Sore ini Yunan akan ke rumah Anton untuk menengok bayinya ditemani Tiara dan Angga. Walaupun Anton tidak bekerja lagi di perusahaannya, tapi setidaknya dia dulu pernah berteman baik semasa kuliah dan sebagai ungkapan kepedulian antar sesama.
Seperti biasa, Alma membuatkan kopi susu kesukaan suaminya tercinta. Walau ada bik Ina yang selalu setia menjadi asisten rumah tangga, tapi untuk melayani sang suami, Alma tak mau orang lain yang menangani.
"Mas, kopinya sudah aku taruh di ruang tengah ya. Apa mau langsung ke rumah Anton sekarang? Nggak kan?" tanya Alma untuk memastikan.
"Habis maghrib aja aku ke sana. Biar nggak nanggung, ntar malah tergopoh-gopoh di jalan. Tiara sama Angga jadi ikut kan?" Ucap Yunan yang nampak segar habis mandi dan memakai celana pendek abu di padu T-shirt cream membuat penampilannya lebih muda.
"Hmm... kamu segar sekali, Sayang. Baunya wangi lagi." Goda Alma sambil tersenyum sedikit nakal.
"Eits... jangan suka mancing-mancing ya! Kalau aku khilaf dan nggak bisa nahan, pasti aku yang disalahkan." Kelakar Yunan membuat hangat suasana.
"Hehee... masak gitu aja kepancing sih. Lha emang baunya wangi, trus aku harus bilang gimana coba? Kenapa ya... laki-laki itu selalu pikirannya ke situ. Padahal aku cuma pengen kasih pujian aja, Sayang. Nggak lebih dari itu." Ungkap Alma mempertahankan asumsinya.
"Itu wajar sih, yang goda istrinya. Yang nggak wajar tuh, tergoda rayuan wanita lain. Hayo... apa mau kayak gitu?" Ucap Yunan mencubit pipi Alma yang putih mulus walau sudah punya anak dua.
"Jangan sampai lah... awas aja kalo seperti itu. Bakal tak tinggal pulang." Ancam Alma dengan muka bersungut-sungut.
"Cieee... ada yang ngambek nih. Kalo ngambek malah cantik lho." Yunan mencium kening Alma beberapa detik, bikin Alma tersenyum kembali.
"Hmm..." Bisik Alma lirih.
"Aku mau ke ruang tengah dulu ya, Sayang. Kasihan... kopinya ntar dingin, jadi ngambek lagi, kayak yang bikin." Yunan tersenyum manis dan lirikan mata penuh arti sambil melangkah keluar kamar menuju ruang tengah.
*
Akhirnya mereka bertiga berangkat menuju rumah Anton. Tak berapa lama sudah sampai pada tempat yang di tuju.
Kedatangan Yunan dan anak-anaknya disambut hangat oleh keluarga Anton. "Alma nggak ikut ke sini, pak Yunan?" tanya bu Halimah yang menyempatkan ikut berbincang sebentar agar bisa menyapa Tiara, cucu pertamanya.
"Oh iya, Bu. Dapat salam dari Alma. Maaf nggak bisa ikut ke sini, karena Alma juga habis melahirkan. Baru dua minggu ini, anak kami juga lahir." Jawab Yunan dengan tersenyum ramah.
"Syukurlah... anaknya laki-laki apa perempuan?" tanya bu Halimah kembali terlihat sedikit penasaran
"Laki-laki, Bu." Jawab Yunan.
Di sela-sela mereka sedang beramah ramah, datanglah Amel dengan membawa nampan berisi empat cangkir teh hangat dan cemilan yang menemani.
"Silahkan di minum dulu ya. Maaf seadanya saja." Ucap Amel sambil meletakkan isi nampan ke atas meja tamu.
Lalu Tiara mendekati Amel dan mengalami dengan takzim. "Tante," sapanya.
"Tiara ya, makin cantik aja nih ponakan tante. Udah kelas berapa sekolahnya?" Ucap Amel dengan ramah.
"Melas dua belas, Tante." Jawab Tiara.
"Oh ya... boleh nggak aku lihat bayinya. Dari tadi belum ketemu dedek bayinya. Dia kan adik ku juga?" tanya Tiara polos.
"Hmm... gimana ya, Bu?" Malah Amel menoleh ke bu Halimah dan balik bertanya dengan wajah bingung.
"Eeee... dedek bayinya lagi tidur nyenyak, Tiara." Jawab bu Halimah.
"Kalo gitu, boleh aku masuk untuk melihatnya, Nek? Pasti lucu kayak adek ku." Tiara sangat antusias dan penasaran.
"Gimana, Mas?" Bisik Amel sambil memberi kode pada Anton yang duduk di sebelahnya.
"Iya, Tiara. Kamu boleh lihat, biar ditemenin sama tante Amel ya." Akhirnya Anton membolehkan putrinya melihat bayinya yang sedang tidur di kamar bu Halimah.
"Mas?? Apa kamu yakin???" tanya Amel kaget mendengar keputusan Anton.
"Iya, Mel Nggak apa-apa." Ucap Anton kemudian.
'Sebenarnya ada apa ya? Kenapa bu Halimah, Anton dan Amel bersikap aneh, saat Tiara mau lihat bayinya. Kayaknya ada sesuatu yang ditutupi dari kami. Mudah-mudahan nggak demikian. Mungkin ini hanya pikiran ku saja." Bisik Yunan dalam hati sambil memperhatikan gerak-gerik si empunya rumah.
"Ayo, Tiara. Kita masuk ke dalam." Ajak Amel dengan sikapnya yang sedikit aneh. Sedang bu Halimah hanya diam sambil mangku Putri yang belum ngantuk karena masih sore.
Tiara tersenyum mendengar komando tantenya. Gadis cantik berkulit putih ini berjalan beriringan dengan Amel hingga sampai depan pintu kamar bu Halimah.
"Itu Tiara, dedek bayi masih bobok kan?" Ucap Amel menghentikan langkahnya.
"Iya, Tante. Aku boleh masuk ya? Pengen banget lihat dari dekat." Pinta Tiara masih penasaran.
'Aduuuh... gimana nih? Aku harus cari akal agar Tiara nggak sampai lihat muka bayi itu. Bisa jadi masalah besar nanti.'
***
"Kok kamu pulang sekolah sendiri, Mora? Mana Tiara?? Katanya hari ini sepulang sekolah mau main ke sini dulu??" Ucap Nia mamanya Amora.
Amora menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal dan mukanya mendadak masam. "Rencana kemarin gitu, Ma. Tapi, tiba-tiba Tiara dan keluarganya ada acara mendadak. Jadi ya di undur dulu. Gitu lho mama ku sayang."
"Waduuuh... padahal mama udah masakin makanan spesial buat Tiara. Tapi, ya gimana lagi??" Ucap mama Nia sangat kecewa.
"Aku mau ganti baju dulu ya, Ma." Pamit Amora sambil menenteng tas ransel silver yang menemaninya ketika ia sedang bersekolah.
"Hmm... gitu dong. Pulang sekolah langsung ganti baju. Itu baru anak mama." Jawab Nia sambil mengacungkan jempol kanannya.
Tak berapa lama datanglah lelaki tampan idaman para gadis di kampusnya. Sudah ganteng, pinter, berprestasi pula. Tapi ia tak mudah tergoda oleh rayuan maut wanita. Hingga diumurnya yang sudah menginjak 20 tahun, ia belum pernah punya kekasih yang ia banggakan.
"Arka? Sudah pulang, nak?" Sapa mama Nia.
"Sudah, Ma. Apa Amora sudah pulang?" tanya Arka sambil memindai seluruh sudut ruangan.
"Sudah barusan. Tapi pulang sendiri, Tiara nggak jadi ikut." Kata mama Nia sambil menatap wajah Arka dengan tatapan teduh.
"Ooo..." Jawab Arka dengan muka mendadak berubah masam.
Mama Nia diam-diam memahami perasaan putranya itu yang sedang menyukai Tiara selama ini, tapi ia tak berani mengungkapkan.
Naluri seorang ibu pasti paling mengerti apa yang dirasakan anaknya. Dari tatapan mata apalagi gerak-gerik yang dilakukannya.
"Arka, ada banyak makanan di meja tuh. Yuk, kita makan dulu." Ucap mama Nia mencoba menghibur Arka yang lagi kecewa.
"Nanti aja, Ma. Aku belum lapar." Jawab Arka sambil melangkah masuk ke dalam kamarnya.
Arka memang nggak banyak bicara, ia susah dekat dengan wanita. Ia lebih fokus pada kesibukan di kampusnya. Jika ada wanita yang menarik hatinya, berarti itu bukan sembarangan. Pasti ada hal istimewa yang membuat cowok cool itu jadi jatuh cinta.
***
BERSAMBUNG
KAMU SEDANG MEMBACA
PENGHIANATAN JADI KARMA
RomanceSuara desahan dua orang itu terhenti seketika, aku lanjut mengetuk pintu makin keras, emosiku semakin memuncak. Namun pintu kamar yang ku ketok berkali-kali, entah berapa kali terhitung, tidak dibuka-buka. Beberapa saat kemudian terdengar langkah ka...