BAB 87. KALANG KABUT

690 43 10
                                    

Pagi ini nampak indah. Sinar mentari menambah hangatnya hamparan bumi nan hijau yang masih dihinggapi embun. Memberi semangat bagi setiap manusia yang ingin tetap melanjutkan tugasnya di muka bumi ini.

Tapi tak berlaku untuk Anton. Putra bu Halimah ini masih berkutat di atas ranjang sambil bermalas-malasan. Semalam ia tak bisa tidur nyenyak, ada satu hal yang mengganggu pikirannya. Apalagi kalau bukan tentang pernikahannya dengan sang pujaan hati, Yuanita. Entah apa yang selanjutnya akan terjadi, karena tanpa sengaja calon istrinya itu telah mengetahui rahasia dirinya yang selama ini berusaha ditutupinya.

'Maafkan aku Nita, selama ini aku bohong padamu. Semua ini kulakukan karena aku takut kehilangan kamu, sayang.' Anton melamun sambil menatap langit-langit kamarnya.

'Sesungguhnya aku sangat menyayangimu, hingga aku banyak berkorban untuk mendapat perhatian dan cinta darimu. Apa yang aku cari selama ini, semua ada padamu Sayang. Apakah kamu tetap mau menjadi istriku dan kita menghabiskan waktu bersama seperti dulu?' Anton masih melanjutkan lamunannya. Ia nampak tak bersemangat dengan pandangan di satu titik, tapi pikiran dan hatinya hanya ada satu nama, Yuanita.

Sedangkan Heni, istri yang baru saja meninggal telah dilupakan begitu saja. Padahal nyawanya melayang atas perbuatan Anton juga. Bagaimana pun suami almarhumah Heni ini seharusnya bisa introspeksi diri dan tak mengulangi kesalahannya lagi.

Tiba-tiba ia dikejutkan dengan suara ketukan pintu kamarnya.

Tok... tok... "Ton... sudah siang, apa kamu nggak siap-siap berangkat kerja?" seru bu Halimah mengingatkan putra kesayangannya itu.

'Jam berapa ini?' Anton gegas bangkit dari rebahannya, ia mengecek ponsel yang ada si nakas. 'Waduh... ternyata sudah siang' Lalu laki-laki itu berjalan menuju pintu dan segera menuju kamar mandi.

*

Siang harinya, seperti biasa semua karyawan memenuhi kantin untuk menikmati makan siang dan bercengkrama dengan teman seprofesinya. Begitu juga yang dilakukan Anton.

Sedang asyik Anton menikmati kopi hangatnya, tiba-tiba terdengar langkah seseorang mendekatinya. "Mas... boleh aku duduk di sini?"

Mendengar suara yang sudah dihafalnya itu, ia segera meletakkan gelas yang ada di genggamannya. "Hmm... si... silahkan Nita" Jawab Anton agak terbata-bata karena kaget. Ternyata sosok yang telah memenuhi pikirannya sejak semalam, sekarang muncul dihadapannya dengan paras cantik seperti biasanya.

Dengan tersenyum tipis, wanita itu memilih mendudukkan bokongnya di kursi sebelah Anton. Sambil menoleh ke arah lelaki yang nampak agak gugup itu, ia mengutarakan maksudnya. "Mas, ayahku sekarang sudah di apartemen. Apa kamu bisa datang menemuinya? Karena ayahku ingin ketemu kamu."

Deg.

Degup jantung Anton serasa berhenti berdetak, bulir-bulir keringat pun mulai membasahi bagian tubuhnya karena cemas mendengar kalimat yang disampaikan wanita yang duduk di sampingnya itu.

"Mas?!? Kanapa kamu nampak bingung sih? Apa kamu takut ketemu ayahku? Tenang, Mas. Ayah nggak galak kok." Ucap Yuanita sambil tersenyum ke arah Anton.

"Hmm... Aku nggak takut, Sayang. Cuma canggung aja, kan aku nggak pernah ketemu sama ayahmu." Jawab Anton menutupi kegelisahannya.

Yuanita kembali melayangkan senyum manisnya, hatinya sungguh menyiratkan kegembiraan yang teramat dalam. Harapannya untuk menikah dengan lelaki pujaan hati tinggal selangkah lagi.

***

Kita beralih ke keluarga Yunan dan Alma. Kehamilan Alma sudah masuk empat bulan, perutnya nampak sedikit membuncit, hingga baju seragam untuk mengajar mulai kesempitan dan sangat tidak nyaman.

"Aduuuh... baju ku sudah nggak muat lagi, Mas. Sudah waktunya aku pake baju hamil, biar aku bisa bergerak nyaman dan bayi dalam kandunganku bisa bergerak dengan leluasa." Ungkap Alma pada Yunan yang sedang bersiap-siap berangkat ke sekolah.

"Iya, Sayang. Dari kemarin-kemarin kan sudah kuingetin. Aku akan menemanimu nyari baju-baju hamil. Siapa coba yang suka nunda-nunda?" Jawab Yunan sembari mencubit pipi Alma yang makin ranum.

"Hehehee... Aku sih yang suka nunda-nunda. Gimana kalo nanti sore kita ke butik. Mas Yunan nggak sibuk kan?" Tanya Alma sambil mendaratkan senyumannya pada sang suami.

"Hmm... boleh, Sayang." Balas Yunan singkat.

"Yuk, kita sarapan dulu, Mas. Aku tadi sudah siapin makanan kesukaanmu." Ajak Alma sambil menggandeng tangan Yunan dengan mesra.

Mendapati perlakuan istrinya seperti itu, Yunan mengikuti saja ajakannya. Karena ia juga ingin segera menikmati sarapan pagi buatan sang istri tercinta.

***

"Bu, aku mau keluar dulu." Pamit Anton pada bu Halimah sambil melangkah menuju pintu depan.

"Mau kemana, Ton. Baru saja pulang kerja, mau keluar lagi. Apa kamu nggak capek?" Deretan pertanyaan bu Halimah memaksa langkahnya berhenti sejenak.

"Aku mau ke rumah Yuanita. Karena saat ini, ayah Yuanita ingin ketemu aku, Bu. Kan bentar lagi aku juga mau menikah dengan Yuanita, seperti yang kuceritakan pada ibu sebelumnya." Ucap Anton menjelaskan tujuan ia keluar malam ini.

"Oo... gitu. Kamu hati-hati si jalan, kalo ketemu Yuanita tlng sampaikan salam ibu padanya ya. Jangan lupa!" Sahut bu Halimah pada Anton.

"Iya, Bu. Pasti nanti aku sampaikan. Aku pamit dulu, Bu. Assalamualaikum." Anton melangkah keluar rumah dan segera meluncur menuju apartemen wanita pujaannya dengan naik kuda besi.

"Waalaikum salam," jawab bu Halimah sambil menatap kepergian anak laki-lakinya itu dengan tatapan lembut menunjukkan rasa sayang yang teramat dalam pada Anton.

'Andai kamu tau, Ton. Kalau sebenarnya kamu bukan anak dari ayahmu Hasan, pasti kamu kecewa kalau sampai rahasia besar ini terbongkar. Biar Anton selamanya menganggap Hasan adalah ayah kandungnya. Karena kalau sampai rahasia ini terbongkar, maka nama baikku akan tercoreng moreng nggak karuan. Apalagi aku nggak tau, gimana sekarang nasib Zaini, ayah kandung Anton. Sudah puluhan tahun, Zaini nggak ada kabar. Apa dia masih hidup atau sudah mati, aku tak tau. Hmm... wajah Anton juga mirip Zaini, tapi Hasan tak menyadarinya. Sudahlah... semua kenangan bersama Zaini sudah ku kubur dalam-dalam. Aku dan dia sudah punya kehidupan masing-masing.' Bu Halimah melamun pada masa lalunya bersama mantan kekasih, yang sesungguhnya ada rahasia besar. Karena Zaini pun tak tau kalau hubungan intim yang pernah ia lakukan dengan bu Halimah sebelum ia menikah dengan Hasan, telah membuahkan bayi laki-laki, yaitu Anton.

Tapi sesungguhnya, bu Halimah masih menaruh harapan pada mantan kekasihnya itu, tidak berlebihan maunya. Ia hanya ingin mengetahui, bagaimana kabar beritanya. Tapi ia tak berani mencari tau, bisanya hanya menunggu kedatangan Zaini, tahun demi tahun yang tak kunjung tiba.

Masa muda bu Halimah penuh misteri. Karena pernikahan yang dipaksakan, membuat ia harus menerima pak Hasan menjadi suaminya kala itu. Padahal hatinya sudah sepenuhnya untuk lelaki pujaannya, Zaini.

Apa boleh buat, kedua insan yang saling dimabuk cinta itu, memilih melampiaskan nafsu birahinya sebelum bu Halimah resmi menjadi istri pak Hasan. Dan keperawanan sang gadis yang bernama Halimah, telah direnggut sang kekasih Zaini dengan penuh cinta dan suka sama suka.

***

BERSAMBUNG... 

PENGHIANATAN JADI KARMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang