BAB 40. SESAL BU HALIMAH

1.3K 48 0
                                    

Di Sabtu sore, saatnya Yunan dan Alma siap-siap ke pulau dewata Bali. Mereka berdua sudah jauh-jauh hari berencana honeymoon di pulau penuh pesona itu.

Honeymoon merupakan momen terindah yang paling ditunggu-tunggu oleh pasangan pengantin baru. Biasanya, mereka menghabiskan bulan madu dengan liburan ke berbagai destinasi wisata lokal maupun luar negeri. Nah, salah satu tempat honeymoon romantis di Indonesia yang sering dikunjungi banyak orang adalah Bali.

Dengan mengendarai pesawat dari Juanda Surabaya menuju Denpasar Bali di tempuh kurang lebih dalam waktu satu jam saja.

"Sayang, kita sudah sampai. Ayo kita turun!" ucap Yunan sambil melirik wanita di sebelahnya dengan tatapan perhatian.

"Iya, Mas. Akhirnya kita sampai juga." Jawab Alma menyambut lirikan mata suaminya dengan teduh.

Pasangan pengantin baru ini segera turun dari taxi, langkahnya tertuju pada pintu masuk hotel Capella Ubud Resort Bali.

"Indahnya tempat ini, Mas. Aku suka." Alma memandang alam sekitar hotel dengan senyum bahagia. Tangannya menggandeng tangan kiri Yunan yang berjalan di sampingnya.

"Syukurlah kalau kamu suka, Sayang. Setelah ini kita jalan-jalan sambil menikmati panorama alam yang sungguh cantik. Tapi kalah cantik sama istriku ini." Rayu Yunan pada istrinya yang kini sudah duduk di tepi ranjang. Alma ingin rebahan sebentar untuk melepas rasa penat dalam perjalanan sebelumnya.

"Mas Yunan, apa nggak capek habis perjalanan jauh. Kita istirahat bentar ya, Mas? Ucap Alma sambil meraih bantal untuk dijadikan sandaran.

"Iya, Sayang. Aku juga agak capek. Kita nikmati dulu keindahan kamar hotel ini." Yunan mulai pasang kuda-kuda. Namanya juga pengantin baru, pasti suasana romantis yang kini telah dirasakan, cepat membuat kedua insan ini melepas rindu dan mencari kehangatan.

Sesaat kemudian Yunan dan Alma sudah siap menunaikan kewajibannya sebagai pasangan suami istri. Yunan mencium kening istrinya dengan lembut, disambut pelukan sayang Alma pada tubuh gagah milik suaminya.

"Makasih, Mas. Sudah membahagiakan aku. Aku sayang kamu." Bisik Alma di telinga Yunan.

"Sayang, aku juga sangat bahagia telah memiliki kamu." Jawab Yunan yang makin mendekatkan tubuhnya di atas tubuh polos istrinya.

Keromantisan dan kehangatan telah di reguk oleh pasangan pengantin baru ini. Tak ada yang mengganggu, tak ada pula kesibukan yang menyita waktu keduanya untuk saling melampiaskan kasih dan sayangnya.

Keesokan harinya...

"Sayang... lihat di sana, ada danau yang indah. Kita baik sampan yuk! Pasti asyik." Ajak Yunan pada Alma yang masih terlihat basah rambutnya.

"Hmm... boleh Mas. Tapi bentar ya, aku mau keringin rambut, malu kalau basah begini." Jawab Alma sambil mengusap-usap handuk pada rambutnya.

"Malu kenapa, Sayang. Kita kan sudah suami istri. Lagian siapa yang merhatiin rambut basah. Emang kalau basah, apa nggak boleh?" Ledek Yunan sambil mencium bibir istrinya.

"Eee... ketahuan dong kalo habis...???" Sahut Alma yang terdiam sejenak, tak melanjutkan kalimatnya.

"Habis kehujanan apa habis nyebur sungai???" Goda lelaki tampan itu sambil memainkan rambut Alma yang sudah setengah kering.

"Mas Yunan, ada-ada aja." Alma membalas dengan cubitan manja.

"Aduh, sakit nih. Apa mau lagi?" Tanya Yunan sambil memandang teduh pada wajah Alma yang kemerahan menahan malu.

"Nggak ah, kita naik sampan dulu aja ya, Mas. Mumpung masih pagi. Kalau kesiangan ntar panas, Sayang." Jawab Alma sambil menoel hidung suaminya itu dengan manja.

"Oke, Sayangku" Yunan tersenyum pada istrinya yang terlihat makin cantik dan segar pagi ini.

***

Siang makin terik, matahari sudah berada tepat di atas kepala. Musim kemarau makin terasa saat jam 12 siang.

Anton menatap pohon mangga yang ada di sebelah kamarnya dari balik jendela. Ada seseorang yang selalu ia cari, wanita yang pernah mengisi hatinya dengan kasih dan sayang.

'Panas sekali siang ini, aku ingin minum jus mangga. Pasti segar di minum siang-siang gini. Alma paling pinter buat jus kesukaanku.' Anton sedang menginginkan minuman kesukaannya. Terbersit di pikirannya wajah Alma yang dulu selalu menyiapkan apa saja yang dibutuhkan Anton saat masih jadi suaminya.

Ia berjalan keluar kamar, dan berteriak memanggil nama wanita cantik yang masih dianggapnya sebagaiitu. "Al... Alma... kamu dimana?".

Lelaki yang kepalanya masih di perban itu lanjut berjalan menuju dapur. " Bu, kemana Alma? Aku ingin dibuatkan jus mangga olehnya." Tanya Anton saat bertemu bu Halimah di dapur.

Wanita tua ini menoleh ke arah Anton. Ia menghela napas panjang, saat mendengar nama Alma disebut lagi oleh anak laki-lakinya itu.

"Alma masih ngajar, Ton. Sini ibu buatkan jus mangganya. Kebetulan masih ada beberapa buah mangga yang sudah matang dalam kulkas." Jawab bu Halimah dengan wajah masam. Terpaksa ibu kandung Anton ini, mengikuti permintaan dan pemikiran anaknya yang masih amnesia.

"Tunggu Alma pulang aja, Bu. Ini kan sudah siang. Pasti bentar lagi Alma sudah pulang dari ngajar." Tolak Anton sembari melangkah ke ruang tengah dan duduk di sofa yang ada di sana.

Bu Halimah termenung mendengar perkataan Anton. Tak henti-hentinya lelaki mantan suami Alma itu menyebut namanya.

Tiba-tiba datanglah Adel menghampiri ibunya dan berkata "Bu, kenapa ibu melamun seperti itu? Apa karena mbak Alma yang belum bisa ke sini?"

Bu Halimah menoleh ke arah Adel dengan pelan. Tatapan matanya sayu, seakan ia tak punya harapan atas kehadiran mantan menantunya itu.

"Apa kamu yakin, Alma akan ke sini dan membantu ingatan Anton? Ibu tak berharap banyak, karena bagaimanapun juga, Alma sudah punya suami. Pasti suaminya tak mengijinkannya." Jawab bu Halimah dengan wajah sedih.

"Iya juga, Bu. Mbak Alma pasti nggak mau melukai perasaan suaminya. Lalu, apa yang harus kita lakukan?" Tanya Adel sambil berdiri menghadap ibunya.

"Hmm... Yang paling di ingat Anton, bukan cuma Alma, tapi juga Tiara, anaknya. Gimana kalau Tiara saja yang dimintai bantuan. Bagaimanapun juga Anton tetaplah ayah kandung Tiara. Ikatan darah ayah dan anak tak akan bisa putus, walau sudah lama tak ada komunikasi." Harap bu Halimah.

Anton sudah lama tak komunikasi dengan putri semata wayangnya, Tiara. Sudah lama pula ia tak memberi nafkah untuk anaknya. Karena walau sudah cerai dari Alma, seharusnya Anton sebagai ayah Tiara, punya kewajiban memberikan nafkah kepada anak berupa makan, pakaian, dan keperluan lain. Hal itu tak dilakukan oleh Anton. Sebelum bercerai dengan Alma lelaki yang menggantungkan hidupnya pada penghasilan Alma itu, tak punya keinginan untuk mencari nafkah untuk keluarganya, apalagi setelah bercerai.

"Nanti aku coba hubungi mbak Alma, Bu. Atau lebih baik aku ke rumahnya agar bisa langsung ketemu dengan mbak Alma dan Tiara." Usul Adel pada ibunya.

"Iya, sebaiknya memang begitu. Semoga Tiara mau ke sini dan bertemu dengan papanya." Ulas bu Halimah sambil menghela napas panjang.

Ada penyesalan di mata bu Halimah. Ia tak menyangka, perlakuannya  pada Anton yang sangat memanjakannya, justru membuat hidup anak laki-lakinya itu sengsara. Anton menjadi lelaki yang kurang bertanggung jawab pada istri dan anaknya. Anton juga suka berbuat seenaknya sendiri pada keluarganya, terutama pada bu Halimah, ibu kandungnya.

Kini bu Halimah merasakan beban yang begitu berat atas apa yang terjadi. Anton dengan usianya yang bisa dikatakan cukup dewasa, untuk keperluan makan sehari-hari masih minta pada ibunya. Apalagi saat ini sudah membawa istrinya yang baru, sekaligus telah lahir anaknya yang masih bayi.

Bisa dibayangkan bagaimana beratnya beban bu Halimah. Sebagai seorang janda yang sudah sepuh tanpa penghasilan pasti, hanya ada sedikit tabungan yang tersisa dari suaminya.

***

BERSAMBUNG...

PENGHIANATAN JADI KARMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang