BAB 8. GUGATAN CERAI

4.4K 153 4
                                    

"Bagaimana kalo Alma tidak memaafkan aku, dan benar-benar ingin cerai??? Nggak mungkin aku pulang ke rumah orang tuaku".

Pikiran Anton mulai kalut, ia bingung dengan nasibnya setelah nanti Alma benar-benar ingin pisah dengannya. Sedang orang tuanya juga sudah tak punya apa-apa karena bisnisnya bangkrut, hanya tinggal rumah yang ditempati ayah dan ibu serta adik perempuannya yang akan menikah juga.

Apalagi akhir-akhir ini, Anton tak pernah kasih kabar pada orang tuanya. Pasti mereka akan terkejut dengan apa yang telah terjadi dalam rumah tangganya.

Ting....

Ada pesan singkat masuk membuyarkan lamunan Anton yang sedang terbaring dengan infus yang menancap di tangan kirinya.

Ternyata pesan itu dari wanita yang sebentar lagi jadi mantan istrinya. Anton tersenyum menatap layar ponselnya penuh harap.

'Akhirnya Alma peduli padaku. Tentu saja ia nggak bisa jauh dariku, kamu memang istri yang baik sayang, hahahaa....'

Dalam hati Anton merasa bangga akan dirinya, merasa disayangi dengan tulus oleh Alma, bagai sedang diatas angin. Perlakuan sangat istri yang sabar menghadapi sikapnya membuatnya tak sadar, bahwa perbuatannya sudah melampaui batas.

Tapi yang terbaca di layar ponsel nggak sesuai ekspektasi. Mata lelaki yang masih tergolek sakit itu terbuka lebar-lebar, dadanya bergetar bagai tersengat petir di siang bolong.

'Hari ini aku urus perceraian kita, semoga kamu cepat sembuh'

Kalimat mematikan dilontarkan Alma tanpa basa-basi.

Habislah sudah riwayatmu lelaki brengsek

Maaf othor jadi ikut geregetan

Genggaman tangan kanan Anton otomatis lunglai, ponselnya jatuh di pangkuannya, terlepas begitu saja dari lelaki yang makin tak berdaya. Sudah tak ada lagi keangkuhan selama pernikahan dengan Alma pupus berantakan.

Ia sendiri yang mencoba bermain api, akhirnya ia juga yang terbakar habis. Anton yang pusing karena kecelakaan, sekarang makin puyeng tak karuan.

'Apa yang harus aku lakukan untuk mengembalikan kepercayaan Alma, kenapa jadi begini???'

***

Setelah seharian bekerja, Alma gegas menuju suatu tempat yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Ya...kantor pengadilan agama, untuk mengajukan gugatan cerai dengan suaminya Anton, dengan alasan perselingkuhan.

Ditemani kuda besi yang selalu setia menemani kemanapun si empunya pergi, Alma menyusuri jalan menuju tempat untuk menyelesaikan masalahnya dengan segera.

Sampailah ia pada kantor pengadilan agama, bermodalkan tekad demi kebaikan semuanya terutama untuk anaknya yang tercinta Tiara, ia juga akan mengajukan hak asuh atas dirinya.

Putri semata wayangnya harus selalu bersamanya, tak bisa dibayangkan bagaimana nasib anaknya nanti jika ikut papanya. Alma tak bisa hidup tenang sampai hal itu akan terjadi, masih serumah saja, Anton tak peduli dengan anaknya, apalagi nanti tanpa adanya Alma disisinya. Bisa-bisa anaknya akan terlantar dan ditinggal mencari kesenangannya sendiri.

"Saya mau mengajukan gugatan cerai, semua syarat-syaratnya sudah lengkap dalam map", dengan nada tegas Alma menyerahkan berkas yang ia bawa pada petugas kantor pengadilan agama.

"Silahkan bu, nanti ada tindakan lanjutan yang harus ibu lakukan, tunggu beberapa hari ya bu... Petugas kami akan menghubungi Ibu di nomer telpon yang sudah ibu tulis"

"Terima kasih pak, saya permisi dulu", Alma merasa lega dan segera membalikkan badan gegas melangkah menuju pintu keluar dengan berjalan tegak, pertanda apa yang dilakukannya sudah tak ragu lagi.

***

DUA HARI KEMUDIAN

Anton dan Heni sudah diperbolehkan keluar dari rumah sakit. Luka-luka sudah membaik dan hanya perlu perawatan ringan di rumah.

Anton bingung mau pulang kemana, kembali ke rumah Alma atau menuju rumah orang tuanya. Sebelum ia melangkah keluar rumah sakit, ia berpikir keras, bagaimana langkah selanjutnya yang harus ia pilih.

'Hmm... Aku pulang ke rumah Alma saja, lagian aku dan Alma kan masih berstatus suami istri', gumam Anton yang menenteng tas berisi baju kotor, ketika ia dirawat di rumah sakit.

Setibanya di halaman rumah Alma, laki-laki yang berjalan agak pincang itu menerobos masuk pagar depan. Luka di kaki kiri Anton belum sembuh benar, jadi ia harus melangkah dengan hati-hati.

Tok... Tok... Tok...

Dengan agak ragu, Anton memberanikan diri mengetuk pintu rumah bercat hijau milik Alma.

"Siapa ya...???", tanya Tiara yang kebetulan sedang duduk di ruang tamu sambil mengerjakan tugas dari sekolahnya.

Tak ada jawaban dari pertanyaan yang dilontarkan barusan. Anton tak berani bersuara, diam menjadi pilihan yang tepat agar pintu bisa dibuka oleh pemiliknya.

'Siapa sih... Malam-malam gini bertamu???', gerutu gadis cantik yang beranjak dewasa itu, sambil berdiri dan melangkah menuju pintu yang diketuk.

Ceklek

"Silahkan ma...", Tiara tak melanjutkan kalimatnya, ia kaget bukan kepalang, ternyata tamu di balik pintu adalah papanya sendiri, Anton.

"Tiara... Boleh papa masuk nak", laki-laki tak punya malu itu menatap Tiara dengan lembut tanda sayang dan berharap diperbolehkan masuk ke rumah.

Berdiri mematung, itulah sikap Tiara ketika tau papanya memohon untuk masuk ke rumah. Gadis ini juga merasa terpukul atas perselingkuhan papanya dengan Heni sahabat mamanya.

Tiara tak menjawab permohonan papanya, ia memalingkan wajah dan berbalik badan mencari mamanya.

"Ma... Mama, papa ada di depan maa...", Tiara menemui Alma yang sedang mencuci piring di dapur.

"Siapa??? Papa??? Masih berani papamu pulang ke sini???", dengan nada keras Alma terkejut dengan kalimat yang disampaikan anaknya. Hingga piring yang dicucinya lepas dari pegangannya, untung saja nggak sampai pecah.

"Iya maa... Usir saja papa dari sini, aku sudah muak lihat mukanya", karena emosi yang memuncak, Tiara jadi panas ketika bertemu papanya.

"Maunya apa sih, biar mama bereskan, kamu jangan ikut ke depan", Alma melangkahkan kaki menuju ruang tamu dan melarang Tiara mengikutinya. Karena ia tak mau keributan yang akan terjadi, akan disaksikan oleh putrinya. Alma tak mau merusak mental Tiara, karena dulu dirinya juga di posisi demikian. Hampir tiap hari menyaksikan ayah ibunya bertengkar yang berakibat perceraian.

Sesampainya di depan pintu yang sudah terbuka, tampaklah sosok lelaki yang paling dibencinya saat ini. Laki-laki itu menyandarkan tubuhnya di ujung pintu, karena lelah dan kaki kirinya masuk dibalut dengan perban.

"Alma aku pulang, aku sudah...", Anton menyapa Alma dengan senyum ramah dan ingin menunjukkan rasa sayangnya pada sangat istri. Tapi belum selesai kalimatnya, Alma sudah mengusirnya.

"Pergi kamu dari rumahku, aku sudah nggak sudi lihat mukamu", suara Alma menggelegar menghantam telinga Anton, kini lelaki itu lunglai sambil menundukkan kepalanya.

"Maafkan sekhilafanku Alma, aku tak mau mengulanginya lagi, aku akan melakukan apa pun untuk menebus dosaku padamu Alma", Anton menundukkan kepalanya lebih rendah, ia bersujud di kaki Alma, memohon dengan tangis yang dibuat-buat.

"Hentikan sandiwaramu, aku makin muak!!! Pulang saja ke rumah Heni selingkuhanmu, pintunya terbuka lebar untukmu. Cepat keluar dari sini!!!".

Teriakan Alma terdengar jelas di seluruh ruangan, hingga Tiara tersentak dan nggak pernah menyangka mamanya bisa setegas itu.  Gadis berkulit putih, berambut sebahu, menangis ikut merasakan kepedihan mamanya. Ia berusaha mengintip di sela-sela tirai pembatas ruang tengah dan ruang tamu. Perasaannya campur aduk, melihat kedua orang tuanya bertengkar di depan matanya.

***

BERSAMBUNG...

PENGHIANATAN JADI KARMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang