Sepulang dari melayat di rumah Anton, Yuanita menangis tersedu-sedu. Rasa kecewa yang teramat dalam menyelimuti hati dan pikirannya. Ia tak pernah menyangka, kalau lelaki yang sudah menggaulinya beberapa kali itu ternyata telah membohonginya selama ini.
'Aku harus gimana sekarang? Ayah sebentar lagi akan ke sini dan aku sudah cerita pada ayah, kalau aku akan segera menikah dengan Mas Anton. Tapi...??? Apa yang harus aku ceritakan ke ayah nanti? Pasti ayah kecewa dan marah, kalau aku menceritakan keadaanku sekarang. Apalagi... aku sudah telat datang bulan, apakah aku lagi hamil???' Yuanita meratapi nasibnya yang suram karena kebodohannya selama ini.
Tiba-tiba terdengar suara bel pintu depan apartemennya.
Ting tung... ting tung...
Wanita yang masih terisak tangisnya itu segera menghentikan kesedihannya dengan terpaksa. Tangannya sesekali menyeka air mata yang masih membasahi kedua pipinya.
'Siapa yang datang malam-malam gini?' tanya Yuanita dalam hati. Lalu ia segera berdiri dari duduknya dan melangkah mendekati pintu depan.
Ceklek.
"Ayaaah?!?!" Mata Yuanita terbelalak seketika, melihat ayahnya sudah berdiri di depan pintu.
"Tadi ayah nelpon kamu beberapa kali, tapi nggak kamu angkat." Ucap ayah Yuanita dengan muka masam.
"Maaf, Yah... ponselku aku silent, jadi nggak tau." Jawab Yuanita sambil menundukkan kepalanya.
Disebelah ayahnya juga ikut adik lelaki satu-satunya Yuanita, ia terlihat kesal dengan sikap kakak perempuannya. "Trus... kita nggak disuruh masuk nih???" Ucap Erik dengan mulut manyun.
"Si... silahkan masuk Ayah, Erik. Kamu nih, Erik. Aku tadi kan kaget, nggak nyangka kalo kamu sama ayah datang secepat ini." Kata Yuanita mencari alibi.
"Hmm..." Jawab Erik sambil berjalan masuk dengan membawa koper besar di tangan kanannya.
"Ayah, silahkan istirahat di kamar depan ya! Aku mau pesan makanan dulu." Ucap Yuanita.
Sambil sedikit tersenyum, ayah Yuanita melangkah masuk ke ruang tengah sembari duduk di sofa. Lelaki tua yang sudah memutih hampir seluruh rambutnya itu duduk bersandar sambil meluruskan kakinya yang nampak sangat lelah.
Sedang Erik memilih menuju dapur dan membuka lemari pendingin yang ada di pojok ruangan itu. Sebotol air mineral dingin sudah ada dalam genggamannya, ia pun segera meneguk hingga menghabiskan separuh dari isi botol.
Tak lama kemudian terdengar suara bel berbunyi. 'Itu pasti pesanan makananku datang,' bisik Yuanita dalam hati, sambil segera berdiri dari duduknya.
"Makasih ya," Ucapan Yuanita saat menutup pintu, setelah ia menerima orderan sesuai yang diharapkannya.
Gegas wanita cantik ini melangkah masuk dan menghampiri sang ayah yang masih menikmati istirahatnya di sofa.
"Yah... ini silahkan dinikmati dulu makan malamnya. Sebentar tak ambilkan piring dan sendok dulu ya." Kata Yuanita sedikit menatap ayahnya yang masih nampak kelelahan.
"Wah... syukurlah makanannya sudah datang, aku lapar sekali, Yah." Ucap Erik tak mau kalah mendekati meja tempat beberapa sajian yang masih hangat sudah di depan mata.
Kedua lelaki itu sedang asyik melahap sesendok demi sendok makanan yang ada di piring masing-masing. Yuanita juga ikut menemani dan menikmatinya. Tapi tiba-tiba terjadi keanehan
"Huek..." Yuanita merasa mual dan ingin muntah. Ia buru-buru berlari masuk toilet yang tak jauh dari duduknya.
"Kenapa aku tiba-tiba ingin muntah, kepalaku pusing sekali? Aroma nasi goreng tadi bikin aku nyut-nyutan. Apa aku masuk angin ya???" Yuanita bermonolog sambil memijat keningnya sendiri.
Setelah beberapa saat ia pun keluar dari toilet, lanjut duduk di sebelah ayahnya yang nampak memperhatikannya. "Kamu kenapa Nita, sakit?" tanya ayahnya sambil mengernyitkan alisnya tanda penasaran.
"Nggak Yah, tau-tau mual aja nyium aroma makanan ini. Apa aku masuk angin ya???" tanya Yuanita balik sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal.
Erik yang lagi menghabiskan makanannya, menyempatkan menatap wajah kakak kandungnya yang duduk di depannya sambil berkata, "Jangan-jangan kamu lagi hamil, mbak Nita?? Biasanya kan gitu, nyium aroma makanan langsung mual, hehehee..." Kelakar adik Yuanita tanpa banyak berpikir, ia asal ngomong saja.
Mendengar ucapan Erik, Yuanita nampak panik, wajahnya sedikit memerah seperti udang rebus. "Uhuk... uhuk..." ia pun terbatuk-batuk karena kaget atas kalimat yang baru saja mendarat di telinganya.
Ayahnya spontan menatap lebih dalam ke Yuanita, putri satu-satunya yang sangat ia sayangi. "Ada apa, Nita? Kenapa kamu nampak panik?? Apa benar kamu lagi hamil???" tanya ayah Yuanita dengan muka masam tapi cukup serius.
Yuanita terdiam mendengar pertanyaan lelaki tua yang menyayanginya itu. Ia tundukkan pandangannya, jantungnya serasa berhenti berdetak ketika tak sengaja menatap wajah sang ayah yang curiga menatap kedua bola matanya.
Karena tak mendapat jawaban dari putrinya, lelaki beruban itu kembali melontarkan pertanyaan. "Nita, apa kamu mendengar pertanyaan ayah barusan?" suara lelaki tua itu makin jelas dan tegas, sambil menghela napas panjang.
"A... aku nggak hamil, Yah. Kenapa sih ayah punya pikiran negatif gitu. Gara-gara Erik nih... kamu jangan ngasal aja ya!!" Jawab Yuanita kesal sambil membelalakkan kedua matanya ke arah Erik. Ia berusaha menepis kecurigaan dua lelaki yang ada di ruangan itu.
"Biasa aja mbak, nggak usah sewot! Kalo udah hamil juga nggak apa-apa. Kan udah ada calon suaminya, betul kan Yah?" Sahut Erik sambil senyum penuh kepuasan, karena berhasil membuat Yuanita panik atas ulahnya.
"Jadi perempuan tuh jangan gampangan, walaupun sudah mau tunangan, jangan sampai melakukan hubungan intim dulu. Karena itulah harga diri seorang perempuan. Ntar lelaki malah ngremehin si perempuan, trus ditinggal begitu saja. Siapa yang rugi, coba???" Wejangan ayahnya itu membuat Yuanita dan Erik terdiam dan mencerna makna dari kalimat-kalimatnya.
Tapi sesaat kemudian, Erik malah berceloteh seenaknya tapi ada benarnya juga. "Hmm... ayah nggak tau anak jaman sekarang sih. Kalo si cewek nggak mau di ajak gituan, ntar si cowok bilang. Kamu nggak cinta ya, sama aku. Trus di ancam mau ditinggalin. Nah... si cewek jadi bingung kan??"
Mendengar kata-kata adiknya, Yuanita hanya bisa sedikit tersenyum kecut sambil menutupi kegundahannya. Seakan ia menjadi tersangka dan sedang mengikuti sidang di pengadilan, di depan hakim dan jaksa. 'Mampus aku', jerit Yuanita dalam hati.
"Mbak... kamu kenapa sih, dari tadi panik gitu. Apa ucapanku kali ini benar??" Ledek Erik menatap wanita si depannya yang nampak gugup dan tak berani menyambut tatapan matanya. Yuanita sekali lagi memilih menundukkan kepalanya, ia menyibukkan diri menatap lantai di sekitar kakinya.
'Kenapa kelapaku pusing, perutku mual lagi.' bisik Yuanita yang mulai berkeringat dingin. Sesaat kemudian, ia buru-buru berdiri dan sedikit berlari menuju toilet untuk memuntahkan isi perutnya yang tak bisa di tahan lagi.
Erik dan ayahnya nampak bengong menatap kelakuan Yuanita yang agak aneh malam itu.
***
BERSAMBUNG
KAMU SEDANG MEMBACA
PENGHIANATAN JADI KARMA
RomanceSuara desahan dua orang itu terhenti seketika, aku lanjut mengetuk pintu makin keras, emosiku semakin memuncak. Namun pintu kamar yang ku ketok berkali-kali, entah berapa kali terhitung, tidak dibuka-buka. Beberapa saat kemudian terdengar langkah ka...