Extermination (Part 2)

170 16 0
                                    


Cuaca hari ini terasa menyenangkan bagi Luna. Tak ada sinar matahari yang menyengat kulitnya sehingga membuatnya bisa melenggang kaki keluar rumah. Ia telah sampai di depan kantor Paman Agung. Tak seperti biasanya, daerah parkir kantor itu terisi penuh dengan mobil-mobil dan motor. Membuat Luna berpikir kalau mungkin Paman Agung tengah mengadakan acara di kantor besarnya itu. 

Saat akan mendaftarkan identitas dan keperluannya pada sang resepsionis, secara kebetulan ia melihat sosok Andreas yang akan pergi keluar gedung. Ia menyapanya dengan ramah. Andreas tersenyum membalas sapaan itu dan berjalan menghampirinya. 

"Mau ketemu sama Tuan Agung, lagi ya?" tanya Andreas. 

Luna menganggukkan kepalanya. Senyumnya masih mengembang. Meskipun termasuk orang asing, namun penampilan Andreas yang begitu rapi, dan seolah terlihat seperti laki-laki bermartabat tinggi membuat perempuan itu tak sungkan menatapnya lama-lama. Tubuh yang tinggi, kekar dan wajah tampan juga menjadi pertimbangannya. Laki-laki itu juga ramah dan sopan meskipun ia tahu bisa jadi sikapnya itu hanya basa basi karena tahu Luna adalah salah satu kolega berharga bagi atasannya, Paman Agung. 

"Paman Agung lagi sibuk enggak, hari ini?" tanya Luna. 

Andreas mengangguk pelan, "Ya, begitulah.. dia seorang pengacara yang cukup sibuk." 

Luna mendeham, "Ooh gitu... Paman lagi banyak terima tamu, ya? Soalnya, tadi lihat lapangan parkir lumayan penuh." tanyanya. 

"Ya, sebagian emang ada yang ngantri buat ketemu dan konsultasi sama Tuan Agung..." ia menunjuk area lobi yang terisi oleh beberapa laki-laki dan perempuan paruh baya. Luna langsung mengerti kalau mereka lah yang dimaksud ingin bertemu dan berkonsultasi dengan Paman Agung,"...tapi, saat ini Tuan sedang mengadakan rapat dengan anak buahnya yang didatangkan dari luar kota." 

"Ooh, kalau tahu dia sesibuk ini.. kenapa Paman setuju buat ketemu sama gua, ya?" ia bergumam untuk dirinya sendiri. 

"Mungkin beliau menganggap permintaan Nona buat ketemu selalu berkaitan dengan hal yang penting." jawab Andreas yang tetap bisa mendengar gumaman perempuan didepannya itu. 

"Heum, walaupun penting...  tapi, kalau dia sesibuk sekarang, aku enggak akan keberatan, kalau dia mau mencari waktu lain." jawabnya. Ia menghela nafas panjang. 

"Mungkin, Tuan ingin tetap memprioritaskan urusan Nona..." tiba-tiba ada sesuatu yang terpikirkan dalam kepala Andreas. "Omong-omong, Nona selalu datang sendirian, kemana saudara-saudara yang lain?" tanyanya. 

"Aku memang sengaja enggak ngajak yang lain..." jawab Luna. 

"Kalau boleh tahu, kenapa? Kalian bukan sedang bertengkar kayak waktu itu, kan?" tanya Andreas yang penasaran. 

Luna tersenyum tipis, "Enggak. Aku memang berencana untuk bertemu sama Paman sendirian, karena emang enggak ada sangkut pautnya sama saudara-saudaraku yang lain." Luna berbohong, "lagipula, kebetulan saudara-saudaraku punya acara sendiri hari ini." jawabnya. 

"Oh begitu." tanggap Andreas, dan entah hanya perasaannya saja atau Luna memang menangkap ada secuil nada kecewa dari jawabannya. 

"Kenapa? Apa kamu merindukan seseorang dari saudara-saudaraku?" Luna dengan berani bertanya. Tak lupa senyum usil diperlihatkannya.

Andreas tersenyum, "Bukan cuma seorang tapi saya memang merindukan Nona dan saudara-saudara yang lain. Karena, emang udah lama enggak kelihatan datang kesini." lalu dia menyedekapkan dua tangannya, "Tapi, mungkin emang sebaiknya kalian enggak perlu datang kesini." lanjutnya. 

Luna ikut menyedekapkan tangannya, "Kenapa? Kamu enggak suka kalau kita datang buat ketemu sama Paman?" tanyanya tanpa maksud menyinggung. 

"Bukan enggak suka. Tapi, seingat saya... terakhir kali kalian datang secara lengkap, karena ada masalah, kan? Makanya, saya khawatir kalau kalian datang karena terlibat masalah rumit seperti tahun lalu."

Luna terkekeh, "Rupanya selain kami, masih ada orang yang khawatir sama kejadian tahun lalu, ya?" 

"Ya, begitulah.. karena, kalau sebuah masalah melibatkan perempuan apalagi empat.. biasanya mecahin dan nyelesein masalahnya jadi lebih rumit." jawab Andreas bermaksud bercanda.  

Akhirnya Luna tertawa pelan, "Aku jadi merasa tersindir."katanya, "Oh iya, omong-omong bukannya tadi kamu mau keluar? Ada tugas, ya?" tanyanya.

Andreas menggelengkan kepalanya, "Enggak, Nona. Saya cuma mau ke parkiran karena ada berkas yang tertinggal dalam mobil." 

"Ooh, oke." 

"Kalau begitu, saya pergi dulu. Berkasnya cukup penting dan akan berbahaya kalau tanpa sengaja diketahui orang lain." katanya. 

Luna menganggukkan kepalanya, "Oke. Aku juga harus pergi." keduanya pun akhirnya berpisah. Andreas melangkah melewati pintu kaca otomatis gedung sedangkan Luna bergegas memasuki lift menuju kantor Paman Agung. 


My Lovely Sisters 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang