Kekhawatiran (Part 3)

217 16 0
                                    

Karin begitu khawatir mendengar Miki mengatakan kondisi Luna tadi pagi. Saat ini, sudah pukul 6 sore dan Luna belum juga keluar dari kamarnya. Beberapa kali, ia mengetuk pintu kamarnya, Luna tetap tidak mengijinkannya masuk. Pintunya dikunci. Perempuan itu malah mengirimkannya pesan singkat berisi permintaan agar tidak menganggunya dulu karena butuh istirahat. Pesan itu dikirimkannya pukul dua siang. 

Perasaannya saat ini tak hanya diselubungi rasa khawatir melainkan marah sekaligus sedih. Khawatir karena Luna tak kunjung keluar, bahkan melewatkan jam sarapan serta makan siang. Padahal, Karin sudah susah payah membuatkan bubur serta sayur bening bayam. Marah atas sikap Luna yang seolah tak menghargai kekhawatirannya dan Miki. Serta sedih, karena membayangkan betapa buruk kondisinya saat ini jika menyesuaikan pengakuan Miki tadi pagi. 

"Kak, gimana nih? Masa' sampai jam segini, Luna enggak keluar juga. Bukain pintu aja, enggak. Gua takut dia pingsan didalam." kata Miki yang sejak tadi tak henti menggigiti ujung kukunya karena khawatir. Pikirannya sudah terbayang dengan adegan-adegan buruk yang mungkin dialami oleh Luna didalam kamarnya. 

Karin terlihat bolak-balik dihadapan Miki. Kemudian, ia putuskan kembali naik keatas. Ia sangat marah sekarang. Miki mengikutinya dari belakang dengan raut ketakutan. 

Dug.. dug.. dug.

Ketukan yang dilayangkan oleh Karin terdengar kasar dan keras. Menggetarkan papan kayu jati dihadapannya. "Lun!? Buka pintunya." tangannya kembali menghantam papan kayu dihadapannya. "Kalau enggak dibuka juga, gua bakal panggil satpam buat gebrak kamar lu !" ancamnya. Karin sudah kehabisan akal untuk membujuk saudaranya yang satu itu. Menurutnya, kelakuan Luna sudah begitu menguras emosinya. Dibanding Miki yang sakit kemarin, Luna lebih membuatnya kesal karena tega membiarkan saudara-saudaranya diselimuti rasa khawatir. "Lun !? Gua serius sama omongan gua. Kalau lu masih ngehargain kita sebagai saudara , cepat buka pintunya. Kita khawatir sama keadaan lu." Karin berucap dengan dibarengi ketukan keras tangannya. 

Ketukan keras terus dilayangkan, hingga akhirnya pintu terbuka. Karin dan Miki menatap pada perempuan dibalik pintu yang kini berdiri tanpa tenaga. Kepalanya tertunduk agak kebawah. Setengah wajahnya tertutupi rambut hitamnya yang tergerai berantakan. Kedua matanya jelas terpejam. 

"Lun?" panggil Miki yang begitu prihatin melihat kondisi Luna yang bahkan lebih buruk dibanding tadi pagi. Karin pun ikut terkejut melihat keadaan saudara dihadapannya.

"Kalian berisik banget, sih? Gua mau istirahat aja, enggak bisa." kata Luna yang seolah membutuhkan tenaga besar untuk bicara dan membuka matanya. 

Karin bergerak maju. Meletakkan telapak tangannya di kening Luna, dan merasakan panas merambat pada tangannya. Sangat panas. "Dibanding kita yang berisik, lu tuh orang paling tega karena bikin kita khawatir seharian." omel Karin. 

Luna memaksa Karin menurunkan telapak tangannya dari kening. "Gua enggak apa-apa. Gua cuma butuh tidur."

"Enggak apa-apa, gimana? Badan lu tuh, panas !" Karin menarik Luna menuju tempat tidurnya. "Gua bakal panggil taksi, terus kita ke rumah sakit." perintah Karin lagi. 

"Rin, gua enggak apa-apa. Enggak perlu ke rumah sakit." tolak Luna yang sebelum bicara, terlepas erangan karena menahan sakit dikepalanya. 

"Gua enggak mau denger bantahan. Ki, lu ambilin bubur sama sayur. Gua telepon taksi. Kalau dia enggak mau makan, lu paksa. Kalau perlu masukin mangkuknya, biar buburnya ditelan." perintahnya terdengar menyeramkan untuk Miki. Karin tak lupa meraih kunci dibalik pintu, agar Luna tak lagi bisa mengunci pintu kamarnya. Luna hanya bisa menghembuskan nafas panjang saat menerima perlakuan saudaranya. Ia pasrah sekarang. 

Miki bergerak sesuai perintah kakaknya. Saat di dapur, ia meraih mangkuk kemudian diisikan dengan bubur dan sayur bening bayam. Dalam diam, ia menahan tangis melihat kondisi Luna barusan. Ia yang biasa melihat Luna dalam keadaan sehat, merasa takut jika sekarang saudara keduanya itu menderita sakit yang cukup parah. Selama ini yang ia tahu, penyakit terparah yang pernah didera Luna hanyalah flu, dan itu pun masih bisa berantem dengan Reynata. Ia tahu karena pernah diceritakan oleh Karin. 


My Lovely Sisters 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang