BAB 19. DIBANDING-BANDINGKAN

2K 70 6
                                    

"Gimana Mas? apa sudah dapat pekerjaan? Kandungan ku sudah sembilan bulan sekarang. Bakal butuh biaya banyak, Mas. Kamu jangan diem aja! Usaha dong nyari kerjaan!!!" rengek Heni pada Anton.

"Apa kamu nggak lihat? Sudah berapa banyak aku ngelamar kerja. Tapi, sampek sekarang belum ada panggilan. Sabar dong!!!"

"Mas! Aku sudah sangat sabar! Kamu ajak aku hidup sama keluargamu, nggak dihargai adik dan ibumu, digunjing tetangga, hidup pas-pasan. Mau sabar gimana lagi???"

"Denger ya!!! Kau kira aku nggak capek, dengerin omongan tetangga tentang kamu!!! Dimata mereka kita selalu salah. Ku akui memang aku salah, sudah menyia-nyiakan Alma dan milih kamu!!!"

Jadi kamu nyesel nikahin aku?! Itu maksud kamu, Mas???

Ya... aku nyesel!! Puas!?!? Kalo dulu sama Alma, aku nggak capek nyari kerja, nggak diomelin tiap hari, dia bisa nrima aku apa adanya, tanpa menuntut. Nggak kayak kamu?!?!"

"Itu karena Alma punya uang, buat nyukupi kebutuhan. Harusnya itu tugas kamu, Mas!!! Apa sekarang kamu nyuruh aku kerja, kayak Alma mantanmu itu???"

"Pikir sendiri! pake nanya!!!" bentak Anton pada wanita yang mengandung benihnya.

"Kamu lupa, Mas? Aku hamil sekarang, butuh istirahat. Eee... malah disuruh kerja???"

"Denger ya! Buka telinga kamu baik-baik!! Kamu kan teman baik Alma, apa pernah Alma berhenti kerja saat dia hamil??? Dia nggak pernah ngeluh. Nggak jadi beban suami, nggak kayak kamu!!!"

"Cukup!!! Jangan banding-bandingkan aku sama Alma!!! Aku muak denger nama itu!!!"

Heni menhentak-hentakkan kakinya, melampiaskan emosi yang meletup-letup didadanya. Anton melengos berjalan menuju pintu keluar dengan amarah memuncak, pintu ditutup dengan keras.

Brakkk

Suaranya begitu keras memecah kesunyian, hingga sampai di telinga Adel.

"Ada apa sih berisik banget?" Adel menggerutu di kamarnya. Ia melanjutkan rebahannya, tak peduli dengan keributan di kamar sebelah.

"Anton... Ribut lagi sama istrimu?" tanya bu Halimah ketika mendapati Anton berjalan dengan kesal.

"Perempuan susah di atur!!! Nggak kayak Al..." Anton tak melanjutkan kalimatnya.

"Itu pilihan kamu sendiri. Jadi jangan protes! Hadapi resikonya! Ambil pelajaran dari apa yang sudah kamu alami!" titah bu Halimah.

Bukannya mendengar dan menerima nasehat ibunya, Anton malah naik pitam.

"Jangan ikut campur urusanku, bu! Aku bukan anak kecil! Aku tahu yang terbaik untuk diriku!" ucapan Anton dengan suara keras, membuat bu Halimah tersentak. Wanita yang sudah banyak beruban ini memilih diam tak membalas ucapan anak laki-lakinya.

Bu Halimah membalikkan badan, berjalan masuk kamar. Raut muka ibu kandung Anton ini nampak sedih sekaligus kecewa mendapat perlakuan kasar dari Anton.

Hati ibu mana yang tak kan terluka, anak yang dikandung selama sembilan bulan, dilahirkan dengan menyabung nyawa, disusui siang dan malam hingga usia 2 tahun, dirawat, dijaga, tidak tidur ketika anak sakit, disuapi ketika makan, dibesarkan dengan kasih sayang. Tapi apa balasannya??? Anak laki-laki kebanggaannya berani bicara kasar dengan mata melotot ke arahnya.

'Mas Hasan... kini aku sendiri menghadapi anak-anak kita. Tak ada lagi orang yang menguatkanku seperti dulu. Anton makin berani padaku, Mas. Rasanya sakit hati ini. Belum lagi omongan tetangga tentang istri Anton sekarang. Aku harus gimana, Mas???'

Bu Halimah mencurahkan kesedihannya dengan menangis di kamar, sambil membayangkan wajah suami yang sudah 3 bulan ini meninggalkan untuk selama-lamanya.

Adel keluar dari kamar menuju dapur mengambil minum. Belum sampai dapur, ia melihat kakaknya Anton duduk di sofa sambil memainkan ponsel.

"Istrinya diajari ngomong yang pelan, Mas! Kalo ribut, suaranya jangan sampek keluar kamar! Malu di denger tetangga! Bilangan si Heni, Mas! Kalo Mas nggak mau, biar aku aja yang ngingetin!"

"Kamu nih, nggak usah ikut campur urusanku! Kalo nggak suka dengerin suara Heni, keluar aja dari rumah ini!" jawab Anton makin emosi.

"Eeee... Apa nggak salah kamu bicara??? Ini rumah siapa? Heni tuh siapa? Jadi laki-laki jangan lembek, Mas! Ntar ngelunjak si Heni, baru tau rasa!!!"

"Kamu tuh nggak tau urusan ku, makanya jangan ikut campur!!!"

"Dengerin baik-baik, Mas! Aku nggak peduli sedikitpun dengan urusan mu!! Cuma ngingetin!!! Kalo lagi berantem sama istri, jangan keras-keras suaranya! Malu sama tetangga! Gitu doang!! Malah sewot."

"Hee... Adel! Kamu tuh belum ngerasain gimana rumitnya berumah tangga!! Makanya jangan sok tau!!! Cepet kawin deh! Biar kamu jadi dewasa!"

"Apa??? Ngaca, Mas!!! Kamu udah nikah dua kali aja, nggak dewasa-dewasa juga kan??? Justru karna liat ruwetnya rumah tangga mu, aku makin takut menikah."

"Sudahlah Del! Aku capek!" Anton berdiri dari duduknya, nyelonong melangkah cepat menuju pintu keluar.

Jika menikah hanya karena nafsu, mental dan hati kita akan mudah lemah terhadap ujian yang datang. Kita akan mudah mengeluh, menyesal, sampai seolah menyalahkan keadaan, ketika jalannya rumah tangga tidak sesuai dengan yang kita harapkan.

Namun, jika kita menikah dengan kesiapan yang matang, memiliki arah dan tujuan yang jelas, kita tidak akan mudah melemah terhadap ujian dariNya, justru kita akan menguat karena kita percaya bahwa setiap ujian adalah takdir dari Allah yang wajib kita imani.

Ada yang pernikahannya diuji oleh keturunannya, oleh mertuanya, oleh keluarganya, bahkan ujian itu pun bisa datang melalui pasangan hidupnya sendiri. Allah Maha Adil, karena ujian kita disesuaikan dengan porsi diri kita masing-masing.

***

Sementara di kediaman Alma akan ada peristiwa penting. Keputusan besar telah diambil dengan masak-masak. Wanita yang sudah menjanda sembilan bulan ini, akhirnya akan menerima lamaran Yunan, lelaki yang menduda lebih dari setahun.

Seperti biasa, Alma yang masih menjadi rutinitas sebagai single parent, mulai berkutat di dapur. Ia memasak beberapa menu simple untuk sarapan. Nasi goreng ditemenin telur ceplok.

'Hatiku deg-degan menerima lamaran Mas Yunan. Semoga keputusan ku ini tak salah, karena sebelumnya aku melakukan shalat istikharah agar tak salah langkah. Karena aku tak mau gagal untuk kedua kalinya.' Alma melamun sambil menggoreng telur ceplok hingga gosong.

'Waduuh... telur ceploknya jadi gosong nih. Pikiranku ke mana-mana sih.' Alma mengutuki dirinya sendiri.

"Bau gosong, Ma?" Tiara datang menghampiri mamanya.

"Iya, Ti... ini, telur ceplok mama gosong, he hee..." Alma tertawa malu.

"Kok bisa sih, Ma? Pasti mama banyak ngelamun. Mama istirahat aja deh! Biar aku yang ngelanjutin gorengnya. Kalo cuma buat telur ceplok, itu mah gampang." ucap Tiara percaya diri.

"Beneran nih? Kalo gitu mama mandi dulu ya, sayang. Ntar sore mau ada tamu. Setelah masak, temenin mama belanja ya!"

"Tamu? Siapa, Ma?"

"Om Yunan sama keluarganya."

"Waaah... Ada bau-bau yang mau dilamar nih! Ciye... ciyeee... "

"Kamu nih, suka bikin mama malu."

"Ngapain malu sih, Ma? Tiara seneng mama akhirnya mau lamaran sama om Yunan, dan bentar lagi menikah. Kalo mama seneng, aku pasti juga seneng, Ma."

"Makasih ya, sayang. Kamu selalu dukung mama."

***

Bersambung... 

PENGHIANATAN JADI KARMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang