Extermination (Part 3)

168 21 1
                                    

Di tempat lain, kedatangan Karin ke rumah Tante Talitha disambut dengan hangat dan suka cita. Mereka cukup lama berpelukan sebelum akhirnya Tante Talitha mempersilakan keponakannya itu untuk duduk. Saat ini, Tante Talitha memilih menyewa apartemen selama berada di Jakarta dan sayangnya anak-anak serta suaminya telah kembali ke negara Jepang kemarin sore karena keperluan masing-masing sehingga membuat Karin tidak bisa melepas rindu pada kerabatnya itu. 

"Kamu udah dewasa, sekarang.. enggak sangka, waktu berlalu dengan sangat cepat." kata Tante Talitha yang ikut duduk disamping Karin setelah meletakkan segelas jus buah dingin diatas meja untuk keponakannya itu. "Kamu jadi semakin mirip sama mamamu." katanya lagi. Sebelah tangannya bergerak menautkan rambut Karin ke belakang telinga. 

Karin tersenyum canggung. Ia memang merindukan kehadiran Tantenya itu namun karena sudah cukup lama tidak bertemu, membuatnya tidak bisa sembarangan bersikap. "Aku udah berumur 22 tahun, lho Tante.. masa' mau kelihatan kayak anak kecil terus." jawabnya dengan senyum terpatri di bibir yang diolesi lip tint merah. 

"Ah iya.. kalau secantik ini, pasti udah punya pacar? Enggak mungkin, jomblo, kan?" tanya Tante Talitha yang membuat Karin semakin merasa canggung dan bingung untuk menjawab.  "Kalau emang ada, coba kenalin sama Tante.. mumpung Tante masih di Indonesia." 

Karin menggelengkan sedikit kepalanya sebagai jawaban. Membuat Tante Talitha menampilkan raut kecewa, "Aku enggak punya pacar untuk saat ini, Tante.. udah putus tahun lalu." 

Raut Tante Talitha berubah sedih, "Oh, maaf.. Tante enggak tahu." katanya ikut prihatin, "Tapi, setahun itu, kan udah lama... kamu enggak nyari penggantinya?" tanya Tante Talitha lebih lanjut. 

Karin memaksakan diri untuk tersenyum, "Aku sama mantan, pacaran udah agak lama... jadi, kenangan saat kami bersama masih terpatri jelas di kepalaku, Tante... selain itu, kami pun putus karena ada masalah yang rumit dan melibatkan orangtua mantanku, bukan karena aku atau dia yang udah enggak cinta satu sama lain." jawabnya dengan suara pelan. Bercerita seperti ini membuat Karin kembali bersedih karena mengingat kejadian tahun lalu. "Karena itu... sepertinya, aku masih butuh waktu buat memulai hubungan yang baru." 

Tante Talitha segera menggenggam tangan Karin bermaksud menguatkan. "Jadi, kamu belum bisa move on dari mantan kamu, ya?" tanyanya. 

"Walaupun udah mulai terbiasa tanpa dia, tapi tetap aja sulit menerima kalau kami udah enggak bisa lagi bersama apapun usahanya meskipun masih saling cinta." jawab Karin, "tapi.. aku tetap berusaha buat ngelupain semua itu dan menerima kenyataan." lanjutnya. 

"Tante jadi ikutan sedih dengarnya... tapi, kalau Tante boleh kasih saran sebaiknya buru-buru cari penggantinya. Cari cowok yang baik dan bisa ngebahagian kamu, dengan begitu semua kenangan manis dan pahit yang kamu alami sama mantan bisa segera terlupakan." saran Tante Talitha sembari mengusap lembut puncak kepala keponakannya. 

Karin menganggukkan kepalanya, "Iya, Tante.. do'ain aja supaya aku segera bertemu lagi sama laki-laki yang baik, dan enggak ngalaim hal serupa seperti sama mantanku sebelumnya." 

"Eumm, kamu mau enggak kalau Tante cariin calon pacar? Tante punya banyak teman yang punya anak cowok dan seumuran sama kamu, lho." tawar Tante Talitha dengan wajah agak menggoda. 

Karin tersenyum mendengar tawaran itu, "Boleh aja, Tante." 

"Tapi, ada syaratnya." 

"Syarat? Yah, Tante kok ada syaratnya, sih." 

"Iya, dong. Tante ini, kan pengusaha.. apapun harus ada timbal baliknya." jawab Tante Talitha yang membuat keponakannya memberengut. "Syaratnya gampang, kok... kamu cukup ikut Tante aja ke Jepang, yah? Yah? Tante pengen banget bawa kamu kesana dan ketemu sama keluarga Tante dan juga Paman Iqbal. Gampang, kan?" tanyanya. 

Kemudian Karin terlihat merajuk, "Tantee... Aku mau banget tapi tante tahu aku enggak bisa, kan? Syaratnya yang lain, deh.. yaaa?" 

" Kenapa? Emang kamu sebegitu enggak sukanya, ya tinggal sama Tante?" kini Tante Talitha yang terlihat merajuk, "Oh, jangan-jangan diam-diam kamu masih marah karena kami tiba-tiba pergi ke luar negeri tanpa ngajak kamu?" Tante Talitha terlihat sedih. 

Buru-buru Karin menggelengkan kepala untuk menangkis dugaan tantenya, "Bukan begitu.. Tapi, Tante udah tahu, kan kalau disini aku juga tinggal sama saudara-saudaraku yang lain. Adik-adik aku, ya walaupun sebenarnya kami seumuran."

"Oh, anak-anak dari istri-istri ayahmu, ya?" tanya Tante Talitha. Wajahnya berubah serius. 

Karing menganggukkan kepala, "Walaupun aku mau banget ikut Tante ke Jepang tapi, aku sedih kalau harus ninggalin mereka dan saudara-saudaraku juga akan kecewa." 

"Emang mereka sebegitu berharganya, ya? sampai-sampai kamu menolak permintaan Tantemu ini?" tanya Tante Talitha masih menggenggam tangan Karin dengan tatapan memohon. 

Karin membalas tatapan itu dengan sendu, "Bukannya Tante enggak sama berharganya kaya mereka... tapi, gimana, yah? Ya... gitu lah, Tante.. walaupun awalnya agak canggung dan kesal karena tahu mereka anak Ayah yang lain, tapi lama-lama aku senang dan nyaman tinggal sama mereka. Walaupun dilahirkan dari rahim yang berbeda, tapi ikatan persaudaraan kami sangat kuat, seolah kami dilahirkan dari satu rahim yang sama." Jawab Karin. "Mereka juga sudah sangat baik dan kami melindungi satu sama lain." 

Tante Talitha menghela nafas panjang. Wajahnya semakin sedih. "Mendengar perkataan kamu, Tante jadi makin sedih." 

"Tante.." 

"Pasti banyak hal buruk yang udah kamu lalui selama ini. Sebagai Tante, seharusnya Tante yan selalu berada disamping kamu dan melindungimu.. tapi, hanya karena urusan bisnis, Tante jadi lupa dan tega meninggalkan kamu disini sendirian." 

"Tante, jangan ngomong gitu dong. Aku enggak ngerasa sendirian, kok." Karin menyentuh pundak Tantenya.

"...harusnya Tante enggak pantas meminta kamu ikut karena selama ini justru mereka lah yang menjaga dan menemanimu, disini kan?" Tante Talitha menatap keponakannya. Ia terlihat merasa bersalah. 

"Tante... jangan bicara seolah mereka adalah orang asing. Mereka adalah saudara-saudaraku. Anak-anak Ayah juga. Yang artinya, mereka juga keponakan Tante meskipun bukan anak dari Mama. Eummm, menurutku ada baiknya Tante juga bertemu dengan mereka... ah iya, apa Tante pernah bertemu dengan mereka sebelumnya? dalam versi anak kecil?" tanya Karin yang penasaran.

Tante Talitha menggelengkan kepalanya, "Tante belum pernah ketemu sama mereka. Tahu kalau mereka adalah anak dari istri Ayahmu yang lain aja, udah bikin Tante kesal. Yaah, kau tahu saat itu Tante serta Paman Iqbal enggak bisa terima Mamamu dikhianati dengan cara seperti itu. Ayahmu sangat tega karena mau dinikahkan dengan perempuan-perempuan lain." 

Karin tersenyum tipis, "Aku ngerti perasaan, Tante.. tapi, semuanya udah terjadi dan sebaiknya kita terima aja dengan ikhlas, Tante. Buatku sekarang, sih enggak masalah. Karena baik aku atau ketiga saudaraku memiliki kondisi yang sama. Kami enggak punya Ayah dan Ibu. SElain itu, ,ereka juga sangat baik, karena itulah aku enggak berniat mau memperpanjang masalah keluarga yang mungkin dulu pernah terjadi. Aku ingin hidup dengan tenang dan memiliki mereka sebagai saudara dalam hidupku." 

Talitha ikut tersenyum mendengar keikhlasan dan nasehat yang disampaikan oleh keponakannya, "Sepertinya, tetap aja.. Tante akan membutuhkan waktu supaya bisa bersikap sama sepertimu."

"Enggak apa-apa, Tante.. lambat laun pasti bisa. Oh iya, lain kali Tante harus mau ya, ketemu mereka." pinta Karin. 

Talitha menganggukkan kepala sebagai persetujuan. Meskipun dalam hatinya, ia merasa kesal. Ia bermaksud ingin memisahkan keponakannya itu dari ketiga saudaranya dengan memberikan sedikit provokasi namun sudah gagal, karena kalimat Karin yang menunjukkan kenyamanannya bersama mereka. Dalam senyumnya yang hangat, terbersit pemikiran tentang bagaimana caranya ia bisa membuat Karin membenci saudara-saudaranya itu dan akhirnya memilih meninggalkan mereka. Ya, mungkin ada baiknya secara perlahan ia mengangkat kembai kasus kematian Mamanya kemudian masalah keluarganya yang dulu pernah terjadi supaya membuat Karin berubah pikiran. 

My Lovely Sisters 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang