Keterbukaan (Part 4)

248 20 11
                                    

Selesai makan siang, hanya terlihat tiga perempuan yang masih berada didapur. Miki melanjutkan memakan satu buah pisang sunpride. Satu pisang lagi diletakkannya di atas meja. Luna perlahan menghabiskan semangkuk kecil sayur bayam yang diberikan lagi oleh Karin. Katanya supaya Luna bisa cepat sehat. Reynata sibuk membalas pesan dari kekasihnya, Manggala. Sedangkan, Karin sudah 5 menit keluar dari dapur karena menerima telepon. 

"Masih lapar, ki? Abis makan malah lanjut pisang?" tanya Luna yang mulai merasa terpaksa menyuapkan bayam ke dalam mulutnya. 

"Kenapa? Emang aneh kalau abis makan nasi lanjut makan pisang?" jawab Miki dengan ketus. Dia masih kesal dengan ulah Luna yang mengeluarkannya dari aplikasi game. 

"Duuh, galak banget sih Ki." tegur Reynata. 

"Tahu, kayak nenek-nenek lagi pms." susul Luna. 

Reynata terkekeh, "Emang nenek-nenek masih bisa pms?" 

"Ada aja, kalau hormonnya masih bagus." jawab Luna sekenanya. 

"Gua masih bete gara-gara lu ngeluarin gua dari game." kata Miki. Lalu, dengan kasar ia menggigit pisang ditangannya. 

"Ye'elah game doang, lu marah sama gua. Lu menang, juga enggak dibayar." jawab Luna. 

"Tapi, tetep aja gua kesel sama lu." kata Miki masih tak terima. 

"Iya, deh sorry." jawab Luna yang menyerah dengan sifat ambekan Miki. 

Miki berhenti makan, dan menatap Luna. "Apa? Lu bilang apa, barusan? Enggak dengar." Reynata lagi-lagi hanya bisa terkekeh pelan melihat pertengkaran dua saudaranya. Ia enggan untuk melerai. 

"Sorry." Luna mengeraskan suaranya, "Korek kuping sana, banyak conge kali didalamnya." kali ini Luna yang menjawab dengan ketus. 

Reflek, Miki melempar kulit pisang kearah Luna karena kesal.  Luna membalas dengan mencipratkan kuah sayurnya dari sendok. Reynata mulai tidak suka dengan kelakuan dua saudaranya. 

"Astagaaa, kalian ini sehari aja enggak bisa ya buat enggak berantem? Ada aja yang dipermasalahin." akhirnya Reynata membuka suara. 

"Dia tuh yang selalu bikin masalah. Gua yang jadi korbannya." protes Miki yang kemudian memakan pisang keduanya. 

"Lebay." komentar Luna. 

"Bodo." jawab Miki. Reynata lagi-lagi hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya melihat aksi perdebatan dua saudaranya. Tak lama, Karin kembali ke dapur dan merasa heran melihat ekspresi Reynata yang terlihat kesal. 

"Muka lu kenapa, Rey?" tanya Karin. 

"Biasa nih dua bocah, berantem karena masalah sepele." kata Reynata.

"Jitak aja, Rey kalau mulai berantem lagi." kata Karin dengan enteng, lalu duduk disamping Reynata.

"By the way, lu ditelepon siapa? Butik?" tanya Reynata yang sudah tidak lagi membalas pesan kekasihnya. 

"Bibi gua. Gua juga kaget, tiba-tiba dia ngubungin." jawab Karin. Luna tertegun mendengar pengakuan Karin dan teringat dengan informasi kalau keluarga Karin terlibat atas kematian mamanya. 

"Emang udah lama, mereka enggak ngubungin?" tanya Miki.

Karin mengangguk. "Udah cukup lama. Dia ngubungin buat ngabarin kalau minggu depan mau ke Jakarta dan ketemu sama gua." 

"Emang bibi lu tinggalnya bukan di Jakarta?" tanya Reynata. 

Karin menggelengkan kepalanya, "Udah lama mereka enggak tinggal di Indonesia, dan tadi dia baru ngasih tahu kalau sekarang stay di Jepang. Bareng sama paman juga." jawab Karin. 

"Paman... maksudnya suami dari bibi lu?" tanya Miki. 

"Itu juga, sih. Tapi, ini paman satu lagi. Adik dari nyokap." kata Karin. 

Reynata dan Miki mengangguk mengerti. 

"Mereka lagi ada urusan di Indonesia?" tanya Luna. 

"Kayaknya, sih. Mungkin urusan bisnis." Karin menatap mangkuk sayur Luna yang belum juga habis isinya. "Lu makan lama banget, sih? Perasaan sayurnya cuma sedikir tapi enggak abis-abis." 

"Gua udah kenyang tahu, tapi masih lu paksa buat makan." jawab Luna yang tak suka dimarahi. 

"Ya lu, mau cepat sehat, enggak?" tanya Karin lagi. 

Luna hanya menjawab dengan dehaman. 

"Makanya makan yang banyak." lanjut Karin. Miki terkekeh melihat kakak keduanya itu diomeli layaknya anak kecil yang tidak menurut pada ibunya. 

"Terus, bibi lu mau ngajak ketemu dimana? Di rumah? Lu ngasih tahu enggak, kalau sekarang tinggal bareng kita?" tanya Reynata yang terlihat antusias. 

"Belum tahu. Gua sih ngarepnya dia mau ke rumah dan mau gua kenalin sama kalian. Tapi, kalaupun dia ngajak ketemu di luar, gua mau ajak kalian juga." jawab Karin. "Gua juga udah ngasih tahu kalau sekarang gua tinggal sama kalian."

"Iya, dong. Kenalin kita. Gua pribadi, sih mau tahu saudara-saudara kalian. Kalau gua, kan sebatang kara. Enggak punya paman dan bibi kayak kalian." kata Reynata. 

"Boleh. Nanti cari waktu aja buat berkenalan, tapi setelah Luna sehat." kata Karin. 

"Dengerin, tuh. Lu harus cepat-cepat sehat supaya kita keliling kenalan sama paman dan bibi." kata Miki. 

"Emang kalian mau kenalan sama paman dan bibi gua? Mereka itu bukan orang-orang yang mau bersikap manis." kata Luna. 

Ketiga saudaranya terdiam. Mereka baru ingat kalau Luna tidak terlalu dekat dengan saudara-saudara ibunya. Bahkan, memiliki masalah rumit yang berkaitan dengan warisan. Terbukti ketika beberapa hari lalu, Luna terus keluar rumah yang akhirnya menyebabkan dia jatuh sakit. 


My Lovely Sisters 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang