Reynata sedikit menganga karena terkejut dengan cerita dan rekaman handphone yang disodorkan oleh Luna. Suara yang direkam saudaranya itu jelas mirip dengan suara Tante Talitha yang sedang mengobrol dengan seseorang, mungkin melalui telepon. Dari awal percakapan saja ia sudah tidak menyangka kalau Tante Talitha lah dalang masalah yang terjadi diantara dirinya dengan Karin. Kemudian, ditambah dengan kenyataan kalau perempuan itu dan seseorang yang diajaknya bicara juga terlibat dalam kecelakaan yang menimpa Paman Agung.
Saat ini keduanya sedang duduk di bangku panjang terbuat dari semen dengan pohon besar berdiri kokoh dibelakang mereka sebagai payung besar--melindungi mereka dari sengatan matahari.
"Lun . . . ini bisa jadi barang bukti." kata Reynata kemudian.
Luna menggeleng pelan dengan kenyataan yang baru didapatkannya, "perempuan itu ternyata bermuka dua. Pantas, dari awal gua ngerasa enggak sreg sama keramahannya yang janggal sewaktu menerima kita di apartemennya."
Reynata menggenggam tangan Luna, "Kita harus buru-buru kasih tahu ke Karin kalau apa yang dibilang Tantenya soal orangtua kita yang menyebabkan mamanya menderita itu adalah bohong." katanya. "Perasaan gua makin enggak enak kalau dia malah tinggal bareng sama tantenya itu. Pasti. . . tantenya akan mengatakan hal buruk lainnya tentang kita."
Luna menganggukkan kepalanya, setuju. Reynata mengambil handphone dari kantung dalam tasnya. "Transfer rekaman tadi ke handphone gua juga, biar ada back up." Ia menyalakan aplikasi bluetooth, kemudian keduanya melakukan saling transfer.
"Kalau Talitha bisa melakukan hal licik seperti ini, kemungkinannya semakin besar kalau memang dia dan seseorang yang di teleponnya itu adalah dalang kematian orangtua kita." kata Luna kemudian.
Reynata mengangguk setuju, "Sayangnya, kita masih enggak punya bukti yang kuat untuk masalah yang itu." katanya, "tapi, feeling gua kuat kalau dia emang terlibat."
"Mungkin enggak, sih kalau yang diajak ngomong melalui telepon itu, Pamannya Karin. Si Iqbal?" duga Luna.
"Kita bisa mengetahuinya kalau bekerjasama dengan pihak operator dan menelusuri percakapan Tante Talitha hari ini. Tapi masalahnya, tanpa campur tangan Paman Agung yang mengerti aturan hukum, kita enggak akan bisa melakukan apapun selain punya bukti rekaman ini."
"Lu benar." jawab Luna.
Reynata melirik pada bungkusan makanan yang belum mereka buka karena langsung membicarakan rekaman yang didapatkan oleh Luna, "sambil menunggu waktu, kita makan dulu. Ramen yang lu beli pasti udah mekar." sarannya.
Luna menatap jam pada layar handphone-nya. Pukul setengah 1. "Rey, coba lu telepon Karin. Tanya dia ada dimana dan akan pulang jam berapa dari kantor." ia mengabaikan perkataan Reynata soal makanan.
Reynata menuruti permintaan Luna, dan menekan nomor Karin. Seketika itu juga terdapat pemberitahuan dari suara operator yang mengatakan kalau nomornya tidak aktif. "Enggak aktif." Tangannya kemudian aktif membuka bungkusan plastik dan menyerahkan mangkuk plastik berisikan ramen, "nanti dicoba lagi, ini lu makan dulu." suruhnya. Luna menerima mangkuk itu, dan membuka bagian tutupnya kemudian memakannya.
"Gua pikir, kayaknya lu juga harus menyerahkan surat dari mendiang nyokap lu buat dianalisa sama Paman Agung." saran Reynata lagi. Ia menyuapkan sepotong besar sushi ke dalam mulutnya.
Luna menjawab dengan dehaman, "Semua itu bisa kita lakukan asalkan paman Agung udah sadar." katanya. Ia memakan satu potong gyozanya.
***
Di tempat lain, Miki baru saja selesai berbincang dengan bibinya. Kebetulan di rumah hanya ada mereka berdua karena anak-anak serta suaminya yang sibuk dengan aktifitas di luar dan belum pulang.
"Jadi, begitu ceritanya ya, Bi. . Aku enggak nyangka, lho kalau mamanya Karin tega nyuruh mama aku bercerai dari Papa. Padahal dari awal dia sendiri yang mengijinkan mereka menikah."
"Itu yang bibi tahu dari cerita mama kamu sebelum meninggal." kata Bibi Lastri.
Miki menghela nafas panjang, "Pasti hidup mama waktu itu sengsara banget. Hidup tersembunyi sampai akhirnya tewas. Oh iya, Bi. . . menurut Bibi, mungkin enggak sih, keluarganya Karin terlibat atas kemarin mama? Apa bibi tahu sesuatu yang ganjil sebelum hari kematian mama?"
Bibi Lastri menggeleng pelan, "Waktu itu, bibi lebih sering berkomunikasi dengan mamamu melalui telepon. Akibat sering pindah-pindah juga, bibi jadi bingung dengan alamat tinggal kamu dan mamamu."
Miki mengangguk setuju, "Iya, sih Bi. . . aku ingat waktu itu sempat protes sama mama karena selalu pindah-pindah tempat. Tapi, karena katanya itu adalah permintaan Papa, aku enggak bilang apa-apa lagi."
"Yahh, yang penting buat Bibi. . masa-masa kelam seperti itu enggak kamu alami sekarang. Walaupun pada akhirnya, Mama dan Papa kamu udah pergi lebih dulu kembali pada Tuhan. Tapi, seenggaknya sengketa itu udah berakhir dan hubungan kamu dengan anak-anak Papamu yang lain juga berjalan baik." kata Bibi, "Bibi berharap enggak ada lagi dendam setelah kamu mendengar ini. Biarkan masalah ini hanya sampai pada kehidupan orangtuamu." nasihatnya.
Miki memandangi bibinya, "Bi, sebenarnya aku menanyakan hal ini untuk membuka kembali kasus kematian kedua orangtuaku. Aku bersama kedua saudaraku yang lain, Reynata dan Luna, sedang mencari tahu pelaku sebenarnya berdasarkan dari pernyataan Paman Agung, ada sebuah kemungkinan anggota keluarga Karin terlibat dalam kasus ini. Luna menyebutkan dua nama, Talitha dan Iqbal, aku sudah pernah bertemu dengan Talitha, yang ternyata tantenya Karin."
Bibi Lastri terlihat terkejut mendengar pengakuan sang keponakan.
"Tapi, kami masih kekurangan bukti yang kuat." lanjut Miki.
Bibi Lastri mendekatkan dirinya pada Miki dan memberikan pelukan, "Bibi paham kalau kematian orangtua kamu masih meninggalkan misteri dan mungkin ketidakikhlasan dalam hatimu. Apalagi, kasus kecelakaan yang menimpa Mama dan Papamu, ditutup begitu saja sebagai kasus kecelakaan tunggal." ia mengusap lembut pundak sang keponakan. "Bibi akan membantu sebisa mungkin, tapi. . ." ia melepaskan pelukannya, "Bibi mau kamu berhati-hati. Bibi khawatir niatmu ini akan mengundang bahaya lain."
"Aku tahu kok, Bi. . . Bibi tenang aja, instingku ini sudah terlatih dan cukup kuat kalau berkaitan dengan kasus kriminal. Aku udah banyak belajar di kampus."
Bibi Lastri tersenyum, "Bibi percaya sepenuhnya sama kamu untuk menjaga diri. Tapi, kamu dan saudara-saudara kamu tetap harus hati-hati."
"Iya."
Percakapan tersebut kemudian berakhir karena Miki memohon ijin untuk pulang. Ia dan Bibi Lastri saling berpelukan sebelum melepas kepergian Miki.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Sisters 2
General FictionPertemuan yang terjadi karena permintaan Paman Agung, membuat Karin, Luna, Reynata dan Miki harus menerima kenyataan kalau mereka adalah saudara dari satu Ayah yang sama. Hari demi hari mereka lalui dengan tenang dalam rumah yang diwariskan ole...