Kekhawatiran

238 19 0
                                    

Keadaan komplek rumahnya sudah begitu sepi karena waktu yang semakin larut. Dalam perjalanan ia bertemu dengan Pak Amir yang sedang berkeliling dan menawarkan diri untuk mengantarnya sampai depan rumah. Luna segera masuk setelah mengucapkan terima kasih atas kebaikan Pak Amir. 

Begitu sampai didalam dan telah mengunci kembali pintunya, ia melihat Karin keluar dari ruang keluarga dengan dua mata sembap seperti baru bangun tidur. Luna agak terkejut melihat saudarinya masih berada dibawah saat jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. 

"Malem banget, Lun?" sapa Karin yang menyandarkan sisi tubuhnya pada dinding. Ia menyedekapkan dua tangannya ke belakang, membuatnya seperti orangtua yang memergoki anaknya pulang malam. 

Luna mengangguk sembari meletakkan sepatunya di rak. "Kebanyakan ngobrol jadi enggak kerasa udah malam." jawabnya seadanya. "Lu kok masih dibawah?" ia bersiap akan pergi ke kamarnya. 

Karin memandangi Luna. Ada raut tidak senang dari wajahnya. "Iya, sengaja kita nunggu lu pulang." 

"Kita?" tanya Luna, "Sama Miki?"

Karin mengangguk, "Dia ketiduran di ruang keluarga." 

"Bukannya, sebelum pergi gua udah bilang jangan nunggu gua? Kan gua bawa kunci sendiri." 

"Walaupun lu bilang begitu, tetep aja kita ngerasa khawatir. Apalagi sikap lu akhir-akhir ini aneh, makanya kita nungguin buat mastiin kalau lu benar-benar pulang ke rumah sehabis ketemu paman dan bibi lu."

Luna menunda langkahnya menuju tangga dan beralih ke ruang keluarga. Melewati Karin. Di ruang keluarga, ia memang melihat Miki yang berbaring diatas lantai. Ia tertidur dengan televisi yang dinyalakan. Luna bergerak mendekati adik bungsunya. 

"Su?" Luna menggoyangkan lengannya. Tak ada respons. Ia menggoyangkan lagi lengannya dengan lebih keras. "Bungsu." 

Akhirnya, Miki memberi jawaban dengan erangan. Merasa tidak senang karena tidurnya diganggu. 

"Pindah keatas. Lu tidur dibawah,mau sakit lagi?" tanya Luna. 

Miki membuka perlahan kedua matanya dan mengamati wajah Luna. "Lun? Udah pulang?" tanyanya dengan polos. Karin hanya memerhatikan keduanya. Masih dengan bersedekap. 

"Iya, gua udah pulang. Kan udah dibilang jangan tunggu gua." 

Miki merenggangkan tubuhnya, "Kita khawatir. Makanya, nungguin." 

Refleks, Luna mengacak-acak puncak kepala Miki. "Udah bangun. Jangan tidur dibawah, nanti masuk angin." Lalu meraih remot televisi diatas sofa untuk mematikan benda yang sedang menampilkan sebuah acara reality show. Ia mengalihkan langkahnya menuju luar, "Ajak si bungsu ke kamar, Rin. Lu juga besok kerja, kan? Jangan sampai sakit karena kelamaan tidur dibawah." pesan Luna. 

Karin menguap, "Lu lupa ya, kalau besok gua libur." 

"Ooh. Iya, gua lupa. Tapi, tetap aja kalian harus istirahat di kamar. Gua naik duluan. Thanks udah mau nungguin. Lain kali enggak perlu sampai begini." jawab Luna yang berlalu pergi ke kamarnya. 

Karin beralih menuju Miki yang masih terduduk lemas, mengumpulkan kesadarannya. Karin membantu membopong adiknya itu ke kamar. 

"Luna udah ke kamar?" tanya Miki. 

"Udah." jawab singkat Karin. Begitu Miki sampai di depan kamarnya, ia memberikan ucapan selamat malam pada Karin dengan mata setengah tertutup. Karin tak langsung masuk melainkan menatap pintu kamar Luna yang telah tertutup rapat. Ia menghembuskan nafas panjang sebelum akhirnya masuk ke dalam kamarnya. 



My Lovely Sisters 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang