2 hari telah berlalu, namun Luna belum juga sadarkan diri. Dari hasil pemeriksaan kemarin, tak ada kondisi yang gawat seperti pembuluh darah yang pecah. Demam yang dialami Luna pun, lambat laun menurun berkat obat berdosis tinggi yang dimasukkan kedalam tubuhnya.
Saat ini yang menungguinya, hanyalah Miki. Karin baru bisa datang setelah jam makan siang, itupun setelah mendapat izin resmi dari atasannya. Arga juga selalu datang setelah pulang kerja. Mengharapkan Luna sudah sadar saat ia datang.
Miki duduk dibangku yang disediakan dekat tempat tidur Luna. Ditangannya terdapat modul berisi pelajaran hukum. Luna baru saja kembali menerima suntikan melalui selang infusnya. Saat asyik menghayati setiap kata dalam modulnya, tiba-tiba konsentrasinya terganggu dengan erangan yang dikeluarkan oleh kakak keduanya itu.
Ia segera menutup modulnya dan meletakkannya diatas meja dekat tempat tidur. Berdiri untuk mengamati setiap erangan dan gerakan kecil yang dilakukan oleh Luna. Wajahnya terlihat tidak nyaman.
"Lun?" panggil Miki.
Perlahan, Luna mulai membuka dua matanya dan menatap lama ke arah adik bungsunya. Kemudian, beralih mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, yang langsung ia ketahui sudah berada di rumah sakit.
Dia melepas nafas yang cukup panjang. Kepalanya masih berdenyut-denyut. Tubuhnya seolah tak memiliki tenaga dan tulang. Rasa sakit menjalari seluruh tubuhnya. "Akhirnya, gua dibawa ke rumah sakit juga, su?" tanya Luna dengan nada lemah.
"Iya lah. Kalau enggak dibawa, bisa-bisa nyawa lu enggak ketolong, gimana?" suara Miki agak mengeras dan mengisi ruang perawatan yang sepi.
"Sakit apa gua?" tanya Luna lagi.
"Hipertensi, you know? Dokter sampai geleng-geleng pas periksa tekanan darah lu yang tinggi."
"Oh, ya?" nadanya sama sekali tak rerdengar terkejut. "Berapa?"
"150/100 plus gejala tifus. Untung enggak sampai ada pembuluh darah yang pecah." kata Miki.
Tiba-tiba Luna mendengus dengan menampilkan tawanya yang lemah. "Penyakit nenek-nenek."
"Iya. Makanya, dokter sampai geleng-geleng. Enggak biasanya orang yang umurnya masih muda bisa kena hipertensi setinggi itu."
"Gua pingsan berapa lama?" tanya Luna yang ingat saat kemarin malam tiba-tiba kehilangan kesadarannya.
"Dua hari, cuy."
Luna refleks menoleh kearah Miki dengan tatapan tidak percaya. "Serius, lu? Lama juga."
"Lama banget, bukan lama juga. Bikin gua sama Karin khawatir setengah mati. Oh iya, pacar lu juga datang setiap hari."
Lagi-lagi Luna kaget mendengar keterangan Miki, "Arga?"
Miki mengangguk, "Dia yang bantu kita bawa lu ke rumah sakit pas lu pingsan."
"Seriusan !?"
"Mana ada becanda, sih Lun. Lu sakit, ngeselin banget sumpah. Enggak ada angin, enggak ada ujan tahu-tahu pingsan dan diagnosis kena gejala tifus plus hipertensi. Lebih parah dari gua, lu nyusahinnya." omel Miki, yang sengaja meluapkan kemarahannya.
"Iya-iya sorry. Ya abis, mana gua tahu kalau bakal pingsan apalagi di diagnosis penyakit nenek-nenek." balas Luna. "Ki, minta tolong ambilin air minum dong. Tenggorokan gua kering."
Miki mengabulkan permintaan kakaknya dengan menyerahkan sebotol air yang sudah dimasukkan sedotan. Luna dengan susah payah bangun, dibantu oleh Miki.
![](https://img.wattpad.com/cover/95925263-288-k987330.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Sisters 2
General FictionPertemuan yang terjadi karena permintaan Paman Agung, membuat Karin, Luna, Reynata dan Miki harus menerima kenyataan kalau mereka adalah saudara dari satu Ayah yang sama. Hari demi hari mereka lalui dengan tenang dalam rumah yang diwariskan ole...