Siang itu, Luci sedang berdiri diam didepan sebuah rumah yang catnya keseluruhan berwarna hijau muda. Ia menitipkan Luna kecil kepada salah satu tetangganya karena harus membicarakan hal penting pada adiknya, Rindi. Meskipun ada rasa enggan namun ia tetap harus menemui adiknya itu karena sesuatu yang penting dan genting.
Tadi malam, dia mendapat telepon dari Budiman kalau orang-orang yang ingin menjatuhkannya dari posisi pemimpin perusahaan sudah tahu tempat tinggal para istrinya yang terpisah. Memintanya agar berhati-hati karena takut suatu saat mereka datang dan berniat mencelakainya.
Keadaan keluarga Budiman juga sedang berantakan saat ini. Para kerabat sudah tidak lagi mempercayai taktik bisnis yang diterapkan oleh Bisma, ayah Budiman, serta Budiman sendiri. Mereka mengira keduanya mengambil keuntungan yang terlalu besar dari usaha yang didirikan atas investasi bersama dan berpendapat sudah saatnya Budiman dan ayahnya, Bisma angkat tangan atas kegiatan apapun didalam perusahaan.
Namun, perdebatan tak bisa dielak. Bisma yang merasa sebagai perintis atas berdirinya usaha tersebut, menolak mentah-mentah atas usaha penurunan dirinya serta puteranya dari tempat yang sudah menjadi singgasana dan sumber kekayaannya. Menurutnya, para kerabat, yang mengambil jalan sebagai investor, sudah mendapatkan bagiannya secara adil dan merata.
Keributan internal bukanlah yang terburuk karena mereka hanya menginginkan adanya pembaharuan sistem kepemimpinan supaya hasil usaha tersebar secara merata. Yang lebih buruk adalah adanya pihak luar yang berambisi menghancurkan kejayaan Budiman dan ayahnya, Bisma. Pesaing-pesaing bisnis yang kecewa atas penolakan kerjasama dari Budiman, membuat mereka ingin menyingkirkan keberadaan dan kejayaan dirinya.
Luci membuang lamunannya kemudian mengetuk pintu yang terbuat dari kayu jati itu. Menguatkan diri, menghadapai raut wajah tak suka yang mungkin datang dari adiknya. Tak lama, pintu terbuka. Memunculkan wajah Rindi yang terlihat baru bangun tidur.
"Kak Luci?" tanyanya dengan nada tidak antusias.
"Siang, Rindi. Apa kamu lagi sibuk? Maaf aku datang tanpa mengabari lebih dulu." kata Luci yang canggung.
Rindi menolak berbasa-basi dan segera melebarkan pintunya untuk memberi jalan masuk kepada kakaknya itu. "Masuklah. Kakak beruntung, karena datang sebelum aku pergi." katanya, yang mengerti kalau ada hal genting yang terjadi, hingga membawa kakaknya itu datang ke rumahnya.
Luci tersenyum mendapat sambutan dari adiknya, walaupun terkesan dingin. Saat sudah didalam, keduanya bergerak menuju ruang tamu. "Bagaimana kabarmu? Apa keluargamu sehat? Anak-anak dan suamimu?" ia duduk di sofa, disusul dengan Rindi yang mengambil posisi berhadapan.
"Ya. Semua baik-baik aja. Ada apa? Kakak kesini, bukan dengan tujuan sekadar mengunjungiku dan menanyakan keadaan keluargaku, kan?" Kemudian, Rindi ingat, seharusnya ia menghidangkan sesuatu. Walaupun hubungannya dengan kakaknya itu sedang tidak baik, namun bukan berarti ia tidak melayani tamunya dengan baik. "Ah, kakak mau minum apa?" tanyanya masih dengan raut tidak antusias.
Luci menggelengkan kepalanya, "Enggak perlu. Aku ingin langsung berbicara denganmu karena aku tahu waktumu sangat berharga dibanding sekadar melayani kedatanganku." katanya dengan tersenyum tulus. "Setelah bicara, aku akan segera pergi."
Diam-diam Rindi menghela nafas panjang, dan terlihat teratur. "Oke. Ada apa?"
"Rindi, aku tahu pastinya lancang, orang sepertiku yang sudah mengabaikan rasa khawatir kalian, sekarang datang memohon bantuan. Namun, aku enggak tahu lagi harus bicara dan meminta pada siapa, selain dirimu dan saudara-saudaraku yang lain."
Rindi tak mengubah ekspresinya. Luci terlihat semakin canggung dan merasa berat untuk mengutarakan maksud kedatangannya. "Aku mau minta tolong dan memohon pada kalian...." Luci menelan ludah dengan berat, "Jika aku sudah enggak ada, bisakah kalian menggantikan posisiku untuk menjaga Luna?"
Dua mata Rindi terlihat agak terbelalak. Ia merasakan permintaan itu terdengar seperti sebuah wasiat, dan seolah Luci akan segera pergi dari sekitarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Sisters 2
General FictionPertemuan yang terjadi karena permintaan Paman Agung, membuat Karin, Luna, Reynata dan Miki harus menerima kenyataan kalau mereka adalah saudara dari satu Ayah yang sama. Hari demi hari mereka lalui dengan tenang dalam rumah yang diwariskan ole...