BAB 42. PENOLAKAN TIARA

1.2K 53 5
                                    

Seperti biasa, sebelum berangkat beraktifitas ke tempat tugas masing-masing, Yunan, Alma, Tiara, Angga, sedang menikmati sarapan pagi dengan masakan sederhana, nasi goreng Jawa plus telur ceplok setengah matang, sesuai request Tiara.

"Sedapnya masakan mama, jadi makin lapar nih. Apalagi ada telur ceplok setengah matang, hmm..." Ucap Tiara menggeser kursi di depannya sambil tersenyum riang.

"Pasti dong, siapa dulu yang masak?" Sahut Yunan melirik Alma yang sibuk menyiapkan bekal untuk Tiara dan Angga. Alma tersenyum dan melirik sebentar ke wajah Yunan, menyambut sanjungan dari suaminya.

Beda dengan Angga, ia tak banyak kata pagi ini. Langsung saja piring yang ada di depannya di isi dengan nasi goreng dan telur ceplok yang masih hangat.

"Angga... kamu kok tergesa-gesa, kenapa?" Tanya Yunan yang nampak heran.

"Iya, Pa. Pagi ini Angga mau jadi petugas upacara hari Senin. Kalo nggak buru-buru kuatir ketinggalan," jawab Angga.

"Jangan lupa doa dulu, sebelum makan, biar berkah, Sayang," tegur Alma sembari duduk di sebelah Yunan dengan senyum manisnya.

Setelah selesai sarapan, Tiara dan Angga berpamitan pada papa mamanya. Keduanya di antar pak Udin, sopir pribadinya. Kebetulan sekolah mereka sama, cuma beda kelas saja. Tiara kelas sebelas, sedang Angga masih kelas sepuluh.

"Sayang, kenapa belum siap-siap ke sekolahan? Biasanya habis sarapan buru-buru berangkat, kenapa sekarang masih bermalas-malasan? Apa ada masalah?" tanya Yunan yang melihat Alma masih duduk bersandar di sofa tak seperti biasanya.

"Hmm... aku lagi kepikiran tentang permintaan Adel dan bu Halimah, yang semalam aku ceritakan ke Mas Yunan. Sebaiknya apa yang harus aku lakukan? Aku juga belum bilang ke Tiara, apa dia mau menemui papanya?" jawab Alma.

"Kalo masalah itu, sebaiknya kamu bicarakan baik-baik sama Tiara. Kalo Tiara nggak mau, jangan di paksa. Karena dia sudah bukan anak-anak lagi. Apa yang dilakukan pasti sudah dipikirkan dengan matang." Nasehat suami Alma dengan bijak.

"Aku juga malas ke rumah Anton. Aku dan dia sudah nggak ada hubungan apa-apa. Kenapa harus melibatkan aku?" jawab Alma dengan muka masam.

"Aku sih sangat percaya dengan kamu, Sayang. Di hatimu cuma ada aku, iya kan? Tapi, nggak ada salahnya kita sama-sama menjenguk ke rumah Anton bersama Tiara juga Angga. Kita tunjukkan pada Anton dan keluarganya, bahwa kita sudah punya kehidupan sendiri. Dan kita sadarkan Anton, kalo dia sudah punya istri lagi." Penjelasan Yunan sangat gamblang pada istrinya.

"Nanti kalo Mas Yunan ada waktu luang, kita sempatkan ke rumah Anton ya. Biar masalahnya cepat kelar dan adik Anton nggak telepon terus. Karena lama-lama aku merasa terganggu juga." Ucap Alma.

"Iya, Sayangku. Ayo... ini sudah siang lho! Nanti di tunggu murid-muridmu." Tegas Yunan mengingatkan istrinya pada kewajiban mengajar di sekolah.

Kini Alma bernapas lega, karena kebimbangan hatinya sudah mendapat jawaban dari suaminya. Ia beranjak dari duduknya dan segera siap-siap menunaikan tugasnya sebagai kepala sekolah.

***

POV HENI

Lagi-lagi Alma yang ada dalam pikiran Mas Anton. Lalu aku ini apa gunanya??? Lagian, apa sih istimewanya kamu, Alma? Aku dan kamu sama-sama wanita, katanya kamu cantik. Apa aku ini kurang cantik? Aku lebih pinter dandan daripada Alma. Karena aku selalu mengikuti trend masa kini. Kalo Alma, dari dulu juga gitu-gitu aja, nggak pernah update mode sesuai perkembangan jaman.

Awas saja kalo berani ke sini dengan alasan jenguk Mas Anton. Aku nggak akan tinggal diam. Heni kok di lawan!!!

Apa yang aku mau, pasti kudapatkan. Mas Anton saja dengan mudah ku rebut darimu, Alma. Sekarang katanya, kamu punya suami lebih mapan. Hmm... aku jadi penasaran, seberapa kaya suaminya Alma???

Aku yakin suatu saat Alma pasti ke sini, karena aku hafal betul dengan sifatnya. Dia kan terlalu baik, hingga dengan mudah ku peralat, ha ha haa... Alma... Alma... kamu memang bodoh.

Dan... aku yang selalu banyak akal ini, akan mencari cara, bagaimana pernikahan kamu dengan suami mu yang sekarang, akan berantakan. Karena aku benci kamu, Alma. Aku nggak ingin kamu bahagia. Semakin kamu sengsara, aku makin bahagia.

***

Sementara dalam kamar, Tiara sedang sibuk mengerjakan tugas dari sekolah. Pintu kamar sengaja di tutup rapat, agar bisa konsentrasi. Kali ini ia mengerjakan tugas IPA sesuai dengan jurusan yang ia pilih.

Tiba-tiba ada suara ketokan pintu di balik kamarnya.

Tok... tok... tok...

"Tiara, apa mama bisa bicara sebentar?" tanya Alma sambil mengetuk pintu yang lagi di kunci rapat.

"Iya, Ma. Sebentar, tak bukain pintunya." Jawab Tiara gegas berdiri dari duduknya dan melangkah ke arah pintu kamar.

Setelah pintu terbuka, Alma bertanya pada putri semata wayangnya, "Apa lagi sibuk, Ti?"

"Nggak sibuk sih, Ma. Cuma mengerjakan PR, kurang dikit udah kelar. Masuk dulu, Ma! " jawab Tiara sambil tersenyum manis pada ibu kandungnya.

Alma masuk ke kamar, aroma bunga segar, green fantasy, membuat ruangan makin nyaman dan bikin betah di dalamnya.

"Mama ada perlu bentar sama kamu, Tiara. Ini mengenai kesehatan papa mu. Jadi, papa Anton mengalami amnesia setelah kecelakaan waktu itu, seperti mama ceritakan dulu. Lalu, yang sering di ingat dan di panggil papa, itu mama dan kamu, Tiara. Jadi tante Adel dan eyang putri minta tolong, agar Mama dan kamu jenguk papa ke rumahnya, untuk memulihkan ingatannya." Penjelasan Alma pada Tiara panjang lebar agar tak terjadi salah paham.

"Apa, Ma??? Jadi papa Anton pengen ketemu Mama dan aku??? Enak aja!!!" Tiara kaget mendengar penjelasan mamanya. Ia menjawab dengan suara tinggi, karena mulai tersulut emosi.

"Tiara, ini untuk memulihkan ingatan papamu, Nak!" Ucap Alma.

"Biarin aja papa Anton amnesia, kalo bisa selamanya. Biar tau rasa, Ma! Itu hasil dari perbuatannya sendiri. Aku muak sama Papa. Aku masih ingat, gimana Papa campakkan Mama demi membela tante Heni. Apa Mama lupa??? Kalo boleh memilih, aku pilih jadi anaknya Papa Yunan, daripada jadi anaknya Papa Anton." Tolak Tiara mentah-mentah dengan suara keras.

"Tiara..." ucap Alma menatap wajah putri semata wayangnya yang duduk di sebelahnya, di tepi ranjang.

"Mama, maafkan aku! Kali ini, aku nggak nurut sama Mama. Aku juga nggak rela, kalau Mama pergi ke rumah papa Anton, demi kesembuhannya. Hargai papa Yunan, Ma! Jangan sia-siakan kebaikan papa Yunan begitu saja." Ungkap Tiara dengan muka merah menahan emosi. Kedua matanya melotot ke arah Alma, untuk mengingatkan mamanya.

"Iya, Tiara. Mama nggak akan ke sana. Nanti mama bilang ke tante Adel, biar nggak di hubungi terus," ucap Alma.

"Kalau tante Adel terus-terusan minta Mama ke sana, nggak usah ditanggepin. Blokir aja nomernya, ganggu orang aja. Mama harus tegas!!! Biar nggak dimanfaatin dan nggak di injak-injak terus!!!" Makin tinggi suara Tiara.

Alma memeluk pundak anaknya, ia tak bisa berkata-kata lagi. Alma ingin meredakan emosi Tiara yang makin memuncak.

"Papa Anton memang papa kandung ku. Tapi apa pernah papa Anton berjuang untuk kebahagiaanku??? Sejak kecil yang bekerja keras memenuhi kebutuhan ku cuma Mama, papa enak-enakan habisin waktunya jadi pengangguran tak berguna. Eee... ujung-ujungnya malah menghianati Mama. Aku udah gede, Ma. Aku tau semuanya." Tiara mengungkapkan kekecewaannya yang selama ini terpendam. Kedua matanya tak bisa menyembunyikan kesedihan, akhirnya gadis itu meneteskan air mata di pelukan mamanya.

***

BERSAMBUNG... 

PENGHIANATAN JADI KARMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang