Luna telah sampai didepan kantor Paman Agung. Saat memasuki lobi, kedatangannya disambut oleh Andreas yang baru saja akan keluar dari gedung.
"Selamat pagi, Nona Luna." sapanya dengan tersenyum.
Luna membalas senyuman itu dengan seramah mungkin, "Selamat pagi, Andreas. Apa kabar?"
"Baik, Nona Luna. Nona sendiri bagaimana, sehat?"
"Ya, aku sehat makanya aku datang kesini." jawab Luna dengan terkekeh pelan. "Kamu mau baru akan pergi?" tanyanya.
"Iya. Ada tugas yang harus saya dijalankan. Kedatangan Nona sudah ditunggu oleh Tuan Agung."
"Oke. Kalau gitu, silahkan. Jangan sampai terhambat, cuma karena ketemu sama aku." jawab Luna.
Andreas tertawa kecil, "Baiklah, saya pergi." Luna mengangguk tanda mengizinkannya, kemudian Andreas berlalu pergi. Perempuan muda itu melanjutkan langkahnya memasuki lift menuju lantai tempat ruangan Paman Agung berada.
***
Luna telah sampai didepan pintu kantor Paman Agung. Ia mengetuk terlebih dahulu sebelum akhirnya diizinkan untuk masuk. Didalam, ia melihat Paman Agung sedang membaca koran dikursi kebesarannya.
"Selamat pagi, Paman." sapa Luna setelah menutup pintu dibelakangnya.
"Selamat pagi, Luna. Aaah, akhirnya kamu sampai juga." Paman Agung melipat koran dan meletakannya diatas meja. Ia berdiri kemudian memeluk Luna, seperti seorang Ayah.
"Aku beneran enggak ganggu waktu, Paman kan?" tanya Luna.
"Enggak. Paman udah mengatur jadwal dan baru akan berangkat setelah bicara denganmu. Oh iya, kamu mau minum apa? Biar Paman ambilkan."
"Air putih, cukup Paman."
"Oke." Ia berjalan menghampiri kulkas kecil yang berada disamping meja kantornya. Mengambil sebotol air minum dingin dari dalam dan menyerahkannya pada Luna.
"Terima kasih, Paman."
Paman Agung menganggukkan kepalanya dan tersenyum. Ia kembali duduk dikursi kebesarannya. Berhadapan dengan Luna. "Jadi, bagaimana proses pembagian warisan kemarin? Enggak ada masalah keluarga yang timbul, kan?" tanya Paman.
Luna menganggukkan kepalanya, "Paman dan Bibiku yang lain enggak mengatakan apapun. Entah, kalau setelah aku pergi. Karena, biasanya mereka suka membicarakanku dibelakang." lanjutnya.
"Sepertinya, hubunganmu dengan keluarga ibumu enggak terlalu baik, yah?"
"Begitulah." jawab Luna. Ia mengeluarkan beberapa berkas dari ranselnya dan menyerahkannya kepada Paman Agung. "Aku mau minta tolong Paman untuk membantuku mengurus warisan Ibu juga. Aku enggak terlalu mengerti dengan apa yang harus kulakukan dengan semua itu."
Paman Agung menerima berkas-berkas itu dan membacanya. "Kenapa, kamu percaya sama Paman, Lun? Bukankah ada bibi dan pamanmu? Mereka walimu secara sah."
"Itu karena... aku percaya sama Paman." jawab Luna yang kemudian mendapat perhatian dari Paman Agung.
"Aku tersanjung mendengar perkataanmu." jawab Paman Agung dengan tersenyum. "Yah, langkah pertama... kamu perlu mengubah semua nama kepemilikan bangunan-bangunan ini dengan namamu. Supaya, enggak menimbulkan masalah dikemudian hari. Lalu... apa kamu punya rencana untuk cek terlebih dahulu kondisi bangunannya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Sisters 2
Ficción GeneralPertemuan yang terjadi karena permintaan Paman Agung, membuat Karin, Luna, Reynata dan Miki harus menerima kenyataan kalau mereka adalah saudara dari satu Ayah yang sama. Hari demi hari mereka lalui dengan tenang dalam rumah yang diwariskan ole...