Hubungan asmara antara Tiara dan Arka semakin erat. Tak banyak rintangan yang mereka lewati, namun rasa trauma pada diri Tiara lah yang membuat sandungan tersendiri.
Gadis cantik nan pintar ini, selalu dibayang-bayangi masa kecilnya hingga remaja yang menjadi saksi atas perlakuan papanya terhadap mama tercintanya. Ia takut akan mengalami hal yang sama dalam menjalani hubungan serius ini nantinya.
Trauma yang berkepanjangan menjadi momok yang selalu menghantui seorang anak, terutama anak perempuan yang mengalami broken home di masa lalunya. Hingga Tiara sering merenung dan ragu-ragu atas kesungguhan Arka kekasihnya.
"Tiara, apa yang ingin kamu bicarakan? Mama sudah siap mendengarnya, Sayang." Ucap Alma dengan senyum manisnya.
Tiara menatap wajah mamanya sekejab, lalu menarik napas dalam-dalam tanpa berkata apa-apa. Ia masih ragu atas pertanyaan yang akan diutarakan pada mamanya.
"Kok malah diam? Kenapa, Tiara??" tanya Alma makin penasaran.
"Hmm... apa mama yakin kalau Mas Arka itu laki-laki yang baik buat Tiara? Aku takut, Mas Arka baik di awal saja, selanjutnya berubah jahat seperti..." Tiara tak melanjutkan kalimatnya.
"Seperti siapa??" tanya Alma makin mendongakkan kepalanya agar bisa menatap wajah Tiara makin dalam.
"Seperti... Papa." Jawab Tiara tanpa menatap wajah mamanya, dan sesekali melihat bunga-bunga indah yang bermekaran di taman samping.
Mendengar jawaban putrinya, Alma terdiam beberapa detik sambil mengatur napasnya yang sedikit sesak. Kedua matanya menerawang jauh ke masa lalu yang kelam bersama Anton.
"Tiara, mama mengerti perasaan mu. Kamu mengalami trauma pada laki-laki, karena melihat sikap papa mu sendiri. Dulu pernah mama katakan sama kamu, bahwa tidak semua laki-laki sifatnya seperti papa mu, Tiara. Kamu juga harus bisa membedakan mana laki-laki yang tulus, mana laki-laki yang modus. Menurut mama, Arka laki-laki yang baik dan tulus. Mama sudah kenal baik dengan keluarganya. Kamu juga sudah sangat dekat dengan adiknya. Harusnya kamu lebih memahami seluk beluk keluarganya. Ya kan, Tiara?" Penjelasan Alma panjang lebar, agar anaknya tak terjebak dengan trauma masa lalunya.
"Iya, Ma." Jawab Tiara singkat.
"Mama mau mandiin dek Devan dulu ya. Kalau kesorean ntar bisa kedinginan dedeknya." Pamit Alma sambil menepuk pundak Tiara yang masih duduk di sebelahnya.
Lalu Alma melangkah menuju kamarnya, karena di sana telah menunggu Devan yang sedari tadi sudah bangun dari tidurnya. Sementara sewaktu ditinggal tadi, Devan sedang di timang sama Yunan dalam pangkuannya.
'Kasihan Tiara. Karena perceraian yang terjadi pada ku dan Anton, dia menjadi trauma yang berkepanjangan. Sampai-sampai tak percaya pada setiap laki-laki, walaupun lelaki itu sudah menunjukkan kesungguhannya. Maafkan mama, Tiara. Karena masa lalu mama, kamu menjadi salah satunya korbannya.' Bisik Alma dalam perjalanan menuju kamarnya.
***
Setelan blazer abu muda, di padu rok span diatas lutut warna hitam, bersepatu dengan warna senada, semprotan parfum gucci bloom tak lupa ia ratakan ke seluruh tubuh. Yuanita berangkat sambil menjinjing tas kerja warna hitam sangat serasi dengan penampilannya.
"Aku berangkat dulu, Ayah." Pamitnya pada pak Zaini dengan senyum percaya diri.
"Iya, Nita." Jawabnya sambil menatap sebentar ke arah putrinya yang kini sudah siap bekerja di tempat yang baru.
PT. ALEXA BUANA adalah perusahaan yang di pimpin oleh seorang direktur muda pesaing terberat perusahaan milik Yunan.
Beberapa tender besar telah dimenangkan oleh perusahaan ini, dengan sedikit taktik licik. Tentang hal ini, Yuanita sudah sangat paham. Karena pernah beberapa kali mendampingi Yunan dalam acara-acara meeting dengan klien, salah satunya dengan Bagaskara Winata, direktur berwajah ganteng namun pandai memutarbalikkan fakta.
Yunan juga pernah menceritakan pada Yuanita, agar ber hati-hati dengan tawaran Bagas suatu hari nanti. Karena bisa dipastikan, dia cuma akan dimanfaatkan demi kepentingan pribadinya.
'Hmm... aku suka dengan laki-laki menantang seperti ini. Aku harus bisa meluluhkan hatinya sekaligus mencari cara memenangkan tender besar atasnya. Dengan cara itu, perusahaan milik Yunan akan melemah dan tak bisa berdiri tegak lagi. Tunggu saja, Yunan!!' Ancam Yuanita sambil tersenyum licik saat melangkahkan kaki untuk pertama kalinya masuk ke ruang kerjanya.
"Selamat pagi, pak Bagas. Saya Yuanita."
"Selamat pagi. Aku suka dengan penampilan kamu. Ternyata aku nggak salah pilih kamu jadi sekretaris ku."
"Terima kasih, pak Bagas." Ucap Yuanita merasa tersanjung.
Ucap Bagas sambil menerima uluran tangan Yuanita. Keduanya bersalaman beberapa saat saling pandang dengan rasa kagum satu sama lain.
"Sepertinya wajah kamu nggak asing bagi ku. Oh iya... kamu kan yang dulu sering menemani Yunan, direktur yang berpikiran kolot itu. Iya, kan?" tanya Bagas.
"Iya, Pak. Ternyata Pak Bagas masih mengingatnya."
"Aku pasti ingat peristiwa itu. Kamu di ajak Yunan meninggalkan ruang meeting, gara-gara kamu aku goda di depan semua tamu. Dasar Yunan itu pikirannya kuno, nggak bisa di ajak senang-senang. Padahal kamu suka kan, waktu ku goda waktu itu?"
Yuanita tersipu malu atas pernyataan Bagas yang memang benar adanya.
Usia Bagas tak jauh beda dengan Yunan dan Anton, itu yang membuat Yuanita tak jemu-jemu memandang tatapan mata bos barunya itu.
"Kamu janda ya?" tanya Bagas dengan lirikan mata nakal.
"Iya Pak." Jawab Yuanita singkat.
"Kamu masih sangat muda. Ternyata sudah menjanda." Ucap Bagas sambil mengernyitkan alisnya, sebuah isyarat tersembunyi ada di sana.
Yuanita hanya tersenyum mendengar ucapan bosnya, namun ia mengerti arti dari tatapan dan bahasa isyarat yang disampaikan awal perjumpaan dengan lelaki tampan itu.
'Ini yang ku cari. Bentar lagi tujuan ku akan segera tercapai, YES." Bisiknya sangat optimis.
Selanjutnya Yuanita sudah menempati ruang tersendiri yang ada di samping dari ruang mewah direkturnya. Ia memindai setiap sudut ruangan yang dominan warna krem. Hawa dingin ruangan ber-AC dan aroma wangi, membuatnya makin yakin akan betah bekerja di tempat ini.
'Hmm... sungguh ruangan yang sangat nyaman untuk bekerja. Aku pasti bisa bekerja lebih baik lagi di sini.' Ucapnya dalam hati.
Setumpuk tugas sudah menunggu di meja kerjanya. Tak menunggu lama, ia mulai mendudukkan bokongnya yang sintal pada kursi empuk berwarna coklat.
Tangannya meraih satu demi satu tumpukan kertas yang siap ia eksekusi dan melaporkan pada Bagas, atasan barunya.
Tiba-tiba terdengar telepon dari saluran khusus direksi.
(Nita, nanti siang kamu temani aku meeting ya! Ada pertemuan penting untuk memenangkan tender dengan pesaing beberapa perusahaan. Diantaranya perusahaan tempat kamu bekerja dulu. Kamu siap, Nita?"
(Iya, Pak Bagas. Saya siap)
Lalu Yuanita menutup sambungan telepon. Hatinya berbunga-bunga, karena siang nanti ia akan bertemu dengan Yunan dan akan segera memamerkan kemenangannya bersama bos barunya Bagas.
'Pasti tender kali ini dimenangkan Bagas. Karena Yunan selalu kalah taktik dengan Bagas. Dan aku akan menyoraki kekalahanmu nanti, Yunan. Ha ha haa...'
***
BERSAMBUNG
KAMU SEDANG MEMBACA
PENGHIANATAN JADI KARMA
RomanceSuara desahan dua orang itu terhenti seketika, aku lanjut mengetuk pintu makin keras, emosiku semakin memuncak. Namun pintu kamar yang ku ketok berkali-kali, entah berapa kali terhitung, tidak dibuka-buka. Beberapa saat kemudian terdengar langkah ka...