Hari ini Alma memulai aktifitasnya di kota apel Malang. Dengan ciri khas hawa dingin yang sangat menyejukkan badan, bisa jadi membuat menggigil bagi yang tidak kuat dengan temperatur yang sangat rendah di sana.
Alma termasuk kepala sekolah yang bisa menjadi panutan, hingga ia diberi mandat untuk mewakili mengikuti diklat kepala sekolah dengan ke empat rekan sejawatnya. Walau demikian, ia tak pernah jumawah dengan predikat dan kepercayaan yang sudah ia jalani selama ini.
Sejak kecil wanita sederhana namun mempesona ini, di didik menjadi wanita yang tangguh, mandiri dan rendah hati oleh sang ibu. Di tempa dengan berbagai ujian dari sang Kuasa, ia tetap tegar menjalani hari-harinya.
Tapi apalah daya seorang Alma, ia pernah tergelincir oleh manisnya cinta palsu, hingga ia pernah mengalami kepahitan dalam pernikahan pertamanya. Kini ia lebih hati-hati dan waspada dalam mengarungi bahtera rumah tangga bersama Yunan, suami yang benar-benar tulus mencintainya.
Jika hujan adalah kesulitan dan matahari adalah kebahagiaan, maka kita membutuhkan keduanya untuk melihat pelangi. Demikian gambaran sederhana dalam menjalani kehidupan ini. Sabar dan ikhlas akan berbuah manis pada waktu yang tepat.
Tepat pukul sembilan pagi Alma sampai di hotel tempat Alma menginap, ia menyempatkan memberi kabar pada sang suami.
(Halo, Mas)
(Iya, Sayang)
(Aku barusan nyampek nih, Mas)
(Alhamdulillah... gimana di sana, Sayang. Apa kamu suka?)
(Suka sekali, tapi dingin banget. Padahal ini sudah agak siang, gimana nanti malam ya, Mas? Pasti tambah dingin)
(Tentu. Apa kamu siap di hotel kedinginan nggak ada yang ngangetin, Sayang)
(Gampang lah, nanti di angetin sama teh hangat. Bisa ngurangi dingin juga, kan?)
(Hmm... teh hangat??? Nggak mempan dong. Harusnya kalo malam ada yang bikin badan kamu hangat, Sayang ku)
(Apa tuh, Mas?)
(Bener nggak tau, apa pura-pura nggak tau?)
(Hmm... apa ya???) Alma sengaja berlagak lugu.
(Yang gini nih, bikin aku gemes. Andai aku ikutan diklat. Pasti kamu nggak kedinginan. Ku dekap erat tubuhmu sepanjang hari)
(Iiih... Sepanjang hari, Mas. Nggak jadi diklat dong. Mas Yunan bisa aja. Sudah dulu ya, Sayang. Aku mau persiapan acara selanjutnya)
(Iya, Sayang ku. Jaga diri baik-baik. Aku sangat merindukan mu)
(Bye... Sayang) Alma menutup sambungan telepon dengan senyum manisnya. Dengan hati berbunga-bunga karena sudah mendapat mood booster dari Yunan, lelaki satu-satunya yang sangat ia sayangi.
"Pak Yunan bahagia banget. Telepon dari istri ya, Pak?" tanya Yuanita yang sudah menunggu di sofa beberapa saat ketika Yunan masih asyik menjawab telepon dari Alma.
"Iya. Kalo sudah punya pasangan harus dijaga kemesraan dan perhatiannya, biar langgeng pernikahannya." Jawab Yunan dengan senyum di sudut bibirnya. Lelaki gagah nan tampan itu juga lebih bersemangat setelah mendengar suara merdu dari sang istri walau sekedar dari ponsel.
"Hmm... gitu ya, Pak." Sahut Yuanita singkat.
"Kamu kalo udah ada calon, segerakan menikah. Jangan pacaran lama-lama, nggak baik nantinya."
"Iya, Pak. Tapi sekarang masih belum ada calon. Fokus kerja dulu, Pak."
"Masak sih? Kamu kan cantik, sudah berpenghasilan, pasti banyak yang suka."
"Iya sih, Pak. Tapi saya belum ketemu yang pas."
"Mau nyari yang gimana? Yang penting sungguh-sungguh sayang sama kamu dan bertanggung jawab."
'Aku sih maunya nyari seperti pak Yunan. Ganteng, tajir, humble, penyayang, lengkap deh' bisik Yuanita dalam hati.
"Eee... kok malah bengong. Apa ada yang mau aku tanda tangani?" tanya Yunan tiba-tiba, bikin Yuanita tersentak dalam lamunannya.
"Hmm... ini, Pak." Yuanita menyerahkan beberapa berkas diatas meja Yunan dengan sopan.
"Tunggu sebentar, silahkan duduk dulu! Aku akan memeriksanya." Jawab Yunan. Lalu Yuanita memilih duduk di sofa panjang sembari menanti sang direktur memeriksa dan menandatangani.
Setelah beberapa saat, Yunan sudah menandatangani berkas-berkas itu. Lalu sesaat ia memandang rok yang di pakai Yuanita. Akhirnya hari ini sekretarisnya mengikuti sarannya. Wanita tinggi semampai itu memakai blazer warna cream dengan bawahan rok di bawah lutut berwarna mocca. Perpaduan yang manis dan nampak sangat elegant.
"Gitu dong. Lebih enak di pandang dan sopan. Sudah, kamu kembali ke tempat." Ucap Yunan tegas.
"Iya, Pak." Yuanita membalikkan badan dan melangkah keluar ruangan dengan hati yang sedikit girang, karena mendapat pujian dari sang direktur.
'Hmm... ini awal yang baik. Kini pak Yunan mulai menyukai ku. Agak susah menaklukkan lelaki setia kayak dia. Tapi aku nggak boleh putus asa.' bisik wanita berkulit putih itu.
Dengan senyum riang, Yuanita melanjutkan tugas kesehariannya. Di tengah-tengah kesibukannya ada sebuah pesan masuk.
Dengan agak malas, ia meraih ponsel yang ada di meja kerjanya. 'Hmm... ternyata Mas Anton.'
(Met pagi, Sayang. Nanti di kantin kita ketemu ya! Aku udah kangen banget)
(Iya, Mas. Aku mau selesaikan tugas dulu ya. See you)
'Hmm... Kenapa Nita mulai acuh ya? Apa dia memang sengaja seperti itu, biar aku ngejar-ngejar dia? Dasar kamu, Nita! Aku udah hafal tipe-tipe wanita. Jangan main-main dengan ku ya?' bisik Anton dalam hati.
'Kenapa aku sekarang nggak begitu tertarik lagi sama Mas Anton ya? Kayaknya kurang tantangan deh. Sekarang aku lebih tertarik dengan pak Yunan yang ganteng, tajir, kharismatik. Hmm... membuat nyali ku tertantang. Tapi tak apalah, mas Anton ku jadikan ban serep aja. Kalo pak Yunan susah didapatkan, sebagai alternatif cukup dengan Mas Anton. Kayaknya lelaki itu sudah cinta mati sama aku. Apapun yang ku mau pasti sanggup ia lakukan.' Pikiran Yuanita kini bercabang ke sang direktur. Itulah sebabnya dia nggak begitu peduli dengan pesan Anton.
Waktu istirahat pun tiba. Seperti janji Anton, ia ingin ketemu dan makan berdua dengan Yuanita. Karena wanita cantik itu sudah terlanjur mengiyakan permintaannya, jadi dengan terpaksa ia datang ke kantin dan duduk berdua dengan lelaki yang kemarin sudah menggaulinya layaknya suami istri.
"Hai, Sayang. Duduk sini dong." Sapa Anton dengan senyum dan lirikan mautnya, sembari menggeser kursi untuk diduduki sang pujaan hati.
"Makasih, Mas." Jawab Yuanita agak malas.
"Ada apa, Nita, apa kamu sakit? Kayaknya kamu kurang bersemangat. Nggak seperti biasanya??" tanya Anton pemasaran.
"Nggak apa-apa, Mas. Mungkin karena kecapekan ngerjain tugas kantor."
"Pulang kerja, boleh nggak aku mampir ke apartemen mu lagi, Sayang? Kita bersenang-senang seperti kemarin?! Kamu suka kan, Sayang??"
"Hmm... boleh, Mas. Tapi ada syaratnya."
"Apa tuh syaratnya" Jawab Anton penasaran sambil mengernyitkan dahinya.
"Aku ingin dibelikan satu set baju kerja biar penampilan ku makin cantik dan Mas Anton makin bangga menjadi kekasih ku." Pinta Yuanita dengan kerlingan mata nan menggoda.
"Ooo... Oke, Sayang. Nanti kita jalan-jalan dulu ke butik ya. Apapun yang kamu mau, pasti aku kasih. Karena aku sungguh menyayangimu, Yuanita sayang." Jawab Anton langsung menyetujuinya.
Demi seorang Yuanita, putra bu Halimah rela mengeluarkan uangnya. Beda lagi kalau yang minta ibu dan adiknya. Dengan segala alasan, ia akan menolaknya mentah-mentah.
***
BERSAMBUNG...
KAMU SEDANG MEMBACA
PENGHIANATAN JADI KARMA
RomansSuara desahan dua orang itu terhenti seketika, aku lanjut mengetuk pintu makin keras, emosiku semakin memuncak. Namun pintu kamar yang ku ketok berkali-kali, entah berapa kali terhitung, tidak dibuka-buka. Beberapa saat kemudian terdengar langkah ka...