Saat ingin berpamitan dengan Miki, Luna dan Reynata justru menemukan adiknya itu sedang tertidur karena efek obat yang beberapa saat lalu disalurkan melalui kabel infus oleh suster. Reynata memberikan pesan pada Gio dan Andreas agar menyampaikan pada Miki kalau mereka akan pulang sebentar. Setelah berkata demikian, Reynata dan Luna keluar dari kamar dan berjalan memasuki lift menuju lantai satu. Tak ada percakapan diantara mereka karena fokus dengan pemikiran masing-masing. Reynata memikirkan kekalahan telak yang sebentar lagi akan mereka hadapi setelah menyerahkan master rekaman dalam laptopnya pada Tante Talitha. Sedangkan, Luna sedang menyalahkan dirinya sendiri karena merasa akan dihadapai persoalan yang semakin rumit.
"Kenapa gue gampang terenyuh, sih." Luna menggumam pelan. Kepalanya disenderkan pada sisi kanan bagian lift. Wajahnya terlihat putus asa. Ia memikirkan rencana yang bisa dijalankannya kalau Andreas lebih dulu mendengar rekaman yang dikirimkan itu sebelum ida dan Reynata bertemu dengan Tante Talitha. Andreas tentu tidak akan tinggal diam saat mengetahui isi dalam file itu, kemudian kemungkinan besar dia bersama Paman Agung serta kepolisian akan bergerak menangkap Tante Talitha. Ia berharap sebelum seluruh perkiraannya itu terjadi, dia dan Reynata sudah kembali ke rumah sakit atau setidaknya tidak berada dalam jangkauan perempuan itu.
Reynata yang tak terlalu mendengarkan dengan jelas, menoleh kearah saudaranya dan melihat wajah khawatirnya. "Kenapa, Lun? lu ngomong sesuatu? Enyuh, enyuh apaan?" tanyanya.
Luna hanya melirik sekilas sebelum kembali memandangi tombol-tombol lift yang menyala. "Bukan enyuh, tapi enyut-enyutan. Tangan gua rasanya enyut-enyutan." Luna mengalihkan. Ia masih bimbang antara harus menceritakan saja ke Reynata atau membiarkannya tidak tahu apapun. Tapi, kalau nanti terjadi hal yang tidak diinginkan saat sedang bertemu dengan Tante Talitha, Reynata juga akan berada dalam bahaya dengan kondisi tidak tahu apa-apa.
Reynata melihat kearah pergelangan tangan Luna yang masih terbalut perban. "Kalau masih ngerasa enggak enak, mending jangan pulang, deh Lun. Lu disini aja, biar gua yang pulang dan kasih masternya ke Tante Talitha. Paling cuma sebentar."
Luna menghela nafas pelan, "Gua mana bisa tenang sih, biarin lu ketemu sama perempuan ular itu sendirian. . ." jawabnya.
"Dia enggak akan ngapa-ngapain, Lun. . . kan kita udah ambil jalan damai. Enggak akan memberikan keuntungan apapun kalau dia berani bertindak jauh sama kita." Reynata meyakinkan. Luna hanya menanggapi dengan dengusan. Tak lama, handphone Reynata bergetar berbarengan ketika pintu lift terbuka dan telah mencapai lantai satu.
"Tante Talitha, Lun." Reynata memberitahu saat mereka berdua telah diluar. Ia berhenti melangkah untuk menerima panggilan tersebut"Halo, Tante?"
"Kenapa kalian lama banget, sih? Orang yang Tante utus merasa bosan menunggu kalian, katanya mau keluar jam 7." terdengar nada protes dari Tante Talitha.
"Kita nunggu infusan dicabut, dan beres-beres. Ini juga udah turun. Enggak sabaran banget." balas Reynata tak kalah ketus.
"Ya udah cepat keluar dan temui orang yang udah kuutus. Dia pakai mobilio warna putih dan juga udah tahu wajah kalian, jadi dia akan langsung menghampiri saat melihat kalian keluar dari gedung rumah sakit."
Luna menyentuh lengan Reynata, dan memintanya untuk menanyakan apa yang sedang dilakukan Karin.
"Oh iya, aku mau tanya. . . apa Karin masih di apartemen Tante, semalam dia janji mau datang setelah mengambil baju untuk menjaga Miki tapi sampai sekarang dia enggak muncul."
"Dia masih di apartemenku . . . aku sengaja menahannya sampai aku menerima master itu dari kalian. Anggap ini ancaman, aku enggak akan sungkan untuk mencelakai dia kalau kalian berani macam-macam, apalagi menipuku dengan merancang rencana untuk menjebakku. Mengerti? Cepat datangi supirku." setelah berkata begitu, Tante Talitha memutus komunikasinya.
"Sial." Reynata mengumpat.
"Kenapa, Rey?"
"Dia sengaja nahan Karin di apartemennya untuk mengancam kita. Dia bilang enggak akan sungkan mencelakai dia kalau kita berani macam-macam dengannya." jawab Reynata sambil memasukkan Hp-nya ke dalam tas.
Luna terdiam. Mereka berdua tak bicara dan juga tak bergerak menuju pelataran depan rumah sakit. "Kita harus bergegas, supaya kita bisa mengambil Karin dan Miki ke sisi kita. . . Miki udah pasti aman disini karena ada Andreas dan juga Dani. Tapi, Karin . . . kita harus sebisa mungkin menjauhkannya dari perempuan licik itu. Untuk sementara kita ikuti aja kemauannya dan menerima jalan damai yang ditawarkan." saran Reynata.
Luna menatap saudaranya itu dengan tatapan rasa bersalah,"Rey . . . sebenarnya, gua baru aja bikin masalah ini semakin rumit."
Wajah Reynata semakin tegang dan tak bisa melepas tatapannya dari wajah bersalah yang ditampilkan oleh Luna, "Jangan bilang tadi lu . . . sama Andreas sebenarnya . . ." ia tak serta merta menuntaskan perkataannya, " . . . jangan-jangan lu udah bilang ke Andreas soal rekaman itu?"
Luna menggelengkan kepalanya, "gua enggak bilang apapun. . . tapi, gua ngirimin file itu ke dia."
Mulut Reynata sedikit ternganga, "Seriusan !?" suara kagetnya tertahan, tangannya menggenggam bahu saudaranya, "tapi . . . gimana lu masih nyimpan rekaman itu? bukannya semalam, Tante Talitha udah hapus file rekaman di Hp lu bahkan sampai ke email?"
"Gua masih punya salinannya dan disimpan sebagai draft di alamat email yang lain. Sedangkan, semalam gua cuma ngasih alamat email yang gua pakai buat kirim file ke Karin." Luna mengakui.
"Oh My God, Luna ! Kenapa lu baru kasih tahu gua sekarang? Gua tuh hopeless tahu enggak, sih bayangin kita kalah telak dan sebentar lagi barang bukti itu bakalan hilang." tanggap Reynata tak percaya, namun raut antusiasnya seketika berubah kala ingat dampak buruk yang mungkin terjadi setelah rekaman itu didengar oleh Andreas. Kemungkinan besar rekaman itu akan diserahkan ke Paman Agung untuk ditindaklanjuti. Ia sekarang mengerti dengan perkataan Luna tentang dirinya yang sudah membuat masalah mereka menjadi semakin rumit. "Lun, hubungi Andreas sekarang. Bilang ke dia, jangan mendengarkan rekaman itu sampai siang . . setidaknya sampai kita balik lagi ke rumah sakit. Kita harus selesaikan ini dengan cepat tanpa bikin Tante Talitha curiga kalau diam-diam kita masih punya salinan, atau tahu kalau ada orang lain yang mengetahui kenyataan ini. Miki dan Andreas." suaranya berubah menjadi berbisik-bisik.
Luna mengangguk setuju, kemudian segera mengambil Hp dalam tasnya dan menghubungi Andreas. "Halo, Ndre. Tentang rekaman tadi, sebelum kamu dengerin itu, bisa tunggu kita sampai datang lagi ke rumah sakit? Aku berniat memberikan penjelasan padamu." Luna mendeham beberapa kali, "Oke, Thank you." kemudian memutuskan pembicaraan. "Udah, gua bilang dan dia setuju."
"Bagus. Sekarang, waktunya kita menghadapi perempuan itu dulu. Kita minta dia bebaskan Karin kemudian baru kita pikirkan langkah selanjutnya bersama Andreas dan Paman Agung." Reynata terlihat optimis. Luna mengangguk setuju. Keduanya kemudian berjalan keluar dengan bergandengan tangan, sebagai bentuk penguatan dan dukungan untuk masing-masing. Mereka merasa yakin bisa menyelesaikan masalah ini dengan cepat dan tepat asalkan tetap tenang dan ikuti dulu kemauan Tante Talitha.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Sisters 2
Ficción GeneralPertemuan yang terjadi karena permintaan Paman Agung, membuat Karin, Luna, Reynata dan Miki harus menerima kenyataan kalau mereka adalah saudara dari satu Ayah yang sama. Hari demi hari mereka lalui dengan tenang dalam rumah yang diwariskan ole...