Akhirnya teman-teman Anton memilih pulang ke rumah, niat sambang bayinya diurungkan karena situasinya tidak memungkinkan. Mereka tetap memberikan bingkisan buat bayi Anton, tapi tak bisa lihat wajah anaknya, karena wajah sang cucu sengaja ditutupi oleh bu Halimah.
"Bu Halimah, Anton, kami permisi dulu ya." Pamit bondan mewakili.
"Ya, Ndan. Maaf ya." Ucap Anton merasa tidak enak.
*
Lalu Erik mempersilahkan mereka masuk ke mobil ertiga silver miliknya. "Silahkan bu Halimah, mas Anton." Sini aku bantu masukkan barang-barangnya.
"Iya, makasih Erik." Sahut Anton sambil sedikit tersenyum di sudut bibirnya yang terpaksa ia sematkan. Walau bagaimana pun hubungannya dengan Erik dan pak Zaini tetap baik. Terlihat dari sikap Erik yang tetap peduli pada Anton dan keluarganya.
Perjalanan mereka tak butuh waktu lama, cuma sekitar lima belas menit saja sudah sampai rumah Anton.
Ketika sudah masuk pelataran dan keluar dari mobil, ada seorang ibu yang kebetulan lewat dan menyapa bu Halimah yang sedang menggendong cucunya ketika keluar mobil.
"Bu Halimah, lagi gendong cucu baru ya, Bu. Dengar-dengar istri Anton baru saja melahirkan. Selamat ya, Bu Halimah." Sapa bu Nana dengan ramah.
"I... iya, Bu. Maaf ya, kami mau masuk rumah dulu, biar cucu ku istirahat." Jawab bu Halimah terbata-bata sambil tergopoh-gopoh melangkahkan kakinya memasuki pintu depan.
Diikuti Anton yang berjalan dengan tongkat penyangga, ia juga turun dari mobil dengan agak susah.
Bu Nana masih berdiri di tempat yang sama, ia begitu kaget melihat keadaan Anton yang tak lagi seperti dulu.
"Lho... Mas Anton, kakinya kenapa???" Tanya bu Nana sambil melotot tak percaya.
"Sa... saya habis kecelakaan, Bu. Maaf saya tinggal dulu ya." Jawab Anton yang kurang bersemangat. Apalagi bu Nana sangat terkenal dengan julukannya di emak-emak julid.
Masih ingat kan cerita di BAB awal-awal, diantara emak julid adalah bu Nana ini. Jadi berita tentang keluarga bu Halimah sebentar lagi akan viral di kampungnya.
'Eee... kenapa juga bu Halimah buru-buru masuk ke rumah. Trus... tiba-tiba cucunya dan Anton pulang ke sini. Tak lihat-lihat dari tadi nggak ada menantunya yang cantik itu. Wah... pasti lagi ada masalah besar nih. Aku akan beritahu berita penting ini pada bu Joko.' kata bu Nana dalam hati.
"Bu, maafkan Anton. Selalu saja bikin ibu susah dan banyak masalah." Ucap Anton menghampiri bu Halimah yang lagi buatkan sebotol susu untuk cucunya.
"Sudahlah, Ton. Ibu nggak apa-apa. Lagian dalam pernikahan mu dengan Nita, kan yang salah Nita bukan kamu. Kamu sudah berusaha menjadi suami dan ayah yang baik, tapi Nita nggak bisa terima. Justru ibu menyesal atas sikap ibu yang menyetujui kamu menikahi Nita waktu itu. Hati ibu sakit sekali atas ucapan Nita tadi. Bisa-bisanya dia mengatakan, dia cuma anak mu saja. Baru kali ini aku tahu, ada perempuan yang tega membuang anaknya sendiri." Bu Halimah menumpahkan keluh kesahnya yang sedari tadi ia simpan dan bergemuruh dalam hatinya.
"Ini sudah nasib ku, Bu. Aku merasa kalau apa yang ku jalani saat ini adalah akibat dari perbuatan ku dulu. Alma dan Heni sudah aku sia-siakan. Aku merasa berdosa besar pada mereka, Bu. Ingin rasanya aku minta maaf pada Alma dan anak ku Tiara, karena sampai saat ini aku belum bisa kasih apa-apa pada anakku Tiara." Ucap Anton dengan muka sedih dan penyesalan yang mendalam.
"Sebaiknya kamu sempatkan minta maaf pada Tiara, Ton. Bisa lewat telepon kalau kamu belum siap ketemu anakmu. Apalagi dia anak perempuan. Suatu hari nanti, Tiara akan mencarimu untuk jadi wali nikahnya." Titah bu Halimah.
"Iya, Bu. Aku akan sempatkan ketemu Tiara dalam waktu dekat." Jawab Anton menyetujui saran ibunya.
*
'Ini sudah hampir jam sepuluh malam, Tiara belum pulang-pulang. Ya Allah... lindungi anak ku! Aku sangat menyayanginya, aku nggak mau dia salah pergaulan dan terjerumus pada lingkungan yang salah. Sudah beberapa kali aku coba menelepon dia, tapi nggak nyambung.' Alma tak bisa tidur dan istirahat dengan tenang. Ia sengaja menunggu kedatangan Tiara di ruang tamu.
Tiba-tiba dikejutkan oleh sentuhan tangan seseorang di pundaknya. "Kamu belum ngantuk, Sayang? Kenapa nggak istirahat di kamar?" tanya Yunan memecah kesunyian.
"Eee... Mas Yunan. Aku belum ngantuk, Mas. Sebelum Tiara pulang, hati ku nggak bisa tenang. Aku takut terjadi apa-apa pada dia. Apalagi ini sudah jam sepuluh. Dia nggak pernah keluar malam sampai jam segini, Mas." Jawab Alma dengan tersentak kaget.
Beberapa saat kemudian, terdengar suara sepeda motor masuk pelataran rumah.
"Tuh, pasti Tiara sudah pulang." Ucap Yunan.
"Iya, Mas. Kayaknya itu Tiara." Jawab Alma lega.
"Assalamualaikum,"
"Waalaikum salam."
"Maaf Ma, aku pulang sampai kemalaman. Aku tadi..." Ucap Tiara belum selesai bicara sudah di potong oleh Alma.
"Kamu lagi pacaran sama cowok, kan?? Sampai lupa waktu?? Kenapa kamu sudah mulai berani melanggar janji kamu sendiri, Tiara??? Selama ini, Mama sudah kasih kepercayaan ke kamu, tapi kamu sengaja menghancurkan kepercayaan Mama padamu." Sahut Alma yang sudah kecewa atas sikap Tiara.
"Tapi, Ma. Aku nggak pacaran. Aku tadi cuma ngafe sama Gladys dan Amora." Jawab Tiara mencoba menjelaskan.
"Kamu mulai bohong sama Mama, hah? Mama kecewa sama kamu, Tiara!!" Alma meninggalkan Tiara yang masih berdiri di depannya.
Lalu wanita yang sedari tadi sudah meredam emosinya itu, tak menghiraukan keberadaan Tiara lagi. Alma beranjak dari duduknya dan melangkah cepat meninggalkan ruangan dengan muka masam.
"Pa, aku memang salah. Aku minta maaf karena terlambat pulangnya. Tapi aku bisa jelaskan semuanya. Ternyata mama nggak kasih kesempatan pada ku. Malah aku di tuduh yang bukan-bukan." Ucap Tiara pada Yunan yang masih duduk di sofa.
"Ini sudah malam, Tiara. Kamu istirahat dulu ya! Besok kamu dekati mama, coba jelaskan semuanya kalau memang kamu punya alasan yang tepat sampai kamu bisa terlambat pulang seperti ini." Titah Yunan dengan tegas.
"Iya, Pa." Jawab Tiara.
Lalu Yunan berdiri dari duduknya dan segera menutup pagar dan pintu ruang tamu karena malam semakin larut.
Sedang Tiara melangkah menuju kamarnya dengan tak bersemangat, karena merasa tidak diberi waktu oleh Alma untuk menjelaskan duduk permasalahannya.
'Mama segitunya sama aku. Di depan papa Yunan, mama sudah menuduh ku bohong. Padahal aku berkata apa adanya. Belum selesai ngomong, malah di potong gitu aja. Ini yang aku nggak suka kalau mama punya anak lagi. Jadinya seperti ini. Aku pasti dinomorduakan dan selalu di cari-cari kesalahannya. Benar juga kata Amora, kalau sudah punya adik, apalagi adik tiri, pasti aku sudah nggak begitu dianggap di rumah ini.
***
BERSAMBUNG
KAMU SEDANG MEMBACA
PENGHIANATAN JADI KARMA
Любовные романыSuara desahan dua orang itu terhenti seketika, aku lanjut mengetuk pintu makin keras, emosiku semakin memuncak. Namun pintu kamar yang ku ketok berkali-kali, entah berapa kali terhitung, tidak dibuka-buka. Beberapa saat kemudian terdengar langkah ka...