BAB 112. POSITIF

453 27 6
                                    

Tiara hanya diam dan tertunduk mendengarnya. Hatinya masih sakit, mengingat perlakuan Anton yang tak pernah menganggapnya ada. Walau kebutuhannya sudah terpenuhi dari mamanya, tapi setidaknya ia mendapat perhatian dan sedikit finansial dari papanya sebagai tanggung jawabnya seorang ayah pada anak.

Suasana jadi hening sejenak, setelah Tiara memberanikan diri menyuarakan kata hatinya.

*

"Kata Nita, kamu akan menikah ya, Ton?" tanya Yunan memecah keheningan.

"Hmm... iya, tapi masih nunggu aku sembuh dulu." Jawab Anton.

"Maaf nih sebelumnya. Bukan aku mau ikut campur urusan kamu dan Nita. Katanya kamu dan dia adalah saudara seayah? Apakah boleh pernikahan dilaksanakan? Kalau penghulunya tahu, pasti nggak mau menikahkan, karena itu melanggar aturan agama." Ucap Yunan dengan hati-hati.

"Jadi... Nita cerita banyak ke kamu. Tapi tak apalah, mungkin dia butuh teman bicara. Memang benar apa yang dikatakan Nita. Tapi kata ibu dan ayah, itu nggak apa-apa. Tentang resiko kalau anak kami nanti cacat, aku sudah siap menerimanya. Yang penting kami saling mencintai." Ucap Anton percaya diri.

'Astaghfirullah... jadi hanya karena alasan cinta, sampai menghalalkan segala cara??? Yang penting aku sudah mengingatkan' bisik Yunan dalam hati.

Akhirnya Yunan sekeluarga pamit, ketika di rasa cukup dan tak mau ganggu jam istirahat Anton.

**

'Kenapa aku nggak menstruasi sampai dua bulan ini ya, apa aku hamil beneran. Tadi aku mampir ke apotik beli testpack untuk memastikan keadaan ku. Tapi... aku nggak berani mengetesnya, takut hasilnya positif. Trus... harus gimana??? Sebenarnya aku nggak mau nikah sama mas Anton. Dia kan kakak ku sendiri, tapi kalau aku sudah terlanjur hamil??? Apalagi kata pak Yunan tadi, resikonya ke anak, akan cacat fisik maupun mentalnya. Aku nggak siap sebenarnya???' pikiran Yuanita bergemuruh dengan keadaannya sendiri.

Lalu ia memberanikan diri menggunakan alat yang sudah sedari tadi tergeletak di meja kamarnya.

Setelah ia menampung air seni ke dalam wadah transparan, lalu dimasukkannya testpack itu dengan jantung berdebar-debar. Ia letakkan gelas plastik itu di meja, sambil memperhatikan hasilnya yang membutuhkan waktu beberapa menit agar lebih jelas dan akurat.

Deg deg... deg deg... deg deg... Detak jantung wanita berkulit putih yang hanya memakai daster malam itu, serasa lebih cepat dari biasanya. Dan... ketika matanya membulat memperhatikan apa yang terjadi pada sejenis kertas kecil itu, mulutnya menganga tak percaya.

"Ya... Tuhan... garis dua, itu artinya... aku... aku... hamil. Ti... daaaak..." Jerit Yuanita bermonolog. Ia tak sadar suaranya melengking sampai keluar kamar.

"Nita??? Kamu kenapa???" tanya pak Zaini panik mendengar jeritan putrinya.

"Hmmm... aku nggak apa-apa, Yah. Ada... ada kecoak, baru saja aku pukul dan mati sekarang." Jawab Yuanita beralibi.

Pak Zaini bernapas lega. Ia duduk kembali di sofa sambil menikmati kopi pahit sambil nonton siaran televisi.

Sedang Yuanita menangis tersedu-sedu sambil menjambak rambut hitamnya beberapa kali. Ia berusaha mengecilkan volume tangisnya agar tidak di dengar oleh ayahnya.

'Aku memang bodoh... kalau sudah begini, aku nggak bisa menolak lagi. Biar saja Mas Anton saudara ku sendiri, yang penting anak yang ku kandung ada ayahnya.' pikirannya kalut mengetahui hasil testpack yang sangat jelas muncul dua garis, artinya positif hamil.

Tiba-tiba dia diam dan menghela napas panjang, 'Tapi, ada jalan lain, biar aku nggak nikah dengan Mas Anton. Yaaa... aku harus menggugurkan kandungan ku. Tapi... ini juga beresiko?!?! Katanya bisa merusak rahim, hingga bisa meninggal dunia. Aduuuh... aku harus bagaimana???'

Yuanita hanya bisa meratapi kehamilannya yang tak diinginkan. Itulah akibat dari perbuatan yang hanya mengedepankan nafsu sesaat, hingga melupakan dosa besar yang akan ditanggung di dunia apalagi di akhirat kelak.

***

Sesampainya di rumah, Tiara terus saja diam. Wajahnya murung dan tampak lesu. Menyadari akan hal itu, Alma menghampiri dan mengajaknya bicara.

"Tiara, kamu sakit??" tanya Alma.

Gadis cantik itu tak bersuara, ia hanya menjawab dengan gelengan kepala.

"Kenapa kamu sedih begitu, Sayang. Apa mama punya salah sama kamu??" tanya Alma masih ingin tahu.

"Aku malu punya papa seperti Anton. Lelaki tukang kawin. Aku benci papa." Jawab Tiara dengan muka masam dan gigi gemerutuk.

"Hmm... jadi itu yang membuat kamu murung, Sayang. Sini... dekat sama mama." Alma mengayunkan lengan kanannya untuk meraih tubuh putrinya itu. Lalu ia mendekap tubuh ramping Tiara dengan kehangatan kasih sayang.

"Aku nggak mau ketemu Papa lagi. Kalau mama dan papa Yunan ke rumah Papa Anton, aku nggak mau ikut lagi." Ucap Tiara dengan rasa benci.

Apa yang dirasakan Tiara itu wajar, karena cinta pertama anak perempuan adalah pada papanya. Dan Anton tidak bisa memberi kasih sayangnya pada Tiara. Hingga akhirnya rasa cinta itu berubah sebaliknya, jadi rasa benci.

"Tiara masih punya mama. Jadi jangan khawatir sayang. Mama akan selalu menemani kamu sampai kapan pun. Biarlah Papa Anton melupakan kamu, tapi jangan sampai kamu benci ke Papa. Karena walau bagaimanapun, Anton tetaplah Papa Tiara, itu sudah takdir dan harus di terima. Kita do'akan saja, semoga Papa Anton mendapat petunjuk dari Allah dan suatu saat akan  menyadari kesalahannya. Ya, Sayang???" Nasehat Alma pada putri cantiknya.

"Entahlah, Ma. Aku masih kesal sama papa." Jawab Tiara sinis.

"Pelan-pelan saja, lambat laun kamu pasti bisa mengerti dan menerima sikap papa. Mama yakin, papa mu pasti akan sadar pada suatu hari nanti." Ucap Alma sambil membelai rambut panjang Tiara.

**

Aku harus mengabarkan kehamilan ku ini pada mas Anton, agar ia tahu hasil perbuatannya dan segera mungkin bertanggung jawab.

Akhirnya Yuanita memilih menikah dengan Anton daripada menggugurkan kandungannya.

(Halo... mas Anton)

(Iya, Sayang. Ada apa?)

(Aku... aku hamil, Mas)

(Apaaa?? Apa kamu sudah pastikan???)

(Iya... sudah, Mas. Tadi aku cek dengan testpack dan hasilnya muncul garis dua. Nanti aku kirim fotonya, biar kamu tahu ya??)

(I... iya, Sayang)

Lalu Yuanita mengirim foto hasil tes urinnya pada Anton. Beberapa saat kemudian, foto itu dibuka oleh lelaki yang kini menatap tajam ke arah ponselnya tanpa berkedip.

 Beberapa saat kemudian, foto itu dibuka oleh lelaki yang kini menatap tajam ke arah ponselnya tanpa berkedip

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jantung Anton berdegup kencang, menatap garis dua yang ada di foto itu. 'Ooo... apalagi ini??? Yuanita hamil???' teriak Anton dalam hati.

Kemudian ada pesan masuk dari Yuanita.

(Kita harus secepatnya menikah, Mas. Aku nggak mau perutku tampak buncit dan orang-orang mengetahui kalau aku hamil duluan sama kamu)

(Iya, Sayang. Aku akan menikahi mu. Kamu jangan banyak pikiran. Aku akan bertanggung jawab, jangan khawatir, Nita sayang.)

Kini hati Yuanita sedikit lega, setelah memberitahukan kehamilannya pada kekasih sekaligus kakaknya. Ia tetap merahasiakan kehamilannya ini pada siapapun.

***

BERSAMBUNG

PENGHIANATAN JADI KARMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang