Adzan Subuh membangunkan seluruh makhluk bumi. Ayam berkokok menggelitik malam, nyanyian burung turut menyambut datangnya sang mentari, sang surya menyembulkan sinarnya sambil tersenyum mengucapkan selamat pagi pada setiap penghuni alam semesta.
Dinginnya malam sudah tergantikan oleh hadirnya matahari yang menyinari dan menghangatkan seluruh tubuh bumi. Semangat dan rasa syukur pada sang Pencipta menjadi langkah awal yang terbaik bagi semua insan.
"Alhamdulillah," ucapan syukur yang tak terhingga telah diucapkan di bibir wanita yang telah melahirkan Anton. Karena kesembuhan yang begitu cepat sehingga putra kesayangannya itu sudah bisa beraktifitas seperti sedia kala.
"Sarapan dulu, Mas. Aku sudah siapkan nasi pecel dan rempeyek kesukaanmu." Ucap Heni yang sudah menyiapkan masakan khusus suaminya dengan harapan baru.
"Makasih, Hen." Anton tersenyum menatap istrinya yang sibuk mengisi piring dengan nasi secukupnya di depannya.
Adel berjalan mendekat, ia juga ingin sarapan sebelum bekerja. Ia melihat kakaknya sedang duduk di kursi dan siap menyantap sarapan pagi dengan berpakaian rapi. "Mas Anton, hari ini sudah mau kerja, ya? Apa sudah nggak pusing lagi?"
"Iya, Del. Aku sudah sehat. Kamu nggak usah khawatir. Kalo lama-lama nggak masuk, bisa-bisa aku di pecat dari perusahaan. Hari gini nyari kerja susah. Makanya aku nggak boleh menyia-nyiakan peluang ini." Jawab Anton.
Setelah menghabiskan sarapannya, Anton gegas menuntun sepeda motornya yang sudah diperbaiki setelah kecelakaan bulan lalu. Dengan memakai hem warna krem dan celana hitam, bersepatu hitam mengkilat, Anton tampak gagah, walaupun sedikit kurus setelah sakit.
"Bu, aku berangkat kerja dulu." Tak lupa Anton berpamitan pada bu Halimah dengan takzim.
"Iya, Ton. Hati-hati ya. Jangan ngebut kalo bawa motor," nasehat bu Halimah pada putranya.
Anton melangkah meninggalkan rumah dengan langkah pasti, ia mulai menapaki hari-harinya dengan semangat baru. Heni melepas kepergian suaminya dengan senyum manisnya.
*
Sesampainya di kantor, Anton langsung menemui teman-teman se-divisi. Di sana ada Bondan, Darwis, Kamila, sedang satu temannya lagi nampaknya belum datang.
"Met pagi semua," sapa Anton dengan senyum ceria, ia memandang satu-psrsatu wajah ketiga teman yang susah mengisi ruangan staf administrasi itu.
"Hai, Ton. Apa kabar? Wah... makin ganteng aja," ucap Darwis sambil menoleh ke arah Anton dengan senyumnya yang ramah.
"Baik, Dar." Anton menyodorkan tangan kanannya untuk bersalaman dengan Darwis.
"Lho... Anton! Kamu sudah sehat sekarang?" sapa Bondan yang terlihat kaget dengan kedatangan Anton yang tiba-tiba.
"Hmm... Iya, Dan." Anton tersenyum sambil mengulurkan tangan pada Bondan untuk mengajaknya bersalaman.
Tinggallah Kamila, si janda muda yang masih duduk manis di tempat kerjanya. "Wah... Kamu makin oke, Ton. Setelah ini,jangan sakit-sakit lagi ya! Biar kami nggak keteteran menghendel tugas-tugasmu." Jawab Kamila yang tetap saja centil seperti sebelumnya.
"Maaf, aku telah membuat repot kalian. Tapi aku janji, akan lebih hati-hati dan nggak akan jadi beban kalian lagi," ucap Anton sambil mengulas senyum.
"Oh ya, Ton. Sebaiknya kamu temui pak Ruben dulu! Kamu sudah lama dinantikan olehnya. Sudah kangen berat kayaknya," kelakar Bondan, si jago melucu di ruangan itu.
"Kalau gitu, aku akan ke ruang pak Ruben," jawab Anton sambil membalikkan badan menuju pintu keluar ruangan.
*
Tok tok tok
"Masuk" teriak pak Ruben dari dalam.
Anton segera membuka pintu, "Permisi, Pak." Sahut Anton sambil tersenyum ramah pada atasannya yang bermuka seram tanpa ekspresi.
"Anton??? Kamu sudah sembuh???" sapa Ruben sambil membelalakkan mata, karena kaget atas kedatangan Anton yang tak di duga.
"Iya, Pak. Alhamdulillah," jawab Anton.
"Silahkan duduk," Ruben mempersilahkan duduk di depan mejanya.
"Makasih, Pak." Anton menundukkan kepalanya, ia segan menatap wajah seram Ruben dengan kumis tebalnya.
"Untung kamu bisa secepatnya masuk kerja lagi, Anton. Kalau tidak, dalam waktu dekat ini, personalia akan merekrut pegawai baru untuk menggantikan kamu." Ulas Ruben tetap dengan muka juteknya.
"Ooh... begitu, Pak?!" jawab Ruben tersentak.
"Ya, sudah. Kamu kembali ke ruanganmu, dan bekerjalah dengan baik," titah Ruben dengan sedikit senyum di sudut bibirnya.
"Ya, Pak. Makasih," jawab Anton. Selanjutnya ia bangkit dari duduknya dan kembali melangkah keluar ruangan menuju ruang kerjanya.
Sesaat setelah Anton masuk ruangan staf adminatrasi, ia menghela napas panjang karena lega. Dewi fortuna masih berpihak padanya. Ia nyaris di pecat dari pekerjaan karena amnesianya yang telah lalu.
"Lho... Mas Anton??? Sudah sembuh???" teriak Dahlia melihat Anton yang sedang melangkah masuk ke ruangan. Wanita muda ini membelalakkan matanya karena kaget campur senang bukan kepalang. Sang Arjuna penakluk hatinya telah ada di hadapannya.
"Hai Lia! Tambah cantik aja," sapa Anton sembari menatap wanita berambut sebahu yang berjarak beberapa langkah saja di depannya.
Senyum Dahlia tersemat di sudut bibirnya. Ia sedikit malu-malu mendapat sanjungan dari pujaan hatinya.
"Syukurlah, Mas Anton sudah bisa kerja lagi sekarang," ucap Dahlia menutupi saltingnya.
"Ehhemm... ada yang berbunga-bunga nih. Bekerja jadi makin semangat. Ya nggak, Bondan?" goda Kamila sambil mengernyitkan alisnya ke arah Bondan yang meja kerjanya ada di depannya.
"Bisa-bisa nggak mau pulang juga. Maunya di kantor mulu. Abis... hawa kantor jadi nyaman sekarang," Bondan si gendut berkulit gelap ini menimpali. Matanya melirik ke arah Dahlia yang menyembunyikan senyumnya atas kelakar kedua temannya itu.
Darwis cuma bisa tersenyum mendengar ledekan Kamila dan Bondan yang ditujukan pada Dahlia. Darwis yang terkenal pendiam diantara yang lain, ia hanya bisa menyumbang senyum simpulnya tanpa mengucapkan kata-kata.
"Apaan sih???" celetuk Dahlia. Matanya tak bisa bohong, ia selalu menyempatkan mencuri pandang pada wajah Anton yang lumayan ganteng di depannya.
Sedang Anton berlagak tak peduli, padahal sebenarnya ia sudah tahu sejak lama, kalau Dahlia menyimpan rasa dengannya. Sebagai playboy di level senior, batinnya sudah bisa membaca gelagat yang tak biasa dari wanita di sekelilingnya.
Ada aroma permainan baru yang akan dilakonkan Anton pada si cantik Dahlia. Ya... begitulah, lelaki yang baru saja sembuh dari amnesianya ini, sudah memasang strategi untuk menjebak sasaran selanjutnya.
***
Alma menyempatkan diri berkunjung ke rumah lamanya. Setelah pulang mengajar, ia membawa sepeda motor scoopy putih kesayangannya menuju hunian sederhana bernuansa biru peninggalan orang tuanya.
Bu guru cantik ini ingin membereskan beberapa pakaian milik almarhum ayahnya yang tak begitu banyak, serta sekaligus membersihkan rumah itu dari debu yang mulai tebal di setiap sudut.
'Setiap aku masuk rumah ini, aku selalu merasa sedih. Ingat sosok ibu yang sabarnya tiada tara, juga ayah yang sebenarnya baik, tapi karena perempuan gila itu, menjadikan ayah terlena. Kini rumah ini jadi sepi. Begitu banyak kenangan yang tersimpan di sini. Kenangan bersama ayah dan ibu, juga kenangan pahit dengan suami pertamaku.'
Alma bermonolog sambil merapikan kamar yang sebelumnya di tempati almarhum pak Rudi. Selanjutnya wanita yang tak banyak bicara ini menyapu semua lantai serta mengelap meja dan perabot yang ada si rumah bercat biru itu.
***
BERSAMBUNG...
KAMU SEDANG MEMBACA
PENGHIANATAN JADI KARMA
Roman d'amourSuara desahan dua orang itu terhenti seketika, aku lanjut mengetuk pintu makin keras, emosiku semakin memuncak. Namun pintu kamar yang ku ketok berkali-kali, entah berapa kali terhitung, tidak dibuka-buka. Beberapa saat kemudian terdengar langkah ka...