Pagi ini aku tergesa-gesa berangkat ke sekolah tempat aku mengajar, namaku Alma, aku adalah kepala sekolah di TK. KUNCUP MELATI. Hari ini merupakan hari yang sangat penting di sekolah ini, waktunya penilaian akreditasi yang akan dimulai pukul 08.00 nanti.
Saking tergesa-gesanya, ada yang lupa tidak kubawa ke sekolah, padahal sekarang sudah jam 07.30. Pikiranku sudah kalang kabut nggak karuan, apalagi baru kali ini sekolah ini mendapat jadwal penilaian akreditasi sejak aku menjabat sebagai kepala sekolah.
"Waduuuh...file-file yang kukerjakan dirumah kemarin lupa nggak tak bawa", aku gugup bercampur gelisah, karena waktunya sudah melet, kuatir nggak keburu. Ya...aku baru 3 tahun diberi amanah menjadi kepala sekolah, sebelumnya aku guru kelas yang sudah kujalani sepuluh tahun sebelumnya.
Tanpa pikir panjang, aku segera pamit pulang sebentar untuk mengambil file-file yang ketinggalan di rumah. Seingatku aku taruh di atas kasur, setelah aku mengambil tas kerja dan laptopku.
Langkahku ku percepat dan agak berlari menuju parkiran sepeda motor, ku stater sepeda scoopy putihku, secepatnya melaju menuju rumahku yang berjarak kira-kira 1 kilometer dari sekolah.
Sesampainya di depan rumah, pintu pagar tertutup rapat, tapi tidak dikunci, memang biasanya seperti itu. Aku yakin mas Anton suamiku sudah berangkat kerja pagi ini, kulihat pintu depan juga susah tertutup rapat. Setelah langkahku di depan pintu, kumasukkan kunci rumah, karena pintu sudah terkunci. Aku makin yakin kalau dirumah sudah tidak ada orang. Anakku satu-satubya juga sudah berangkat ke sekolah sejak jam enam pagi tadi.
Setelah pintu depan terbuka, langkah kakiku gegas menuju kamar utama yang biasanya aku tempati bersama suamiku mas Anton. Tinggal tiga langkah lagi aku sudah sampai ke sana, tapi terdengar suara di dalam kamar itu. Jantungku rasanya berhenti sesaat, ada suara dua orang lagi bermesraan dan mendesah, seperti sedang berhubungan intim.
Sambil napasku tersengal-sengal karena menahan emosi dan panik, ku lanjutkan langkahku mendekati pintu kamar. Suara desahan dua manusia itu semakin jelas, telingaku panas mendengarnya. Tak tahan dengan kecurigaan ku, apalagi aku harus segera mengambil file yang tertinggal dalam kamar. Aku segera mengetuk pintu kamar dengan keras, pintu itu tertutup dan terkunci dari dalam.
Suara desahan dua orang itu terhenti seketika, aku lanjut mengetuk pintu makin keras, emosiku semakin memuncak. Namun pintu kamar yang ku ketok berkali-kali, entah berapa kali terhitung, tidak dibuka-buka. Beberapa saat kemudian terdengar langkah kaki mendekati pintu.
Ceklek
Pintu kamar terbuka, kutatap mata lelaki yang membuka pintu itu, ia pun menatapku dengan tatapan tajam tak berkedip. Aku menelan salivaku, dadaku serasa sesak, kepalaku pusing, mataku nanar menyaksikan dengan mata kepalaku sendiri, suamiku mas Anton berduaan dikamar dengan sahabatku Heni yang selama ini kuanggap sebagai saudaraku sendiri.
Aku menahan emosi yang sudah di ubun-ubun, mataku memerah tak bisa kutahan lagi kepedihanku, kecewaku, atas pengkhianatan dua orang manusia yang selama ini aku percaya. Tak ada kata-kata yang terucap dari bibirku, aku hanya melihat mas Anton dan Heni yang masih berada di kamar itu. Mas Anton hanya memakai sarung dan Heni hanya memakai daster selutut.
Heni menatapku sesaat lalu cepat-cepat menundukkan pandangannya ke lantai kamar. Tapi ia tak beranjak dari tempatnya semula, ia diam perpaku bagaikan patung. Raut wajahnya nampak gugup, menyembunyikan keresahan yang ia hasilkan dari perbuatannya bersama suamiku barusan.
Sesaat aku terdiam menatap tajam pada dua makhluk pengkhianat yang ada di kamarku, lalu aku gegas mencari file yang tadinya ku taruh di atas kasur, sekarang sudah pindah diatas nakas, pasti tangan mas Anton atau Heni yang memindahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PENGHIANATAN JADI KARMA
RomanceSuara desahan dua orang itu terhenti seketika, aku lanjut mengetuk pintu makin keras, emosiku semakin memuncak. Namun pintu kamar yang ku ketok berkali-kali, entah berapa kali terhitung, tidak dibuka-buka. Beberapa saat kemudian terdengar langkah ka...