Malam minggu yang di nanti pun tiba, Tiara bersiap-siap akan di jemput sang pujaan hati. Arkana Narendra biasa di panggil Arka. Kakak dari sahabatnya sendiri Amora yang sudah berteman dan sering menghabiskan waktu bersama sejak tiga tahun yang lalu.
Malam ini adalah moment pertama kali Arka menginjakkan kakinya di rumah sang kekasih. Sebenarnya ia masih takut dan canggung untuk datang dan berkenalan dengan keluarga Tiara. Namun karena kesungguhan hatinya untuk serius menjalin hubungan spesial pada gadis belia itu, maka ia memberanikan diri berkunjung sekaligus menjemput kekasihnya untuk berjalan-jalan sebentar di tempat yang sudah ia rencanakan.
Kedekatan Tiara dan Arka sebenarnya sudah lama, namun diantara keduanya tak ada yang mau berterus terang. Lebih-lebih Tiara, karena ia seorang perempuan yang tak pantas jika mengutarakan isi hatinya terlebih dahulu.
Dengan berjalannya waktu, bulan ganti bulan, tahun ganti tahun, akhirnya perasaan yang telah lama terpendam tak lagi bisa di redam. Baru seminggu yang lalu, Arka memberanikan diri menyatakan isi hatinya pada Tiara dengan skenario yang di buat oleh Amora, adik satu-satunya.
Tiara mengulas senyum sepanjang malam menjelang detik-detik kehadiran Arka ke rumahnya. Gadis berkulit putih ini semakin memancarkan aura kecantikannya sejak ia merasakan indahnya jatuh cinta.
Apalagi putri pertama Alma ini, sudah mendapat sinyal yang baik dari kedua belah pihak. Tiara sudah berani berterus terang pada mamanya atas hubungan spesial dengan sang kekasih. Mamanya tersenyum mendengarnya kalau itu, apalagi Arka sudah bukan orang asing lagi buat Alma. Sedikit banyak ia sudah mengenal baik keluarga Arka, sehingga Alma langsung memberi lampu hijau atas keterusterangan putrinya malam itu.
"Ma... aku mau cerita sama Mama. Jangan marah ya Ma?" Ucap Tiara malam itu.
"Cerita aja, Tiara. Belum cerita kok sudah bilang nggak boleh marah sih? Apa selama ini Mama selalu marah kalau kamu cerita??" tanya Alma dengan ekspresi heran.
"Hmm... tadi kakaknya Amora habis nembak aku, Ma. Itu lho Ma, Mas Arka." Ungkap Tiara sambil malu-malu.
"Ooo... Arka yang kuliah di kedokteran itu ya. Trus, apa kamu terima?" tanya Alma penasaran.
Tiara hanya tersenyum sambil kepalanya manggut-manggut. Tingkahnya juga lucu karena ia masih malu kalau bercerita tentang hal yang baru pertama ia alami.
"Ingat pesen mama ya! Jangan lupa tetep prioritaskan prestasi belajar kamu! Karena Arka pasti makan sayang sama kamu, kalau lihat kamu makin bagus nilai rapornya dan lebih semangat dalam belajar. Trus, kamu juga kan punya cita-cita pengen jadi dokter. Nah... bisa belajar banyak tuh sama Arka." Titah Alma pada anak kesayangannya.
"Iya, Ma. Aku pasti ingat pesan Mama. Mas Arka juga selalu ngingetin aku, nggak boleh males-malesan selagi muda, biar nggak menyesal nantinya." Jawab Tiara.
TING TUNG
Terdengar suara bel berbunyi. Tiara terjingkat mendengarnya, ia merasa kalau yang datang pastilah Arka yang sekarang telah mengisi hatinya.
"Tuh, ada yang datang. Pasti Arka." Ucap Alma yang lagi duduk bersandar di sofa, selesai bercakap-cakap dengan Tiara.
Tanpa berkata-kata, Tiara gegas berdiri dan melangkah sambil sedikit berlari karena kegirangan atas apa yang ada di depan rumahnya saat ini.
Alma tersenyum melihat kepolosan anaknya yang baru pertama kali merasakan jatuh cinta. Seakan mengingatkan akan dirinya yang dulu juga melakukan hal yang sama, ketika hatinya sedang berbunga-bunga karena cinta.
***
Rumah bu Halimah sudah ramai dengan para pelayat yang sebagian besar adalah tetangga di lingkungannya. Kehadiran orang-orang itu ada yang memang ikut berbela sungkawa atas meninggalnya Tania, cucu bu Halimah. Tapi ada juga yang hanya ingin tahu wajah Tania yang selama ini selalu jadi misteri bagi para tetangga di sekitarnya.
"Apa kita bisa lihat wajah anaknya Anton ya? Katanya mukanya aneh dan menyeramkan, aku jadi penasaran." Ucap bu Joko yang masih saya suka julid di saat suasana berduka seperti ini.
"Iya, Bu Joko. Aku juga kesini gara-gara ingin tahu muka anak Anton itu gimana. Apa bener seperti yang dibicarakan orang-orang?" tanya bu Nana yang duduk sebelahan dengan bu Joko.
"Nanti kita cari kesempatan saja, Bu. Jangan sampai kelewatan. Kapan lagi kita bisa lihat wajah cucu bu Halimah yang selalu disembuyikan itu." Jawab bu Joko sambil mencibir.
"Hmm... pasti itu. Kita tunggu saja!" Bu Nana meyakinkan dengan tersenyum sinis.
Tiba-tiba datanglah tamu dengan membawa mobil ertiga silver yang di parkir di jalan depan rumah bu Halimah. Nampaklah dua laki-laki, yang satu sudah beruban dan satunya lagi masih muda.
"Silahkan masuk saja Pak." Ucap salah satu tetangga yang sudah duduk di depan teras menanti prosesi pemakaman selanjutnya.
"Iya, makasih." Jawab pak Zaini yang melanjutkan langkahnya menuju ruang tamu diikuti oleh Erik di belakangnya.
Tak lama kemudian, Anton berjalan menghampiri dan menyalami keduanya.
"Maaf Ton. Nita nggak bisa ikut ke sini." Ucap pak Zaini dengan muka sedih.
"Nggak apa-apa Yah. Aku sudah menduga, pasti Nita nggak mau datang apalagi melihat anaknya untuk terakhir kalinya. Kehadiran Ayah dan Erik sudah membuat hati ku senang." Jawab Anton dengan sedikit kecewa.
Perbisikan antara biang gosip pun berlanjut. Kini bu Nana dan bu Joko fokus pada tamu yang baru saja datang. Terutama pada pak Zaini yang sedang duduk bersebelahan dengan Anton.
"Kapan lagi kita bisa memperlakukan bu Halimah yang sok suci itu. Dulu sih aku pernah mengagumi sifatnya yang penyabar, tapi setelah ada berita yang katanya dia punya laki-laki lain selain suaminya sendiri dan katanya sampai punya anak. Mulailah aku sudah tak simpati lagi pada ibunya Anton itu." Tutur bu Joko dengan suara lirih di telinga bu Nana bestinya.
"Apa benar? Dapat kabar dari mana sih? Aku jadi penasaran? Jangan-jangan Anton bukan anaknya pak Hasan?? Kayaknya wajahnya beda jauh. Tapi... lihat disana! Sebelah Anton itu bukannya ayah mertuanya? Wajahnya mirip banget sama Anton ya? Jangan-jangan dia bapaknya Anton??" Ucap bu Nana yang kebetulan duduk berseberangan dengan Anton dan pak Zaini.
"Lho... benar juga. Kok mirip banget ya?? Wah... kayaknya berita yang kudapatkan kemarin ada benarnya. Setelah kuamati, wajah Anton dan orang tua disebelahnya memang seperti foto kopinya ya. Masak menantu dan mertua bisa semirip itu wajahnya??" Lanjut bu Joko dengan tatapan tajam mengamati kedua wajah yang semakin dicurigai.
Pergosipan berhenti sejenak. Karena jenazah akan segera dikebumikan, setelah dilakukan kewajiban atasnya. Dimandikan, dikafani dan dishalatkan sesuai syariat agama Islam.
Orang-orang yang sedari tadi duduk, akhirnya berdiri untuk keberangkatan jenazah menuju liang lahat di makam kampung itu.
"Eeee... Bu Joko, ayo kita cari jalan. Gimana bisa lihat muka anak itu?" Bisikan bu Nana diantara kerumunan pelayat.
"Aku kok jadi takut ya, Bu Nana. Nanti setelah tahu wajahnya, bisa-bisa aku malah nggak bisa tidur dengan tenang. Kemana-mana dihantui oleh wajahnya yang serem." Jawab bu Joko sambil tubuhnya merinding membayangkan.
"Iya juga ya. Kalau malam-malam pas di rumah sendiri, jadi kebayang terus kan." Jawab bu Nana sambil mengkerutkan dahinya.
Ternyata nyali kedua biang gosip itu tak sebesar omongannya, sehingga bu Joko dan bu Nana mengurungkan sendiri niatnya.
Sangatlah tak pantas tabiat kedua ibu-ibu ini. Disaat bu Halimah yang sedang berduka malah ingin mencari masalah dan akan disebarluaskan ke seluruh kampung wajah cucunya. Tujuannya hanya ingin menjatuhkan nama baik keluarga bu Halimah dan nantinya mereka berdua mendapatkan kebanggaan sendiri atas apa yang dilakukannya.
***
BERSAMBUNG
KAMU SEDANG MEMBACA
PENGHIANATAN JADI KARMA
RomanceSuara desahan dua orang itu terhenti seketika, aku lanjut mengetuk pintu makin keras, emosiku semakin memuncak. Namun pintu kamar yang ku ketok berkali-kali, entah berapa kali terhitung, tidak dibuka-buka. Beberapa saat kemudian terdengar langkah ka...