Berbagi (Part 6)

178 20 1
                                    

Seusai sarapan, Karin menyodorkan sekeranjang buah yang berisi apel, jeruk serta pisang. Luna mengambil sebuah apel, sedangkan Miki, tentu saja mengambil pisang.

"Jadi, Rey... hal apa yang mau lu sampaikan ke kita?" tanya Karin yang duduk dengan memasang wajah serius. Ia merasa khawatir kalau-kalau saudaranya itu sudah terlibat masalah. 

Miki ikut memandangi Reynata dengan mulut penuh dengan kunyahan pisang. Luna terlalu fokus mengupas buah apel ditangannya dengan pisau. Rey menengakkan punggungnya dan membalas tatapan serius Karin. "Sebenarnya, gua udah enggak tinggal di asrama lagi. Gua gagal dalam pelatihan pramugari."

Karin terkejut mendengar pengakuan saudaranya. Miki berhenti mengunyah sedangkan Luna tak lagi mengupas namun tak juga menatap saudaranya itu. 

"Sejak kapan lu enggak lagi ikut pelatihan disana?" tanya Karin. Nadanya berubah, menjadi datar dan terdengar tegas. Membuat Miki yang duduk disampingnya kesulitan menelan pisang yang dimakannya karena merasakan kalau suasana hati kakak pertamanya berubah menjadi tidak senang. Luna tak terpengaruh apapun dan kembali melanjutkan memotong buah apelnya menjadi kecil-kecil diatas piringnya. 

"Udah tujuh bulanan." jawab Reynata. 

"Tujuh bulan?" tanya Karin dengan menekankan kalimat pertamanya, "udah tujuh bulan dan lu baru kasih tahu kita sekarang?"

Reynata menganggukkan kepalanya pelan. Ia tahu saat ini Karin pasti akan marah karena dirinya sudah berbohong terlalu lama. "Sorry, gua baru bisa kasih tahu kalian karena berbagai macam pertimbangan. Gua gagal tes, dan itu bikin gua nge-down banget. Terus, gua mengurungkan niat buat pulang dan memilih buat nyewa tempat tinggal." 

Karin menghela nafas. Rautnya berubah kesal. "Gua enggak mempermasalahkan keputusan lu buat tinggal di tempat lain, Rey... tapi, lu enggak ngasih soal ini, itu yang susah buat gua terima. Gimana kalau selama tujuh bulan itu, ternyata terjadi hal yang buruk sama lu dan kita enggak tahu lu dimana dan apa yang lu lakuin?" omelnya.

"Iya, gua tahu udah mengambil keputusan yang salah dan seperti enggak ngehargain kalian." jawab Reynata dengan nada lemah  dan raut bersalah, "karena itu sekarang gua meminta maaf dan berjanji enggak akan melakukan hal kayak gini lagi. Gua terlalu larut sama kesedihan dan kekecewaan gua pas mengalami kegagalan, sampai-sampai lupa memikirkan kalian yang selalu mengkhawatirkan gua." 

Karin tak mengubah ekspresi kesalnya dan tetap diam. Ia ingin Reynata benar-benar menyesali perbuatannya.

"Kali ini maafin, aja Karin." kata Luna yang merasa tak tenang merasakan atmosfer dingin disekitarnya. "Toh, kenyataannya Reynata bisa pulang dengan badan dan nyawa utuh." kemudian dirinya menatap Reynata yang masih bersalah, "tapi, gua juga berharap Reynata enggak melakukan hal serupa dimasa depan. Lu udah dewasa dan tahu keputusan baik apa yang harus diambil. Lu bukan anak kecil lagi yang suka bikin keluarga di rumah khawatir, kan?" 

Karin beralih menatap saudara keduanya itu, "Jangan-jangan... diantara kita, lu sebenarnya udah tahu Reynata berbohong soal kembali ke asrama dan menyembunyikannya seperti dulu." tuduhnya. Ia tak memiliki alasan kuat kenapa berpikir seperti itu, hanya saja instingnya mengatakan kalau lagi-lagi Luna sukses menyembunyikan sebuah rahasia. 

Luna melirik kearah Reynata sebelum kembali memandangi Karin. Ia tak menjawab apapun dan hanya mengunyah satu persatu potongan apel di piringnya. Karin menggelengkan kepalanya dengan frustrasi. "Lun, sebelum lu ngasih nasihat ke orang lain.. lu dengerin nasihat dari gua." katanya. "Kalau lu tahu ada salah satu diantara kita yang berbohong dan melakukan sesuatu berpotensi mendatangkan bahaya, jangan malah ikutan nyembunyiin. Bisa enggak lu lakuin itu?" 

"Gua enggak bermaksud nyembunyiin lama-lama, kok. Gua enggak bilang sampai sekarang karena Reynata janji akan mengatakan semuanya secepatnya." 

"Apa bedanya sama kasus gua terdahulu? Kalau Reynata enggak bilang juga, apa lu mau sembunyiin sampai Rey mau bilang sendiri?" omelnya. 

"Tergantung situasi dan kondisinya, sih." 

"Mau tergantung sampai kapan? Sampai Reynata ngalamin hal buruk?" Karin masih mengomel. 

"Karin, udah jangan marah-marah sama Luna. Posisinya disini gua yang salah, gua yang minta dia buat enggak bilang ke kalian, dan Luna cuma nyoba berbuat yang terbaik.. mungkin, supaya gua enggak marah karena enggak dengerin permintaan dan pendapat gua." lerai Reynata. 

"Kalian sama-sama salah." jawab Karin. "Coba deh, kalian lebih concern sama perasaan kita. Gua dan Miki, bukan sekedar orang yang menghuni rumah lho, tapi kita ini keluarga yang menunggu kepulangan kalian dengan tangan terbuka. Kalau masih ada yang ngelakuin hal ini, tandanya emang enggak pernah ada kepercayaan, kan diantara kita? Semua bertindak dan berpikir sesuka hati." kata Karin  yang membuat Reynata syok mendengar kalimat-kalimat terakhirnya. 

"Udah-udah, jangan malah berdebat kayak gini. Kak Karin, yang penting kan sekarang kak Rey udah berkata jujur dan janji enggak akan mengulangi hal kayak gini. Mungkin, kemarin-kemarin dia terlalu memikirkan dirinya sendiri tapi, kan sekarang udah menyesal." Miki mencoba menenangkan. "Buat Luna, dengerin deh apa yang dibilang sama Kak Karin.. mulai sekarang jangan lagi jadi tong penyimpan rahasia, yah.. apapun masalahnya, ringan atau berat, lu harus kasih tahu juga ke kita supaya bisa dipikirkan bareng-bareng." katanya. Luna hanya mengangguk pelan dengan ekspresinya yang merasa tertekan. 

Karin menghela nafas panjang dan berusaha mengontrol emosinya. "Terus, setelah enggak tinggal di asrama, sampai sekarang apa kegiatan lu?" tanyanya. 

"Gua kerja, dan udah empat bulan. Dari perusahaan itu, gua difasilitasi mes." jawab Reynata. 

Karin menganggukkan kepalanya, mencoba mengerti jalan yang diambil oleh saudaranya itu. "Oke. Jaga diri lu baik-baik selama jauh dari rumah. Kalau ada apa-apa langsung bilang ke kita semua. Jangan pilih-pilih orang, karena kita semua ini saudara lu. Oke?" 

Reynata mengangguk. "Iya, gua ngerti. Sekali lagi maaf." 

Karin menerima permintaan maafnya, begitupun dengan Miki. Luna masih berkutat dengan potongan apel diatas piringnya. 

"Lun.." panggil Karin, membuat Luna menoleh kearahnya. "Sorry, karena udah ngomelin lu dan mungkin ngeluarin kalimat yang enggak lu suka. Gua harap lu enggak berpikiran buruk selain gua yang mengkhawatirkan kalian semua." 

Luna menganggukkan kepalanya, "Iya, gua ngerti kok." jawabnya. 

Karin tersenyum mendengar jawaban Luna, "Jadi... apa ada lagi hal yang disembunyikan selain kasus Reynata?" tanyanya pada dua saudara yang lain, "Kalau ada, gua rasa ini jadi waktu yang tepat buat bikin pengakuan. Kayak lu, Lun... dari kemarin sampai lu akhirnya jatuh sakit, gua bepikir ada hal yang lu sembunyiin dari kita semua."

Luna membeku. Mendapati seluruh pandangan kini terarah padanya. Miki, Karin dan Reynata menunggunya bicara. Benarkah tidak apa-apa kalau ia ceritakan saja semuanya sekarang? Apa Karin akan baik-baik saja mendengar pengakuannya?




My Lovely Sisters 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang