Luna bergerak dari kursinya untuk membukakan pintu. Ia melihat Karin berdiri dihadapannya dengan raut khawatir. Luna yang tak mengerti hanya bisa menunggu hingga saudari tertuanya itu bicara.
"Lun, lagi tidur ya?" tanyanya dengan nada penuh kehati-hatian.
"Enggak. Gua baru selesai mandi." jawab Luna.
"Bisa kita bicara sebentar?"
Meskipun agak bingung dengan sikap Karin yang tak biasanya meminta izin untuk bicara, Luna hanya menjawab dengan anggukan.
"Didalam?" tanyanya lagi.
Luna langsung membukakan pintunya lebih lebar dan membiarkan Karin memasuki kamarnya. Saudarinya itu duduk di kursi belajar sedangkan Luna duduk diatas tempat tidurnya, berhadapan dengan Karin.
"Mau ngomong apa?" tanya Luna.
"Lun, lu sebenarnya lagi kenapa, sih? Akhir-akhir ini, gua sama bungsu ngerasa aneh sama sikap lu. Kata Miki, hari ini lu keluar lagi ketemu sama Paman Agung. Terus, tadi siang gua whatsapp, tapi sampai sekarang enggak lu balas. Kita khawatir sama lu, karena enggak biasanya lu kayak gini." kata Karin.
Luna baru ingat kalau tadi memang melihat beberapa pesan whatsapp yang masuk ke handphone-nya namun dirinya hanya fokus terhadap pesan yang dikirimkan bibi Rindi dan lupa kalau tadi pagi Karin sempat mengajaknya untuk jalan-jalan bersama Miki.
"Sorry, gua enggak sempat balas whatsapp yang masuk karena gua terlalu sibuk ngomong sama Paman Agung. Emmm, dan gua lupa kalau tadi pagi lu sempet ngajak buat hang out. Tapi, sebenarnya lu bisa aja, kan jalan sama Miki. Toh, dia lebih butuh buat jalan-jalan karena sendirian di rumah."
Karin menggelengkan kepalanya perlahan. Tatapannya terfokus pada Luna. Raut wajahnya memberikan sinyal kalau bukan itu masalah utamanya. "Gua enggak jadi pulang cepat karena ada kerjaan. Gua ngabarin kok ke whatsapp lu, tapi bukan itu yang mau gua tahu. Karena enggak dapat balasan gua beralih tanya ke Miki, dan akhirnya gua tahu lu lagi berkunjung ke Paman Agung. Terus, dia juga bilang sikap lu aneh. Ngomong seperlunya, masuk kamar dan enggak lagi keluar. Kemarin juga begitu."
Luna terdiam. Ia tahu setelah ini Karin pasti akan memaksanya menceritakan hal yang membuatnya agak tertutup akhir-akhir ini.
"Lu bolak balik ketemu sama Paman Agung, apa beneran cuma karena masalah warisan? Paman dan Bibi lu bikin masalah lagi sama lu? Sebenarnya kenapa, sih Lun? Coba dong cerita." Karin memohon.
Luna menghembuskan nafasnya dengan berat, "Sorry, gua udah bikin kalian khawatir. Gua enggak bermaksud begitu. Gua bolak balik ke kantor Paman Agung emang cuma buat ngomongin soal warisan kok. Yah, gua baru tahu aja ternyata banyak hal yang harus dilakuin buat menjaga harta warisan. Sikap gua yang menurut kalian aneh, itu cuma karena gua kecapekan . Gua kalau udah seharian diluar dan terlalu banyak mikir, pasti begitu. Jadi, enggak mood ngapa-ngapain dan maunya tiduran aja."
Karin bergerak dengan gelisah. Tangannya meremas tangan yang lain. Entah kenapa, dia merasa yakin kalau Luna sedang mencoba membohonginya kali ini. "Lun... jujur aja, ya. Walaupun jawaban lu kedengaran masuk akal, tapi gua kok ngerasa lu lagi bohong, ya? Entah cuma perasaan gua doang atau emang sebenarnya lu tuh lagi nutupin sesuatu dari kita. Masalahnya, tadi pagi pun sikap lu aneh. Cara bicara lu datar dan dingin. Masa iya, lu begitu karena kecapekan? Pasti ada hal serius yang lagi lu pikirin, kan? Tadi pagi, lu sendiri juga bilang begitu." Karin meletakkan tangannya pada satu tangan Luna yang berpangku pada pahanya. "Ayolah, Lun.. lu enggak mau berbagi sama gua. Gua enggak nyaman sama sikap lu yang kayak gini."
Luna memaksakan senyumnya. Berharap bisa meredakan kekhawatiran Karin. "Serius, enggak ada hal yang gawat kok. Gua cuma kecapekan karena banyak hal harus gua lakuin yang berkaitan dengan warisan nyokap. Kalau udah selesai, gua bakal kayak biasanya lagi kok." ia menggeser perlahan tangan Karin dari tangannya.
Karin menyerah dengan sikap Luna. "Ya udah, gua enggak bisa maksa lebih jauh kalau lu udah ngomong kayak gitu. Tapi, please kalau ada apa-apa dan lu perlu bantuan, jangan segan kasih tahu kita."
Luna mengangguk, "Iya."
"Terus, sekarang lu masih mau istirahat? Enggak mau kebawah? Kasihan Miki, ngekhawatirin lu banget, tuh."
Luna menggelengkan kepalanya, "Sebenarnya, gua harus siap-siap buat ketemu sama Paman dan Bibi gua. Kita udah janjian buat ketemu di Kemang."
"Bibi Rindi?" tanya Karin.
"Iya. Enggak cuma dia aja, sih, tapi semua paman dan bibi gua datang malam ini."
"Ada acara apa?" tanya Karin dengan nada penuh selidik.
"Cuma acara makan malam biasa. Yah, semacam memperbaiki hubungan yang sempat renggang."
"Lu berbaikan sama mereka?"
Luna mengangguk lagi. "Lagi usaha. Gua enggak bisa terlalu lama menyimpan konflik sama mereka. Bagaimana pun, mereka lah yang hadir dan merawat gua sewaktu nyokap meninggal. Gua mau kita balik lagi jadi keluarga dan menghilangkan rasa enggak suka yang selama ini terjadi diantara kita."
"Oh, gitu. Terus, lu berangkat jam berapa? Pulangnya?"
"Setelah ganti baju dan dandan, gua langsung on the way kesana. Pulangnya mungkin malam, gua bakal bawa kunci rumah cadangan. Kalian kunci aja pintunya, tapi jangan lupa cabut kuncinya."
"Oke. Take care of yourself." kata Karin sebelum akhirnya ia berdiri hendak keluar dari kamar Luna.
"I will. Thanks for worrying about me." kata Luna yang langsung mendapat senyuman hangat dari Karin. Pintunya kamarnya kembali ditutup. Ia menghela nafas panjang. Membanting tubuhnya ke belakang hingga punggungnya menyentuh kasur empuk dibawahnya. Kepalanya berdenyut-denyut menimbulkan rasa sakit yang lebih menyakitkan dari sebelumnya.
Sekitar 2 menit, ia terdiam dengan posisi berbaring sebelum akhirnya kembali terbangun untuk mengganti pakaian dan mempersiapkan diri berangkat menuju restoran.
![](https://img.wattpad.com/cover/95925263-288-k987330.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Sisters 2
General FictionPertemuan yang terjadi karena permintaan Paman Agung, membuat Karin, Luna, Reynata dan Miki harus menerima kenyataan kalau mereka adalah saudara dari satu Ayah yang sama. Hari demi hari mereka lalui dengan tenang dalam rumah yang diwariskan ole...