Saat Adel pulang dari rumah sakit menjenguk kakaknya, ia merasa sedih atas keadaan Anton yang tak mengenal keluarganya. Apalagi Anton juga tak menganggap Heni sebagai istrinya.
Apa yang akan dikatakannya pada Heni nanti, kalau ia cerita yang sesungguhnya, pasti hatinya terluka dan pasti akan berdampak pada perkembangan bayinya. Akhirnya Adel memilih berpura-pura, kalau Anton masih mengingat semuanya dengan baik. Toh, Heni tak akan tahu apa yang sebenarnya terjadi.
"Del... Gimana kondisi Mas Anton? Apa sudah membaik?" tanya Heni sambil menimang bayinya yang nampak segar setelah dimandikan.
"Alhamdulillah, Mas Anton sudah siuman. Sekarang sudah pindah ke ruang rawat inap. Ibu tetap menemani Mas Anton, jadi besok pagi aku kesana lagi, antar makanan dan baju ibu." Jawab Adel dengan ekspresi datar, karena ada sesuatu yang masih disembunyikan.
"Iya, Del. Apa Mas Anton sudah tahu kalau anaknya udah lahir? Katanya mau di kasih nama siapa? Karena dari tadi aku telpon, kayaknya ponselnya nggak aktif." Kata Heni.
"Hmm... Mas Anton sudah ku beritahu, dan senang sekali. Katanya ingin cepat-cepat pulang biar bisa gendong anaknya." Jawab Adel dengan penuh rekayasa.
'Maafkan aku, Hen. Terpaksa aku bohong padamu, tapi ini demi kebaikanmu. Aku nggak tega kalo kamu tahu yang sebenarnya. Karena dalam pikiran Mas Anton hanya ada Mbak Alma.'
Adel menjawab pertanyaan Heni, tanpa berani menatap matanya. Karena ia tak ingin gelagat kehobongannya terbongkar.
"Bentar ya, aku mau ke belakang dulu," pamit Adel, agar tak di tanya macam-macam. Lebih baik ia mengalihkan perhatian, daripada menambah kebohongannya lagi.
***
"Assalamu'alaikum, " terdengar suara seseorang datang, ya... lelaki tampan si empunya rumah.
"Waalaikum salam," jawab Tiara yang masih berada di teras samping menikmati pemandangan kolam renang yang ada di rumah besar milik Yunan.
Yunan tersenyum menyapa Tiara, lalu lanjut menuju kamar pribadinya. Tapi pemandangan yang dilihatnya tak seperti yang ia harapkan.
"Alma, ada apa? Apa ada masalah?" tanya Yunan yang penasaran melihat istrinya lagi duduk bersandar di ranjang sambil menangis tersedu-sedu, memeluk bantal.
Alma terdiam, ia belum bisa di ajak bicara. Sifat wanita berkulit putih ini memang banyak diam, jika sedang menghadapi masalah. Ia lebih suka menenangkan diri sambil mencari solusi yang terbaik. Tidak grusah-grusuh main tabrak saja. Ia juga tak suka mengumbar masalah pada sembarang orang. Saat emosinya mulai stabil, Alma akan membuka diri pada orang yang sangat dipercaya.
"Kepala ku pusing, Mas," jawab Alma dengan muka masam, tapi tetap tak melupakan mencium punggung telapak tangan kanan Yunan, sebagai rasa hormat dan takzim dari istri pada suami.
"Istirahatlah, Sayang. Apa butuh obat? Atau mau di antar ke dokter?" tanya Yunan, sembari mencium kening istrinya dengan rasa sayang yang mendalam. Lalu tangannya menggenggam tangan kanan Alma, sambil duduk di dekat wanita itu, dengan senyum dan tatapan mesra.
Yunan sudah tahu karakter Alma. Ia tak mau memaksa istrinya untuk bercerita. Yunan yakin, nanti setelah Alma lega, pasti istri cantiknya ini akan mau bercerita tentang masalahnya.
Tapi suami yang sangat perhatian ini, mencoba menebak apa yang sebenarnya terjadi pada istrinya.
"Tadi pulang ngajar, jadi mampir ke rumah?" tanya Yunan sambil tersenyum.
"Iya, jadi Mas. Tapi... aku belum bisa cerita sekarang." Jawab Alma sambil menundukkan kepalanya, ia tak bisa membendung tetesan air mata yang begitu saja mengalir dari kedua matanya.
"Iya nggak apa-apa, Sayang. Tenangkan dulu pikiran mu. Sini aku peluk kamu. Jangan khawatir, aku akan selalu menjaga dan menyayangimu!" Sahut Yunan sambil mengusap air mata si pipi kanan dan kiri milik Alma. Lalu tubuh Alma di peluknya dengan erat. Sambil mengelus punggung istrinya dengan penuh kasih sayang.
"Makasih ya, Mas." Ucap Alma yang melingkarkan kedua tangannya pada pinggang kekar milik Yunan.
Kehangatan mulai merasuk dalam jiwa Alma. Ia terlihat mulai tenang, dan bisa mengendalikan emosinya.
Itulah gunanya suami. Bisa menjadi pengayom di saat istri menghadapi masalah. Bisa menjadi pelindung saat istri butuh bantuan moril. Bisa menjadi pembimbing saat istri tak bisa mengendalikan diri. Begitu pula sebaliknya. Seorang istri juga akan menjadi penguat dalam menghadapi segala masalah rumah tangga.
***
Sementara situasi di ruang rawat inap, Anton teriak-teriak memanggil nama Alma. Setiap kali laki-laki yang masih terbaring di brankar ini selalu mencari wanita yang sekarang sudah jadi mantan istrinya.
"Alma... Alma... Alma!!!" suara Anton memenuhi ruangan itu. Hingga pasien di sebelahnya merasa tak tenang. Karena Anton menempati kamar kelas 1 di rumah sakit itu, jadi sekamar di isi 3 orang pasien.
"Ton... Alma nggak ada di sini. Sadar, Nak! Istri kamu sekarang Heni, bukan Alma." Sahut bu Halimah yang kelelahan menemani Anton. Entah sudah berapa ratus kali bu Halimah mengingatkan pada anak laki-lakinya itu, agar tak berteriak seperti anak kecil.
"Heni??? Siapa Heni? Aku nggak kenal Heni, Bu!? Apa ibu lupa, menantu ibu itu namanya Alma. Wanita yang cantik, kulitnya putih bersih, hidungnya mancung, senyumnya manis. Ibu seneng kan punya menantu seperti itu? Apalagi Alma pinter cari duit bu. Pagi berangkat ngajar di sekolah, setelah itu istriku sibuk bisnis online. Apa ibu nggak bangga punya menantu gitu???" Anton bicara panjang lebar tentang Alma.
Anton begitu membanggakan wanita yang pernah ia khianati itu. Memorinya hilang tentang Heni yang kini menjadi istrinya, juga ibu dari anaknya.
"Anton, apa kamu nggak ingat sama sekali tentang Heni dan anakmu???" Bu Halimah menatap mata Anton lekat-lekat, untuk memastikan kalau anak laki-lakinya itu dalam keadaan sehat.
"Ibu, jangan ngigau! Alma itu istriku. Dan cucu ibu yang cantik mirip ibunya namanya Tiara, Tiara anakku dan Alma, Bu!!" Jawab Anton tak mau kalah dengan ibunya. Anton tersenyum kecut pada bu Halimah, karena merasa dia sudah benar.
Bu Halimah terdiam. Wanita yang sudah menua itu sudah lelah mendengar Anton yang selalu ngeyel saat diberitahu tentang Heni, istrinya sekarang.
'Apakah ini karma, ya Allah. Alma yang dikhianati Anton dan Heni tak pernah membalas kecurangan mereka. Tapi karena kuasa-Mu, kini Anton tak mengingat Heni, tapi malah dibayang-bayangi mantan istrinya, Alma. Ku akui, memang Alma menantu dan istri yang baik. Ia tak pernah bersikap kasar padaku, ia juga tak pernah banyak menuntut pada Anton. Tapi Antonlah yang kurang bisa mensyukurinya. Ya Allah... ampunilah dosa anakku, pulihkanlah ingatannya. Kembali sehat seperti sedia kala.'
Bu Halimah merenung sambil berdo'a. Ia merasa kasihan pada Anton, yang harus menerima balasan yang setimpal atas perbuatannya.
Bagaimanapun juga seorang ibu tak akan tega melihat penderitaan anaknya, walau ia tahu kalau yang dirasakan anaknya tersebut adalah buah dari perbuatannya sendiri.
***
BERSAMBUNG...
KAMU SEDANG MEMBACA
PENGHIANATAN JADI KARMA
RomanceSuara desahan dua orang itu terhenti seketika, aku lanjut mengetuk pintu makin keras, emosiku semakin memuncak. Namun pintu kamar yang ku ketok berkali-kali, entah berapa kali terhitung, tidak dibuka-buka. Beberapa saat kemudian terdengar langkah ka...