begitupun dengan Miki, sebenarnya ia menyetujui semua perkataan Karin dan berharap kali ini seluruh anggota keluarganya mau terbuka. Ia juga sudah muak menduga-duga apa yang terjadi dan disembunyikan oleh ketiga saudaranya, terlebih Luna.
Luna tetap diam. Masih dalam keraguannya.
"Terserah deh. Lu mau cerita atau enggak, terserah. Gua udah enggak mau maksa-maksa macam emak-emak yang maksa anaknya buat makan. Capek." Karin hendak beranjak pergi dari duduknya.
"Kak..." panggil Miki yang berharap agar Karin tidak pergi.
"Rin... lu juga jangan asal pergi begitu, dong." Reynata mencoba menahan. "Menurut gua, lu salah kalau bertindak kayak gini cuma karena Luna belum mau menceritakan masalahnya. Mungkin, dia punya pertimbangan sendiri. Kita emang saudara dan keluarga tapi bukan berarti selalu berhak tahu rahasia yang dia punya. Manusiawi kok, kalau semua orang punya rahasia yang enggak mau dibagi. Kita cukup tahu alasannya aja, kenapa Luna enggak mau cerita." katanya tanpa terdengar nada marah. Namun, serius dengan ucapannya.
"Sorry to say, ya Rey. Menurut gua, tindakan kayak gitu enggak mencerminkan kekeluargaan. Seharusnya, sebagai keluarga kita tahu apapun yang dialami dan apa yang dilakukan oleh anggota yang ada di rumah. Kalau enggak begitu, gimana kita punya ikatan?" Karin bersikukuh pendapatnya lah yang benar.
"Gua enggak menyalahkan perkataan-perkataan lu, Rin tapi sebesar apapun keingintahuan kita tentang rahasia yang lain, tetap harus ada batasannya, kan?" Reynata masih belum mau mengalah. Menurutnya, pernyataan Karin sudah berlebihan.
"Woi udah kali, jangan berdebat. Santai, guys." Miki berusaha melerai pertengkaran yang terjadi antar dua kakaknya, meskipun tidak terlalu diindahkan karena keduanya terpancing emosi dan bersikukuh dengan pendapat masing-masing. Luna hanya bisa diam dengan menyedekapkan dua tangannya ke dada. Kepalanya menunduk dan mendengarkan perdebatan yang disampaikan dua saudaranya.
"Lu gimana, Ki? Menurut lu, pendapat gua atau Reynata yang benar? Lu juga pasti enggak mau dong terus-terusan tinggal dalam keluarga yang masing-masing nyimpan rahasia." Karin mengalihkan pertanyaan pada adik bungsunya, membuatnya kebingungan.
"Ya jujur aja, gua enggak mau lagi ada rahasia-rahasiaan. Kalau emang bisa dibagi kenapa harus ditahan seorang diri. Kalau ada yang ngelakuin itu, apalagi kalian, gua jadi ngerasa asing dan enggak tahu apa-apa tentang kalian, sih." kata Miki.
"See?" Karin melemparkan tatapan tajamnya kearah Reynata. "Miki yang jarang komplain aja ternyata ngerasain hal yang sama dengan apa yang gua rasain. Semakin banyak rahasia yang kalian sembunyiin, itu ngelukain kita. Sama sekali enggak ngehargain, tahu enggak?" Karin benar-benar murka sekarang.
'BRAK !' Hantaman keras tangan Luna keatas meja mengagetkan ketiga saudaranya. Wajah Luna tak menunjukkan ekspresi apapun. Aura dingin terasa menguar dari sekitar tubuhnya. "Ada semut rangrang." katanya sembari mengangkat tangan dan memperlihatkan semut merah yang badannya terbelah karena gebrakan tangannya. "Kalau gigit, bakalan sakit." Dua matanya agak menyipit dan nada suaranya merendah. Lalu, membuang mayat binatang itu sebelum akhirnya menatap ketiga saudaranya dengan tajam. "Kalian udah selesai kan, berdebatnya?" tanyanya sambil memandang Karin dan Reynata bergantian. "Kalau udah, bisa enggak sekarang kalian semua duduk? Kalau enggak mau, gua lebih baik balik ke kamar, sih." katanya dengan nada bicara yang datar.
"Iya, kita bicarakan lagi dengan baik-baik, kak. Jangan adu urat dan bikin suasana jadi tegang gini, dong. Takut, nih gua." kata Miki dengan tatapan memohon. "Masa saudara, tapi berdebat sampe kayak begini." lanjutnya.
"Dengar, kan?" tanya Luna yang lebih mengarahkan pertanyaannya pada Karin. "Kita masih bisa ngomong baik-baik, kok. Lagian lu juga belum dengar alasan gua yang sebenarnya kenapa enggak mau cerita... tapi, malah udah emosi duluan kayak gini." katanya tanpa merubah wajahnya yang masih dingin. "Gua jadi semakin susah percaya kalau lu bakal tetap tenang setelah mendengar apa yang mau gua omongin."
Karin menghela nafas panjang. Berusaha membuang emosi yang memenuhi pikirannya. Reynata dengan cepat mengontrol dirinya dan duduk kembali dibangkunya. Kepalanya, ia tundukkan kebawah, seolah menyesal. Miki ikut duduk meskipun wajahnya masih khawatir dengan kedua kakaknya. Luna memperhatikan ketiga saudaranya sebelum memutuskan untuk bicara. Ia menunggu sampai Karin kembali duduk.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Sisters 2
General FictionPertemuan yang terjadi karena permintaan Paman Agung, membuat Karin, Luna, Reynata dan Miki harus menerima kenyataan kalau mereka adalah saudara dari satu Ayah yang sama. Hari demi hari mereka lalui dengan tenang dalam rumah yang diwariskan ole...