BAB 89. BERBUNGA-BUNGA

561 39 24
                                    

"Ayah... kenapa Ayah??" teriak Yuanita saat menatap wajah sang ayah yang nampak bingung. Apalagi lelaki tua itu terbatuk-batuk tak henti-hentinya.

"Ini, Yah. Silahkan minum dulu, biar enakan!" seru Anton sambil menyodorkan segelas air putih yang ia tuang dari meja ruang tamu.

"Iya... iya... makasih, Anton." Ayah Yuanita menerima segelas air dari Anton dengan senang hati, sembari menatap wajah calon menantunya itu makin lekat sambil tersenyum.

"Jadi... kamu putra dari Halimah, Anton??" tanya ayah Yuanita dengan mata berbinar, penuh suka cita.

"Iya, Ayah. Apa Ayah mengenal ibu saya??" Anton balik bertanya karena penasaran.

"Iya, Ton. Aku kenal ibu mu. Dia dulu teman sekolah dan juga teman sepermainan waktu masih sekolah." Jawab ayah Yuanita sedikit beralibi.

'Anton... Aku nggak bisa cerita kisah antara aku dan ibumu. Semua sudah terkubur dalam-dalam. Malam ini nggak pernah menyangka, ternyata lelaki tampan di depanku adalah putra dari Halimah. Setelah puluhan tahun, aku tak pernah bertemu dan mendengar kabarnya.' Ayah Yuanita menatap wajah Anton begitu lekat sambil melamun. Pikirannya melanglang buana catatan puluhan tahun silam, kisah cinta antara dia dan ibu kandung Anton, Halimah. Dan tentu saja, kenangan indah bersama wanita pujaannya itu tak kan hilang begitu saja.

"Ayah... Ayah... Kenapa Ayah senyum-senyum sendiri sih?? Apa ayah senang ketemu Mas Anton??" tanya Yuanita yang nampak heran melihat wajah ayah kandungnya yang sumringah sambil tersenyum memandang wajah Anton yang duduk di hadapannya.

Tapi sang ayah seolah tak mendengar suara putrinya yang duduk bersebelahan dengannya. Ia lagi-lagi memandang kagum pada sosok Anton, hingga calon menantunya itu salah tingkah atas perlakuannya.

'Apakah ini pertanda baik? Kenapa ayah Yuanita memandangku seperti itu?? Kalau memang aku sudah sepenuhnya mendapat restu darinya, pasti ibu akan sangat senang mendengarnya, hmm...' bisik Anton dalam hati.

"Ayah?!?" Volume suara Yuanita diperkeras sambil tangannya menggoyang pundak ayahnya yang masih bengong.

"Eee... ya, ada apa Nita??" Jawab lelaki beruban itu gelagapan karena kaget. Lamunannya menjadi ambyar untuk sementara.

"Apa ayah setuju dengan lamaran Mas Anton???" tanya Yuanita sambil mengernyitkan alisnya.

"Ayah sangat setuju, Nita. Apalagi ayah sudah kenal dengan orang tuanya. Ayah janji secepatnya akan berkunjung ke rumah Anton, ingin silaturahmi dengan ibu dan adiknya. Boleh kan Anton??" ucap ayah Yuanita penuh harap.

"Ten... tentu, Ayah. Nanti akan saya sampaikan  ke ibu. Pasti ibu sangat senang sekali." Jawab Anton dengan wajah cerah ceria, kedua matanya bersinar saking gembiranya. Senyumnya pun tak luput dari bibirnya, tersenyum pada lelaki tua di depannya, juga pada calon istrinya, Yuanita.

"Makasih, Ayah. Nita senang sekali, Nita sangat menyayangi Ayah." Yuanita segera mendekatkan tubuhnya pada sang ayah, pelukan hangat disematkan pada pinggang ayah kandungnya itu.

Suasana ruang tamu kini menjadi hangat, sehangat hati ketiga insan yang sedang duduk di sofa ruangan itu. Apalagi Anton, ia tak menyangka, ternyata kegelisahannya beberapa hari ini telah terhempas sudah. Ia sangat bahagia, bagai mendapat durian runtuh. Hembusan angin segar dari jawaban sang calon mertua menjadikannya makin percaya diri.

***

"Mau kemana, Ma? Cantik bener." Sapa Tiara yang mendapati Alma berjalan didepannya siap berangkat.

"Tiara, mau ikut nggak? Mama mau nyari baju-baju hamil, Sayang." Jawab Alma sembari menghentikan langkahnya.

"Hmm... nggak deh, Ma. Aku di rumah aja. Mama diantar Papa kan?" tanya Tiara kemudian.

PENGHIANATAN JADI KARMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang