BAB 108. PERHATIAN SEORANG AYAH

353 17 6
                                    

Tut... tut... tut...

Suara panggilan telepon terdengar dari ponsel bu Halimah yang tergeletak di meja kamar. Sudah beberapa kali panggilan tidak diangkat oleh pemiliknya, karena bu Halimah masih sibuk mengurus cucunya yang sedari tadi menangis digendongannya.

'Kenapa ibu tak mengangkat telepon?? Apa lagi sibuk ngurus Putri ya???' tanya Amel dalam hati.

"Kenapa, Mel?? Apa ada masalah??" tanya Yuanita penasaran.

"Ibu nggak angkat telepon, Nit. Mungkin aja masih sibuk di rumah, jadi nggak kedengeran. Aku kirim pesan aja kalau gitu, ntar juga ibu pasti baca." Ucap Amel memilih alternatif kedua untuk memberitahukan perihal kakaknya.

Tiba-tiba ada panggilan masuk dari ponsel Yuanita. Ia buru-buru merogok saku tasnya yang sengaja ia letakkan di sofa yang ia duduki.

Untuk menghindari keributan di ruangan itu, Yuanita memilih berdiri dan gegas keluar dari ruangan itu untuk sementara waktu.

(Ayah) sapa Yuanita mengawali percakapan.

(Gimana, Nita?? Apa Anton sudah ditemukan???) tanya pak Zaini, ayah kandung Yuanita.

(Hmm... sudah, Yah. Sekarang aku dan Amel lagi nunggu Mas Anton di rumah sakit) jawab Yuanita sambil menghela napas panjang.

(Haaa... di rumah sakit??? Emang Anton kenapa???) tanya pak Zaini kaget.

(Mas Anton semalam kecelakaan dan kaki kanannya terlindas mobil. Jadi terpaksa harus diamputasi untuk menyelamatkan nyawanya.) Jawab Yuanita berusaha menceritakan segamblang mungkin papa pak Zaini.

(Apaaaa...??? Kaki Anton diamputasi???) Pak Zaini sangat terkejut atas pernyataan Yuanita barusan. Ia sampai mengeraskan volume suaranya.

(Iya, Yah. Sampai sekarang kondisi Mas Anton masih depresi dan tak terkendali. Tadi barusan di kasih suntikan obat penenang karena berontak dan histeris. Tapi sementara saat ini, Mas Anton tidur pulas dalam pengaruh obat.) Jawab Yuanita menjelaskan lebih mendetail.

(Ya... Tuhan... Anton... aku nggak nyangka sampai seperti itu. Sungguh memprihatinkan nasibnya.) Ucap pak Zaini sedih.

(Aku dan Amel bingung, Yah. Setelah Mas Anton nanti siuman, apa yang harus kami lakukan. Sementara kami cuma berdua, sedang tenaga Mas Anton sangat kuat, apalagi saat emosi kayak tadi.

(Gini saja, Ayah dan Erik mau pergi ke rumah sakit secepatnya. Kirim sharelok di WA ayah.)

(Iya, Yah) ucap Yuanita. Lalu menutup sambungan telpon dengan ayahnya.

Setelah itu, wanita yang nampak capek ini memilih duduk di bangku panjang depan ruangan sambil menikmati tanaman di sekitarnya, untuk sekedar mengurangi penat dan suntuk dalam menjalani aktifitas hari ini.

'Aku akan menunggu ayah di sini saja. Mas Anton biar istirahat dulu dan Amel juga bisa rebahan di sofa. Kasihan... Amel juga pasti capek.' pikir Yuanita demikian.

Saat merenung, tiba-tiba kepalanya pusing dan perutnya mual ingin muntah. Keadaan seperti ini sering dialaminya. Sampai mengganggu pekerjaannya ketika sedang bekerja di kantor. Apalagi rasa ini sering muncul, ketika ia mencium bau yang menyengat, seperti minyak wangi, aroma masakan dan bau sekitar yang kadang menurut orang biasa saja, tapi bagi perut Yuanita itu bisa bikin dia mual.

'Aduuuh... kenapa lagi nih, kepala ku jadi sepusing ini dan pengen muntah.' bisik Yuanita dalam hati. Lalu ia gegas berdiri dari duduknya dan berjalan cepat masuk ruangan kembali untuk segera berlari ke toilet di ruangan itu.

Amel heran melihat kelakuan kekasih kakaknya itu. 'Ngapain sih, Nita?? Kebelet kali ya?? Ooo... ternyata dia lagi muntah. Apa sebenarnya Nita lagi sakit atau masuk angin?? Tapi ia berusaha menutupinya biar aku nggak kepikiran.

Beberapa menit kemudian, wanita yang di dalam toilet itu keluar dengan wajah pucat karena habis muntah, sesekali ia mengelap keringat yang keluar dari kening dan lehernya dengan tisu putih di tangannya.

Setelah itu, ia memilih duduk di sebelah Amel dengan menyandarkan punggungnya dengan rileks.

"Kamu kenapa, Nita?? Sakit???" tanya Amel penasaran.

"Kecapekan kali, Mel. Ntar juga sembuh sendiri." Jawab Nita asal saja.

"Kalau kamu sakit, mending rebahan dulu di sofa. Aku akan duduk di kursi itu saja." Ucap Amel mencoba memberi saran.

"Ooo... iya, Mel. Aku mau rebahan bentar ya, kepala ku pusing nih." Jawab Yuanita menyetujui.

Dengan tersenyum manis, Amel merelakan dirinya pindah duduk di kursi yang tak jauh dari sofa. Dan Yuanita menidurkan tubuhnya yang nampak lemas dengan senyaman mungkin.

*

Bu Halimah masuk kamar kembali, setelah berhasil menidurkan cucunya dan panas tubuh Putri sekarang sudah normal kembali, setelah bu Halimah memberinya obat turun panas yang tersedia di lemari pendingin sebagai jaga-jaga.

"Syukurlah... akhirnya Putri bisa tidur juga. Aku juga akan tiduran sebentar. Rasanya badanku capek semua." Ucap bu Halimah bermonolog.

Sambil rebahan di atas kasur, ia meraih ponsel dulu. "Lho... barusan ada telpon dari Amel." Ia bermonolog lagi. Wanita yang sudah mulai lanjut usia itu memeriksa ponselnya dengan seksama.

'WA dari Amel, pasti ada kabar tentang Anton' terkanya sambil membaca pesan yang tertulis di sana.

(Mas Anton jatuh dari sepeda. Sekarang masih di rawat di rumah sakit. Ada beberapa luka yang perlu diobati. Aku dan Yuanita lagi nemenin Mas Anton, Bu) Itulah bunyi tulisan yang dikirim Amel pada ibunya.

"Ya... Tuhan... jadi Anton jatuh dari sepeda. Semoga saja nggak ada yang parah dan cepat pulang kembali." Ucap bu Halimah bermonolog.

Lalu ia membalas pesan Amel. (Ya, Mel. Semoga mas mu cepet sembuh) Lalu pesan itu dikirimnya dengan rasa lega. Setidaknya yang ia pikirkan sejak semalam, akhirnya terjawab sudah.

Dan bu Halimah merebahkan tubuhnya di atas kasur bersebelahan dengan cucunya yang sedang tidur pulas.

*

Tok tok tok...

Suara ketokan pintu di ruangan Anton. Amel menoleh dan segera menghampiri, lalu membuka pintu dengan perlahan.

Ceklek.

Terlihat di depan pintu dua orang laki-laki yang baru saja ia kenal. "Silahkan masuk pak Zaini dan... Erik." Sapa Amel dengan tersenyum ramah.

"Iya, Mel. Dimana Nita??" tanya pak Zaini sambil melangkah masuk ruangan dan memindai setiap sudut ruangan.

"Itu Nita, Pak. Mungkin kelelahan sampai tertidur atau masuk angin kali, tadi habis muntah juga." Jawab Amel mencoba cerita keadaan Yuanita pada pak Zaini dan Erik.

"Ooo... biar saja kalo gitu. Gimana keadaan Anton?? Saya dengar dari cerita Nita di telpon, dia baru saja di amputasi, benarkah demikian???" tanya pak Zaini sambil mengecilkan suaranya agar tak mengganggu istirahat pasien.

"Iya, Pak. Sampai sekarang Mas Anton nggak bisa terima keadaannya yang sudah tak utuh lagi. Tadi pas terbangun dan sadar, Mas Anton menjerit dan meronta sekuat tenaga, sampai kami berdua kuwalahan." Jawab Amel menjelaskan.

"Kasihan nasibmu, Anton. Aku dan Erik akan menemani kamu, Amel. Kita tenangkan Anton sama-sama. Bagaimana pun juga, Anton juga anak ku, jadi aku juga bisa merasakan penderitaannya sekarang." Ungkap pak Zaini dengan wajah sedih sembari menatap kaki Anton yang masih tertutup selimut kembali.

***

BERSAMBUNG

PENGHIANATAN JADI KARMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang